Erick tidak pernah melihat Eve yang seperti saat ini. Eve yang biasanya selalu memperlihatkan wajah tanpa ekspresi itu sudah diganti wajah Eve yang geram. Matanya menyipit namun sorot mata berkilat keemasan tetap tajam menusuk hati Erick. Napasnya yang dalam itu seperti tertahan sehingga membuat wajahnya memerah.
“Jelaskan soal ini, Pa!” desis Eve pada ayahnya. Tangannya memegang beberapa lembar kertas yang tampaknya dijempret menjadi satu. Dia menaruh kertas itu di depan Erick yang tampaknya tidak bergeming dari kursi. Erick masih saja bersandar pada kursinya.
Erick mengambil kertas itu dengan malas. Tubuhnya maju sedikit dan dia hanya menggapai kertas itu dengan tangan panjangnya. Entah apa yang tertulis di kertas itu yang membuat Eve begitu marah. Matanya masih tetap memandang Eve dengan tenang sementara Eve juga memandangnya dengan sengit.
“Dapat dari mana?” sahut Erick dingin. Kepalanya menunduk dan memandang sekilas pada kertas yang sudah ada di pangkua
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Sekecil apa pun pengkhianatan, rasanya lebih menyakitkan kalau dilakukan oleh orang yang paling dipercaya. Hug and kiss, Josie.
Dexter tidak pulang ke Rumah Besar D malam itu dan dia hanya menghubungi Eve supaya istrinya tidak khawatir. Dengan alasan pulang terlambat dari tempat pertemuannya, Dexter lebih memilih menginap di rumahnya sendiri yang posisinya lebih dekat dari tempat pertemuan itu. Eve, seperti yang diduganya, tidak keberatan, hanya meminta video call sebelum Daniel tidur. Seharian ini sebenarnya Dexter hanya ke kantor sebentar untuk memanggil Ilham. Berdiam sebentar di kantornya untuk menyelesaikan beberapa berkas. Lalu dia pergi ke kantor managemen apartemennya untuk mengurus semua rekaman CCTV yang dibutuhkannya dibantu Felix. Siangnya Dexter sudah tidak bisa menahan dirinya untuk menemui Aze yang diketahuinya sedang berada di Malaysia. Dia memesan tiket ke Malaysia pulang pergi di hari yang sama dan meminta Aze menemuinya di salah satu café yang berada di bandara. Dexter cukup cerdik memakai nomer telpon lain untuk menghubungi Aze, dia merasa Aze tidak akan mengangkat
Dexter sampai di rumahnya sendiri sekitar jam 11 malam. Sebenarnya dia membawa kunci rumah sendiri tetapi Bik Irah tetap saja bangun dan menyambutnya. Melihat wajah tuannya yang terlihat lelah, dia hanya menawari makan lalu dibalas dengan gelengan kepala dan perintah supaya Bik Irah kembali tidur saja. Dexter masuk ke dalam kamarnya, kamar yang ingin ditempatinya bersama Eve. Pemandangan taman itu tampak indah di malam hari meskipun warna bunganya menjadi sedikit lebih buram, kelihatannya besok dia harus meminta Pak Komar memasang lebih banyak lampu. Dexter membiarkan tirainya terbuka seperti terakhir saat dia mengadu gairahnya dengan Eve. Saat ingin tidur, Dexter tiba-tiba ingin berendam dulu di bathtub untuk melemaskan otot-ototnya. Mungkin saja hatinya juga akan lemas setelah tadi mendengar Aze berbicara. Karena itu juga dia tidak bisa pulang ke pangkuan Eve. Dia perlu menenangkan dirinya sendiri, karena Eve akan dengan mudahnya menangkap perubahan dalam suasana h
Eve sebenarnya seseorang yang istimewa. Dia bukanlah pendendam. Tidak pernah mengingat siapa yang membuat luka di hatinya tetapi selalu mengingat rasa sakit dari luka itu. Meskipun bekasnya sudah sangat tipis, namun rasanya sakitnya itu terkadang muncul. Dan jangan salahkan Eve jika dia selalu berusaha orang lain yang sangat dia sayangi tidak merasakan rasa sakit yang pernah singgah di hatinya. Meskipun caranya memang kadang tidak masuk akal. Eve bersedia menikahi tunangannya yang telah membuat adiknya hamil supaya adiknya mau melanjutkan kehamilannya sampai anaknya lahir. Lalu dia membebaskan adiknya dari semua tanggung jawab seorang ibu dan tanggung jawab seorang perebut tunangan orang lain. Semata-mata agar Aze tidak perlu merasakan rasanya terkungkung dalam hal yang namanya tanggung jawab. Eve bersedia menyerahkan semua kebebasannya dan keleluasaannya untuk menjadi seorang istri dari pria yang menolaknya terus-menerus saat mereka masih bertunangan
