Sudah lelah digelitik, Hana bersandar lemas ke dada bidang Pasha yang keras. Tangannya memeluk pinggang suaminya yang padat. Hana merasa hatinya begitu manis. Dia tidak pernah berpacaran karena tau itu haram hukumnya. Terkadang dia merasa ingin memiliki romansa yang manis di hidupnya seperti yang ada dalam novel dan drama. Jadi tak ayal itu membuatnya terbesit dalam benaknya untuk berpacaran.Tapi Hana menahannya dan kembali ke akal sehatnya. Dia tidak mau melakukan sesuatu yang dilarang agamanya dan sekarang dia sudah menikah. Meski pelan, tapi dia mulai merasakan bagaimana manisnya yang siap membuat jantungnya berdebar tak menentu dan wajahnya yang memanas merona malu.Karena segalanya begitu baru menjadikan itu semakin menakjubkan dan bagai kejutan yang tiada habis sehingga Hana tidak bosan menanti kelanjutannya.Hana merasa bersyukur karena tidak pacaran atau kalau tidak— segalanya mungkin tidak akan seindah ini. Meskipun suaminya sedikit membuatnya tertekan dan takut, tapi Hana m
Mendapati keheningan Pasha, Hana mengangkat kepalanya. Mata hitamnya tampak berkilau dalam sinar malu-malu saat bertemu dengan tatapan suaminya. Tepat ketika dia akan menundukkan kepalanya, sebuah tangan besar datang menahan dagu kecilnya. Hana tertegun. Matanya menatap Pasha gugup, "..." "Kamu cantik Hana..." Pasha menyentuh wajahnya, kemudian punggung jari telunjuknya bergerak ke atas, mengelusi lekuk hidung Hana yang mancung, "Sangat cantik" Pujian itu membuat daun telinga Hana memerah. Pasha menarik wajah cantik itu tepat ke hadapannya dan menciumnya dalam. Hana tercenung dan matanya berkedip dalam kejutan. Kemudian dia memejamkan matanya, perlahan hanyut dalam lembutnya ciuman itu. Malam menjelang. Selepas shalat insya. Hana melihat orang-orang sudah berdatangan memenuhi tempat itu. Beberapa dari mereka ada yang mengenakan seragam pelayan dan selebihnya baju formal koki. Selesai mendengar arahan dari Pasha, para koki langsung pergi memasak di dapur dan pelayan bergegas membe
Hari-hari berganti.Tak terasa seminggu sudah Hana menempati vila di pulau yang sama sekali tidak ada penduduknya itu. Awalnya Hana masih bisa bersantai. Menghabiskan hari dengan membaca di samping jendela yang menghadap lautan biru bersih.Menemani bibi Titin memasak di dapur sambil mempelajarinya dan kadang pun, menghabiskan sisa sore yang berselimut senja dengan secangkir teh chamomile kesukaannya di pinggir pantai.Seperti itu...Hana bersantai sembari menunggu kedatangan Pasha yang ia kira akan secepatnya selesai dengan kesibukannya dan segera berbulan madu bersamanya.Tapi tujuh hari dalam penantian. Pasha tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Hana terang saja menjadi gelisah. Tidak tau kenapa dia memiliki firasat buruk soal itu.Mengeluarkan ponselnya, Hana menatap layar persegi itu dengan perasaan rumit. Di karena kan jaringan yang tidak baik di tempat itu, Hana tidak dapat menggunakan ponselnya untuk menjelajahi internet apatah lagi untuk melakukan obrolan video dengan
Akhirnya siang itu, Hana yang sudah lelah menangis dan meluapkan segala ketakutannya, telah tertidur pulas di sofa panjang yang terletak tepat di dekat jendela. Melihat bagaimana angin laut memburu masuk memukul tirai. Bi Titin pergi mengambil selimut yang ada di ranjang dan menyelimuti Hana dengan itu.Tadinya bi Titin berpikir untuk membangunkan Hana buat makan siang. Tapi pada akhirnya, ia melepaskan Hana yang lelah karena menangis itu untuk terus melanjutkan tidur.Keluar dari kamar utama, bi Titin tak lupa menutup pintu. Ia berjalan ke ruang tengah. Mengambil telfonnya dan mulai menghubungi Pasha.Beberapa kali gagal tersambung karena tidak ada sinyal. Setelah beberapa kali mencoba..."Halo"Suara tegas Pasha terdengar dari talian."Assalamualaikum Pak, ini saya bi Titin"Pasha saat itu baru saja selesai dari rapat. Pasha berjalan meninggalkan meja rapat sambil memegang ponsel di samping telinganya, "Iya, ada apa bi? Apa ada sesuatu yang terjadi pada istri saya?"Jarang sekali bi
