Di tengah malam di gemerlapnya kota besar yang tak pernah tidur, Ayla Sasmita, menjalani hari-harinya di sebuah rumah megah yang terasa sepi.
Di kamarnya, Ayla meraih keyboard, jemarinya menari lembut di atasnya, menciptakan kisah baru dari novel yang sedang ia tulis. Setiap kata yang terukir mencerminkan kerinduan dan harapan yang terpendam. Ia menciptakan dunia yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan, sesuatu yang sangat ia rindukan dalam kehidupan nyata. Sesekali, Ayla berhenti sejenak, menatap keluar jendela.
Kamar Ayla adalah perpaduan antara kemewahan dan kenyamanan, mencerminkan siapa dirinya yang lembut namun mandiri. Dinding-dinding kamar dihiasi dengan cat berwarna pastel yang menenangkan, memberikan kesan hangat dan ramah. Di satu sisi, terdapat rak buku besar yang dipenuhi dengan novel-novel klasik dan karya-karya sastra favoritnya. Setiap buku memiliki cerita dan kenangan tersendiri, seolah menjadi teman setia dalam kesendiriannya.
Di tengah kamar, sebuah tempat tidur king-size dengan seprai sutra putih bersih tampak mengundang. Bantal-bantal empuk berwarna lavender dan mint terhampar rapi, menambah keanggunan dan kenyamanan. Di samping tempat tidur, lampu baca kecil dengan cahaya lembut menerangi sudut yang sering menjadi tempatnya melanjutkan tulisan malam. Ayla sering kali duduk di sana, terjebak dalam dunia khayal yang diciptakannya, jauh dari kesunyian hidup nyata.
Meja kerjanya terletak di dekat jendela besar yang menawarkan pemandangan taman yang asri. Di atas meja, laptopnya selalu siap, dikelilingi oleh catatan-catatan tangan dan secangkir kopi yang sering kali dibiarkan dingin. Kamar ini menjadi saksi bisu atas berbagai ide dan kisah yang telah ia tulis, berjuang melawan kesepian dan mengukir harapan melalui setiap kata.
Tanaman hijau dalam pot kecil menghiasi sudut-sudut kamar, memberikan nuansa segar dan hidup. Di dinding, terdapat beberapa lukisan abstrak yang menggambarkan perasaan dan harapan Ayla—warna-warna cerah yang mencolok menambah semangat meski suasana hatinya kadang kelam.
Namun, meskipun semua kemewahan ini ada, Ayla tidak dapat menghapus rasa sepi yang sering menghantui. Kamar yang megah ini, yang seharusnya menjadi tempat pelarian, kadang terasa mengekang, mengingatkannya akan kekosongan yang ia rasakan dalam pernikahan yang tidak berfungsi. Dalam keheningan malam, ketika lampu-lampu kamar redup dan hanya suara ketikan keyboard yang terdengar, Ayla mengingat kembali mimpi-mimpinya yang terkubur, berharap suatu saat semuanya akan berubah.
Ayla adalah seorang penulis novel online yang sukses, karya-karyanya selalu dinantikan oleh ribuan penggemar setianya. Namun, di balik kesuksesan tersebut, terpendam rasa kesepian yang terus menghantui setiap langkahnya. Setelah menikahi Raka, segalanya berubah drastis. Suaminya yang dingin dan sibuk dengan urusan bisnis hampir selalu menghilang dari rumah, meninggalkannya sendirian, berteman dengan imajinasi dan karakter-karakter yang ia ciptakan.
Suara bel pintu tiba-tiba mengagetkannya, memecah keheningan yang menyelimuti rumah. Dengan langkah pelan, ia bangkit dari kursinya dan menuju pintu depan. Seorang kurir berdiri di sana, membawa paket berisi buku-buku yang dipesannya untuk riset novelnya. Dengan senyuman, Ayla berterima kasih dan kembali ke ruang kerjanya, membawa paket itu sambil merasakan campur aduk di hatinya.
Setibanya di ruang kerja, Ayla membuka paket tersebut dengan penuh harapan. Ia menyusun buku-buku di rak, berharap riset ini dapat membantunya mengisi kekosongan yang dirasakannya. Namun, kenyataannya, setiap halaman yang ia baca justru semakin mempertegas betapa sepinya hidupnya di rumah besar ini.
Malam makin larut, dan suaminya, Raka Wasena Aditya masih belum juga pulang. Ayla menyantap makan malam sendirian di meja besar yang seharusnya dipenuhi tawa dan cerita. Kenangan indah itu kini hanya bayang-bayang yang menghantui setiap suapan. Setelah selesai, ia kembali ke ruang kerjanya, melanjutkan menulis dengan harapan baru yang selalu ia bawa. Dalam kesendirian malam, dengan hanya ditemani suara ketikan keyboard dan imajinasi yang mengalir, Ayla menemukan pelarian dari rasa sepinya.
Di dalam novelnya, Ayla menuliskan kisah tentang seorang suami yang dingin terhadap istrinya, gambaran nyata dari kehidupan pernikahannya. Karakter suami dalam tulisannya adalah sosok yang kuat dan terpandang, tetapi menyimpan luka yang mendalam. Sementara itu, karakter istri adalah wanita penuh cinta dan harapan, yang terus berjuang untuk mencairkan hati suaminya. Melalui tulisan-tulisannya, Ayla berusaha mengekspresikan perasaannya yang terdalam, berharap suatu saat Raka akan membaca dan memahami besarnya cinta yang ia tawarkan.
Malam semakin larut, dan Ayla masih terbenam dalam dunia fiksinya. Tiba-tiba, suara pintu depan yang terbuka dengan keras mengagetkannya. Dengan cepat, ia menyadari bahwa Raka telah pulang. Ayla bangkit dari kursinya, menunggu dengan harapan bahwa malam ini akan berbeda.
Raka masuk dengan langkah goyah, wajahnya tampak kusut dan berbau alkohol. Matanya merah, pandangannya kosong, dan Ayla merasakan hati kecilnya teriris melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Ia berusaha menyapa Raka dengan lembut, berharap dapat meredakan beban yang mungkin ia rasakan.
“Raka, kamu sudah pulang,” ucap Ayla, suaranya penuh harap meskipun hatinya berdebar.
Raka hanya mengangguk, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia melangkah melewati Ayla tanpa menatapnya, menuju kamarnya yang terpisah. Ayla hanya bisa berdiri di sana, menyaksikan punggung suaminya yang semakin menjauh. Ia ingin sekali mendekati Raka, memeluknya, dan meyakinkannya bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja. Namun, ia tahu betul bahwa Raka tidak akan menerima itu.
Raka memasuki kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Ayla merasakan air mata menggenang di matanya, berusaha menahan perasaannya. Dia kembali ke ruang kerjanya dengan langkah berat, mencoba menenangkan diri. Dalam hati, ia berharap suatu hari nanti Raka akan membuka hatinya dan melihat cinta yang tulus ia tawarkan.
Dengan resah, Ayla duduk kembali di depan laptopnya, mencoba melanjutkan tulisan. Namun, pikirannya terus melayang kepada Raka. Dia kembali menulis tentang karakter suami dalam novelnya yang dingin dan penuh luka, mencerminkan perasaannya terhadap Raka. Melalui tulisan-tulisannya, Ayla berusaha mengekspresikan kerinduan dan harapan, berharap bahwa suatu saat, Raka akan menyadari betapa besar cinta yang ia miliki untuknya.