1 Mei 2019. Eve memasuki ruang praktek psikiater yang direkomendasikan oleh Darwin beberapa hari lalu. Eve tidak pernah meragukan rekomendasi dokter-dokter pilihan Darwin karena memang tidak pernah mengecewakan. Darwin akhirnya mau menemani Eve karena merasa khawatir juga pada Eve yang tidak bisa menceritakan apa yang dialaminya pada siapa pun. Eve sendiri bukan tidak mau bercerita, hanya seperti biasanya dia itu berhati-hati, karena dia belum bisa memikirkan apa yang bisa terjadi jika ini diketahui orang lain. Eve yang biasa memperkirakan apa yang akan dilakukan dan terjadi pada orang-orang di sekitarnya, saat ini merasa cukup bodoh karena tidak bisa berbuat begitu lagi. Ini akibat semuanya serba tidak bisa ditebak tentang skandal apa saja yang disembunyikan dan siapa saja yang menyembunyikannya. Hugo Hardian memberikan senyumnya sambil menyodorkan telapak tangan kanannya untuk menyalami Darwin dan Eve. Mereka juga membalas uluran tangan itu dan segera duduk
Eve bercerita tentang masa kecilnya dalam pengaruh hipnosis Dokter Hugo. Eve memang benar kalau dia pernah tinggal di rumah itu entah mulai umur berapa, tetapi dia bisa mengingatnya di saat sudah bisa berjalan dan berbicara sedikit-sedikit. Dia memanggil Mama dan Papa pada Diana dan Aksa. Mereka adalah orang tua yang penuh kasih sayang, memeluknya dengan hangat dan memenuhinya dengan kebahagiaan. Eve berbicara dengan penuh cinta tentang kedua kakak laki-lakinya. Del dan Ex, begitu dia menyebutnya. Del yang hanya bisa memeluknya tanpa berbicara dan Ex yang sangat cerewet bercerita padanya. Del yang selalu menggendongnya dan Ex yang suka sekali membuat Eve berlari mengejarnya. Sebentar lagi Eve menangis karena seorang pria dan wanita itu membawanya pergi dari rumah itu. Eve yang sudah cukup besar untuk menggambarkan Erick dan Rita yang sekarang adalah orang tuanya. Eve memanggil mereka dengan panggilan Daddy dan Mommy karena menolak menggantikan sosok papa dan mamanya.
10 Mei 2019. Dexter mengajak Felix untuk menjemput Daniel di rumah lalu langsung berangkat menjemput Eve di kantornya. Tentu saja, kemarin Dexter memancing ibu mertuanya dulu lalu meminta ijin untuk pergi bertiga ke luar kota. Setelah ada lampu hijau, dia meminta ijin pada ayah mertuanya, dan ajaibnya ijin itu turun juga meskipun diiringi ejekan yang hanya dia tertawakan saking sudah terbiasa mendengarnya. Dexter tentu saja harus meminta ijin karena kapasitasnya sebagai menantu yang masih tinggal bersama mertua. Dexter juga sudah tidak mau meminta ijin lagi untuk pindah ke rumahnya sendiri. Sejak mendengar nama Wenas Harahap dari Barnie dan Aze, dia jadi yakin ada skandal di masa lalu tentang dendam lama yang belum terbalas. Dia merasa Eve dan Daniel akan lebih aman tinggal di rumah keluarga Eve. Sesekali mereka tidur di rumah Dexter hanya untuk pergantian suasana saja, Eve sangat menyukainya dan Dexter cukup bangga dengan apa yang dilakukannya. Lagipul
“Terima kasih pinjaman mobilnya,” kata Dexter pada Arga sebelum pamit pulang. Jadi itulah sebabnya Eve teringat dengan mobil hitam yang mereka naiki ke Red Moon. “Sama-sama. Pinjam aja mobil dan sopirnya sampai kalian pulang. Aku juga tidak akan sanggup beli mobil itu cash kalau bukan Eve membantu membuka restoran ini. Masih ada mobilku yang satunya di rumah. Kalian nikmati liburan kalian. Jangan lupa kontak kami kalau kamu di Surabaya, Dex. Kita bisa liburan bareng lain kali. Jangan seperti Eve yang datang hanya untuk menghitung uang.” Arga tertawa. Eve itu hampir tidak pernah rewel meminta ini-itu, komitmennya jelas sejak awal mereka patungan dengan tidak adil. Semua uang dan properti dari Eve sedangkan Arga hanya bermodal ide dan kemampuannya memasak, sangat tidak berimbang tetapi Eve terlihat tidak peduli. Eve juga tidak mengomel saat restoran masih sepi dan merugi selama 2 bulan pertama. Eve merubah sistem pemasaran yang berimbas naiknya biaya promo dan
17 Mei 2019. Eve berlari di sepanjang lobi rumah sakit. Untung saja dia tidak memakai sepatu hak tinggi karena dia tidak suka kalau tubuhnya makin terlihat jangkung. Tetapi tetap saja suara sepatunya berisik dan dia merasa mengganggu orang lain. Napasnya terengah-engah, harusnya dia tidak perlu berlari. Eve mengangguk, tersenyum pada kedua resepsionist dan langsung naik ke paviliun untuk pasien VVIP. Lift khusus membawanya ke lantai 3 yang bergerak cepat itu terasa lambat. Dulu Daniel, sekarang Dexter. Rasanya seperti dejavu saja. Dia membuka pintu kamar perawatan dan hanya berdiri di ambang pintu. “Kamu masih beruntung, Dex. Coba saja kalau balok baja yang menimpa kamu, kamu sudah jadi dendeng,” kata Darwin. Tangannya masuk ke dalam saku celananya. Dia sudah hampir pulang saat dikabarkan ada anggota keluarga Daveno yang masuk ke UGD. Keluarga Abdi bisa saja dibilang dokter pribadi keluarga itu jadi Darwin harus mengurus semuanya sampai rujukan ke dokter spes
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja