Setelah beberapa menit mengatur nafasnya normal kembali, Hana kembali mencium Pasha. Gerakan mulutnya yang maju mundur menekan lembut pipi suaminya itupun masih cepat seperti tadi, tak lupa dengan hatinya yang terus menghitung, 'Dua puluh satu, dua puluh dua, dua puluh tiga...' Pasha lanjut memejamkan mata, cukup menikmatinya. Bibir kecil Hana yang terus-menerus menabrak lembut pipinya itu, rasanya bagai menerima tekanan dari marshmallow manis yang empuk."Ugh"Pasha seketika membuka matanya. Hana langsung membekap mulutnya rapat, 'Kenapa tiba-tiba aku mual lagi?'"Ugh"Sepasang alis Pasha bertaut, "Asam lambung kamu kambuh lagi?""Engga tau pak, entah kenapa tiba-tiba—ugh" Merasakan gejolak asam yang hampir keluar dari kerongkongan nya, Hana seketika bangun dari pangkuan Pasha dan berlari ke kamar mandi.Pasha pun berdiri, turut mengikuti Hana ke kamar mandi. Tepat di depan pintu, ia mendengar suara muntah-muntah istrinya itu yang semakin menjadi-jadi.Tak berapa lama kemudian, Han
Kabar Pasha yang kembali ke kota Z dan membawa Hana ke rumah sakit itu sampai ke Shahbaz. Tentu saja yang memberitahunya tidak lain adalah Eman, sekretaris pribadi Pasha."Ha, apa lagi yang dilakukan anak itu kali ini pada Hana"Shahbaz yang mengkhawatirkan kondisi menantu kesayangannya itupun, bergegas pergi meninggalkan kediaman menuju rumah sakit Swasta yang diberitahukan oleh Eman.Setibanya di sana, Shahbaz langsung masuk ke dalam bersama seorang asisten pribadinya yang mengawal nya dari belakang.Setelah menebus obat di apotek rumah sakit, Pasha segera menyelesaikan administrasi. Kemudian ia pergi ke tempat terakhir kali ia mendudukkan Hana.Laju langkahnya langsung terhenti saat melihat Hana tengah mengobrol serius dengan seorang dokter muda yang tak lagi asing di matanya.'Fawaz!'Jari-jemarinya langsung terkepal dalam amarah. Sepasang matanya yang menatap tajam ke arah dua orang itu, seakan siap melepaskan panahnya untuk melesat jauh tepat ke jantung dokter muda itu. "Kamu te
Pasha tersenyum puas dengan apa yang didengarnya. Senyum yang nyaris mencapai dasar matanya itu, membuat Shahbaz geleng-geleng kepala. Lalu Shahbaz menepuk pundak putranya dan berkata dengan nada serius, "Sudah saatnya kamu berhenti mengurung istrimu di pulau antah-berantah itu. Belajar lah untuk mempercayainya dari sekarang. Sebelum segalanya terlambat, berikanlah pernikahan sempurna yang dokter muda bicarakan tadi pada istrimu. Jangan membuatnya kecewa karena telah bersedia untuk terus bersamamu"Pasha hanya diam dan menyimak ucapan ayahnya itu.Shahbaz menghela nafas pelan, ia sungguh berharap putranya itu memikirkan ucapannya barusan."Apa yang terjadi pada Hana? Kenapa kau sampai membawanya ke rumah sakit?"Pasha memandang wajah sang ayah, terus menjawab, "Hana hamil pa""Apa?" Shahbaz cukup kaget dengan kabar itu, "Sebentar, b-bagaimana bisa? Apa kalian selama ini melakukan 'itu' tanpa pengaman?"Melakukan itu?Sudut bibir Pasha meringkuk ke atas. Pasha ingat baru melakukannya d
Sudah lama sekali sejak Fawaz pergi dan suaminya itu masih belum kembali. Hana duduk dengan bosan sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depannya. Beberapa di antara mereka ada yang seorang perawat, pasien dan bahkan sanak keluarga yang datang menjenguk kerabat mereka yang sakit.Bau obat-obatan dan alkohol yang menyeruak di setiap lorong, tidak hentinya menusuk tajam hidungnya. Kening Hana berkerut. Tiap kali mencium aroma yang khas sekali rumah sakit itu, rasa mualnya bergejolak, membuatnya ingin muntah."Ugh!" Hana membekap rapat mulutnya.Hana berpikir masih dapat menahannya, tapi tak lama kemudian rasa asam yang bergejolak membuatnya merasa ingin muntah.Hana pun bangun dan bergegas berlari mencari toilet. Setelah muntah-muntah di wastafel, Hana memutar kran air dan membilas bersih mulutnya. Hana mengambil tisu dan bergegas pergi ke tempat duduknya barusan. Takut suaminya akan pergi mencarinya di sana."Kamu kemana saja?" Pasha berjalan mendatangi Hana yang terli