Pagi menjelang, cahaya lembut matahari menyinari sudut-sudut rumah yang megah. Ayla bangkit dari tidurnya dengan semangat baru. Hari ini, ia memutuskan untuk membuat sarapan istimewa untuk Raka. Dengan harapan bahwa momen kecil ini bisa memperbaiki suasana di antara mereka, ia berjalan menuju dapur dengan langkah ringan, menyanyikan lagu-lagu kecil dalam hati.Dapur di rumah ini adalah ruang yang mencerminkan kepribadiannya: elegan, rapi, dan hangat. Dindingnya berwarna putih bersih dengan aksen kayu alami yang memberikan nuansa hangat dan nyaman. Lemari dapur yang tertata rapi menyimpan berbagai peralatan masak, dari spatula kayu yang halus, semuanya terorganisir dengan baik. Di atas meja dapur, terdapat pot tanaman herbal segar—basil, thyme, dan rosemary—yang mengisi ruangan dengan aroma segar dan menggugah selera.Di sudut dapur, ada meja kecil tempatnya menulis catatan resepnya, menandai kreasi baru yang ingin dicobanya. Dapur ini adalah tempat pelarian baginya—sebuah ruang di man
Setelah beberapa menit dalam mobil yang sunyi, mereka tiba di depan restoran mewah yang berdiri anggun, dikelilingi oleh taman yang terawat rapi. Ayla menatap ke luar jendela, mencoba mengalihkan pikirannya dari ketegangan yang memenuhi udara. Ia melihat orang-orang yang datang dan pergi, sebagian besar dengan senyum ceria di wajah mereka, seolah tak ada yang tahu betapa beratnya hatinya saat ini.Saat Raka mematikan mesin mobil, Ayla merasakan detakan jantungnya semakin kencang. Ia menatap pintu masuk restoran yang megah, dengan tirai merah marun yang menggantung lembut, dan pelayan berpakaian rapi siap menyambut tamu. Di dalamnya, lampu-lampu berpendar lembut menciptakan suasana yang hangat, namun Ayla tahu betul bahwa itu hanya ilusi. Di balik kemewahan itu, tersimpan berbagai perasaan yang sulit diungkapkan.“Kamu sudah siap?” Raka bertanya, suaranya datar dan terkesan tidak peduli.Ayla mengangguk, walaupun ia tahu tidak ada yang bisa mempersiapkan hatinya untuk menghadapi keluar
Setelah makan siang yang penuh ketegangan, Raka dan Ayla melangkah keluar dari restoran. Suasana di luar terasa kontras dengan keadaan hati Ayla. Mentari bersinar cerah, namun hatinya terasa berat seakan semua beban yang ditanggungnya terakumulasi dalam satu hari yang melelahkan. Mereka berjalan menuju mobil, langkah Raka tampak cepat dan terfokus, sementara Ayla berusaha mengejar. Keduanya kembali ke dalam mobil, dan kesunyian menyelimuti mereka. Ayla merasakan kekosongan yang menyakitkan, seolah kata-kata yang tidak terucap menggantung di udara.Setelah beberapa saat, Raka memecah keheningan. “Aku harus menerima telepon penting,” katanya, tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia meraih ponselnya, memeriksa layar, dan terlihat tidak sabar untuk menjawab. “Maaf, ini mendesak,” tambahnya, lalu dengan cepat menelpon sambil mengemudikan mobil.Ayla menatap ke luar jendela, mengamati pemandangan yang berlalu. Dia merasa seolah berada di luar kehidupan suaminya, terasing dalam kebisuan yang kian
Suara langkah kecil terdengar di jalan setapak menuju rumah. Bintang, yang baru saja pulang dari sekolah, berlari dengan ceria, wajahnya bersinar penuh semangat. Ransel kecilnya bergoyang di punggung, dan rambutnya yang ikal berantakan menambah kesan lucu pada dirinya. Begitu melihat rumahnya yang sederhana, matanya langsung berbinar.“Mama! Tante Ayla!” teriak Bintang gembira, melompat-lompat kecil saat memasuki halaman.Ayla yang sedang duduk di beranda sambil menikmati secangkir kopi menoleh, wajahnya langsung menyiratkan kebahagiaan. “Bintang! Sayang! Tante kangen banget!” Ia segera bangkit dan membuka tangan lebar-lebar, menyambut keponakannya yang berlari menghampirinya.Bintang langsung menerjang pelukan Ayla, mengempaskan ranselnya ke tanah. “Tante, aku belajar banyak hari ini!” ujarnya dengan semangat. Wajahnya dipenuhi keceriaan, seolah seluruh dunia hanya ada untuknya.“Sungguh? Apa yang kamu pelajari?” tanya Ayla, membelai rambut Bintang dengan lembut. Rasa sayang yang men