Tidak peduli dengan nasehat Eman. Akhirnya Pasha telah membiarkan Hana terkurung di pulau terpencil sebulan lamanya. Tidak terhubung dengan dunia luar dan hanya seorang diri bersama bi Titin sebagai teman.Hana hampir menggila menjalani hari-hari dengan hanya bertemu kan vila, pasir dan pantai.Berbagai cara dilakukannya untuk memberontak. Mulai dari mogok makan hingga pingsan. Memecahkan berbagai macam perabotan. Bahkan mengurung diri berhari-hari di dalam kamar sampai kehilangan kesadaran.Tapi itu juga tidak kunjung melunturkan tekad Pasha yang ternyata seperti firasat nya. Sengaja mengurungnya di pulau terpencil itu.Hana sungguh sudah kehabisan cara. Ia tidak tau harus melakukan apa lagi agar suaminya itu luluh dan mau membawanya pulang kembali ke kota Z."Nyonya, kenapa anda makan sedikit sekali?"Bi Titin menatap sedih tubuh Hana yang cukup kurus hingga tulang pipinya tampak begitu menonjol. Dalam waktu sebulan, wanita muda itu telah kehilangan begitu banyak berat badan."Tadi p
Pagi harinya, Bi Titin bangun awal seperti biasa. Setelah bersih-bersih, ia pergi menyiapkan sarapan di dapur. Lalu kemudian pergi ke lantai dua untuk membangunkan Hana."Semoga saja pintunya tidak dikunci"Menarik gagang pintu kebawah, pintu terbuka. Bi Titin menghela nafas lega. Ia awalnya cukup takut jika Hana kembali mengurung diri seharian seperti kemarin.Ceklek."Huft, Alhamdulillah pintunya tidak terkunci" Mendorong pintu terbuka, Bi Titin berjalan masuk kedalam. Ia menarik tirai dan membuka jendela. Sinar matahari pagi yang hangat pun menyeruak masuk ke dalam bersama angin pantai yang menyegarkan.Bi Titin membalikkan badannya untuk pergi membangun kan Hana. Tapi langkahnya seketika terhenti. Sepasang matanya membelalak kaget melihat tubuh kecil Hana bersama wajah cantiknya yang telah tenggelam dalam dekapan seorang pria.Merasakan sinar matahari yang masuk, Pasha perlahan terjaga dari tidurnya. Matanya menyipit dan menangkap sosok tubuh paruh baya yang tengah berdiri di d
Pertama Eman dan sekarang bi Titin. Pasha mendapati pikirannya semakin kacau mengenangkan nasehat dua orang itu. Tapi memikirkan betapa ia tidak ingin kehilangan Hana..."Aku akan tetap melakukannya"Selama Hana akan selalu disisinya. Maka selama itu pula Pasha bertekad untuk terus membuatnya terkurung dalam sangkar indah yang telah disiapkannya.Menjelang siang, Hana masih mengurung diri dalam kamar. Pasha tak hentinya menggedor pintu agar Hana keluar.Tapi keheningan yang menyambutnya.Tok..tok.."Hana buka pintunya"Tok..tok.."Hana, kalau kamu tidak buka pintunya, maka akan saya dobrak"Tok..tok.."Han—"Pintu ditarik terbuka. Telah berdiri Hana di depan sana dengan wajah pucat dan bibir keringnya yang pasi."Bapak masih disini?" Menanyakan pertanyaan itu, tatapan Hana terlihat kosong."Saya kira bapak sudah kembali" Hana memutar langkahnya, berjalan perlahan mendatangi ranjang dan duduk diam seperti yang dilakukan sebelumnya.Pasha yang masih berdiri di luar pintu, menoleh pada b
Makan siang sudah disiapkan di paviliun yang menghadap tepat kearah pantai. Berbagai jenis masakan lezat yang disiapkan sendiri oleh Bi Titin sudah terhidang rapi di atas meja.Pasha dan Hana sama-sama makan dalam keheningan.Debur ombak dan angin pantai datang bergiliran menemani momentum makan siang pasutri itu.Hana yang tengah mengunyah makanan itu, sesekali mencuri pandang kearah Pasha. Ia ingin sekali mengatakan sesuatu pada suaminya itu.Pasha yang beberapa kali menangkap tatapannya, tau kalau Hana ingin mengatakan sesuatu padanya. "Ada apa?"Hana menjilat bibir bawahnya gugup. melirik Pasha sekilas. Memikirkan kejadian di kamar tadi, Hana memberanikan diri untuk mengatakan keinginannya."Pak Pasha""En?" Tampak Pasha yang sedang mengunyah makanan itu menatap lurus kearah Hana."S-saya mau pulang ke kota Z. Bolehkan pak?"Pasha mengambil segelas air dan meminumnya sedikit. Ia menghela nafas berat, "Kedepannya ini akan menjadi rumahmu"Mata Hana terbelalak lebar."Jadi jangan