Di perjalanan sepulang dari rumah sakit, Pasha berhenti di salah satu restoran. Mengingat Hana yang sudah banyak sekali muntah seharian ini, ia berpikir untuk membawa istrinya itu makan. Bagaimanapun Hana sekarang tengah mengandung, ia tidak boleh kekurangan nutrisi.Di sana ia membuat pesanan terkait makanan yang berbau ringan yang kiranya dapat dinikmati dengan nyaman oleh seorang wanita hamil. Pesanannya itu terang saja membuat seorang pelayan berpikir lama karena kebingungan harus menyarankan apa. Hingga kemudian ia berpikir untuk menyajikan sup ayam kampung. Tapi ketika semangkuk ayam kampung itu di letakkan di atas meja. Aroma sup hangat yang mengepul itu langsung membuat Hana merasa mual. Melihat itu sontak saja Pasha tak senang."Bukannya saya sudah bilang, saya ingin makanan yang dapat dinikmati dengan nyaman oleh istri saya yang sedang hamil""Maaf pak, sejauh ini yang terpikirkan di benak saya hanya sup ayam kampung ini. Saya tidak tau kalau ternyata itu membuat istri anda
"Tapi tetap saja bagi Hana itu—" Pasha meletakkan telapak tangannya di depan mulut Hana, menekan Hana untuk berhenti berbicara.Mata Hana berkedip menatap Pasha. Kenapa suaminya itu malah menutup mulutnya."Hana, saya mau mengatakan yang sejujurnya sama kamu. Kalau saya, lebih memilih untuk tidak pernah jatuh cinta sama kamu"Hana membelalak kan matanya terkejut. Langsung ia menepis tangan Pasha yang menutup mulutnya itu dan bertanya, "Kenapa?" "Karena saya tidak mau kehilangan kamu"Hana mengerutkan keningnya bingung, "Sebentar, kehilangan saya?" Ia sungguh tidak mengerti bagaimana jalan pikiran suaminya itu, "Di mana letak hubungannya pak? Mencintai dan kehilangan...itu— saya tidak mengerti sama sekali""Papa saya begitu mencintai mama saya, sehingga rela melepaskannya atas dasar perasaan konyol yang bernama cinta itu" Ucap Pasha. Ia menatap dalam sepasang mata Hana, berharap istrinya itu mengerti kalau ia sungguh tidak ingin jatuh cinta terhadapnya. Karena ia tidak ingin, nantinya
"Minumlah! Rasanya segar sekali" Pasha mendorong gelas itu kearah Hana. Membuat Hana rasanya ingin menangis merasa tertekan, 'Haruskah aku meminumnya?'"Pak Pasha..." Hana mengiba."Minum" Tukas Pasha, dengan senyum penuh ultimatum nya.Hana menghela nafas berat. Ia menjepit lubang hidungnya, mengambil gelas jus tersebut dan mulai menyesapnya sedikit.Keajaiban terjadi.Anehnya ketika jus itu melewati lidah dan kerongkongannya, Hana tidak merasa mual sama sekali. Hingga segelas jus itupun dapat Hana habiskan dengan lancarnya.Hana meletakkan gelas yang sudah kosong di meja dan mengelap bibirnya.Pasha tersenyum puas. Ia mengusap kepala istrinya lembut, "Kedepannya aku akan lebih memperbanyak nutrisi seperti ini untukmu"Mendengar itu, Hana tidak tau apakah harus tersenyum atau menangis. "Harus banget ya pak?""En. Apa lagi kamu sekarang tengah mengandung" Pasha menatap wajah istrinya dalam, "Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuat mu dan bayi kita sehat" Tangan Pasha jatuh men
Pasha membalas senyuman istrinya itu dengan tak kalah manisnya. Tidak tau kenapa, bersama Hana, ia perlahan mulai terbiasa tersenyum manis seperti itu padanya.Mengangkat tangannya, Pasha mengusap kepala Hana lembut. Ia melakukannya tidak ragu sama sekali, sekalipun di depan bapak mertua dan kedua iparnya."Kedepannya aku akan lebih ekstra lagi dalam memperhatikan mu" Ucap Pasha, "Juga calon anak kita..." Pasha melirik sebentar kearah perut istrinya itu yang kini sudah ada makhluk kecil didalamnya.Pemandangan manis itu sontak membuat Arya, Ratna dan Keira tertegun. Dari tatapan mereka seolah berkata, 'Apa mereka tidak salah lihat?''Seorang Pasha bisa bersikap penuh perhatian seperti itu?' Hana tersenyum malu-malu merespon sikap manis suaminya."Lalu Hana juga memiliki Papa, kak Ratna dan kak Keira..." Ucap Hana kemudian. Ia terus memalingkan wajahnya, menatap ketiga orang yang disebutnya, "Bukanlah kalian akan selalu mendukung Hana?""Tentu saja kakak akan selalu mendukungmu. Biarpu