Pagi itu, Ayla sibuk membersihkan rumah yang terasa sepi dan luas. Ia mengelap meja makan yang hampir tak pernah digunakan dan merapikan ruang tamu, sementara pikirannya melayang jauh.Sambil menatap kosong ke arah jendela, Ayla merenungkan satu tahun pernikahannya dengan Raka. Pernikahan yang seharusnya menjadi fondasi cinta dan kebersamaan, kini hanya terasa sebagai perjanjian yang dingin dan kosong. Tidak ada sentuhan kehangatan, tidak ada kata-kata manis. Hanya kewajiban yang dipenuhi dengan jarak dan keterasingan.Selama setahun terakhir, Ayla telah mencoba segalanya untuk memperbaiki hubungan mereka. Ia berusaha menjadi istri yang sabar, menyiapkan sarapan untuk Raka setiap pagi meskipun sering kali dia menolaknya dengan dingin. Ia selalu memastikan rumah mereka rapi dan terawat, berharap bahwa mungkin, pada suatu saat, Raka akan menghargai usahanya. Namun, setiap usaha itu selalu berakhir dengan kekecewaan.Raka adalah pria yang pendiam dan cenderung cuek, tetapi dalam kehening
Di dalam kamar yang sunyi, Ayla duduk di depan laptopnya, jemarinya menari di atas keyboard, mencurahkan perasaannya melalui kata-kata. Kamar itu adalah tempat favoritnya—ruang yang memberikan kenyamanan dan pelarian dari kehidupan yang sepi dan rumit. Dalam dunia novelnya, Ayla menemukan kebebasan dan kekuatan yang tak pernah ia rasakan di kehidupan nyata.Namun, saat pikirannya masih tenggelam dalam cerita yang sedang ia tulis, bunyi bel rumah yang keras dan berulang memecahkan keheningan. Ayla menghentikan tulisannya sejenak, menoleh ke arah jendela. Siapa yang datang pagi-pagi begini?Tiba-tiba, suara Ratna dan Nadya terdengar samar dari bawah. Jantung Ayla berdetak cepat. Mertuanya dan Nadya? pikirnya, panik. Mereka tidak pernah datang tanpa pemberitahuan, dan kedatangan mereka jarang membawa kabar baik.Dengan cepat, Ayla menekan tombol untuk mematikan laptopnya, khawatir jika mereka mengetahui tentang kehidupan rahasianya sebagai penulis. Ia menutup laptop dan berdiri dengan te
Setelah meninggalkan rumah, Ayla mengikuti langkah cepat Ratna dan Nadya menuju pusat perbelanjaan paling mewah di kota. Jalan-jalan di antara etalase butik-butik ternama selalu membawa aura yang penuh kemewahan, tetapi bagi Ayla, itu hanya berarti satu hal: ia akan menjadi pembawa barang-barang belanjaan yang tak ada habisnya.Mereka pertama-tama memasuki butik mewah dengan kaca yang berkilau, di mana setiap gaun dan aksesori berharga jutaan rupiah dipajang seolah-olah itu adalah karya seni. Nadya segera berjalan cepat menuju deretan baju bermerek, memilih-milih gaun yang menurutnya akan cocok untuk berbagai acara yang mungkin tidak pernah benar-benar ia hadiri.“Ayla, bawa ini,” perintah Nadya sambil menyerahkan beberapa baju mewah ke tangan Ayla. Belum sempat Ayla mengatur baju-baju yang sudah diambil, Nadya kembali menyerahkan tas tangan berwarna emas yang berkilau. “Pasti kalau pakai ini aku cantik sekali, kan?” Nadya tertawa kecil.Ayla hanya mengangguk, mencoba memasang senyum
Sepulangnya dari berbelanja dan makan siang bersama Ratna dan Nadya, tubuh Ayla terasa begitu lelah. Begitu sampai di rumah, Ayla langsung menuju kamar mandi, berharap segarnya air bisa sedikit menghilangkan rasa lelah dan tegang yang menumpuk sepanjang hari.Setelah mandi, Ayla merasa sedikit lebih baik. Ia mengenakan pakaian santai dan memutuskan untuk duduk di ruang tamu, mencoba menenangkan diri dengan membaca buku. Setiap halaman yang ia baca terasa seperti pelarian sejenak dari kenyataan hidupnya yang monoton dan penuh tekanan.Namun, belum lama ia tenggelam dalam bacaan, ponselnya berdering. Ayla menoleh ke arah ponselnya, merasa sedikit heran. Ia jarang sekali menerima telepon di malam hari kecuali dari keluarganya.Dengan sedikit ragu, Ayla mengangkat telepon dan mendekatkannya ke telinga. “Halo?”“Ayla! Ini aku, editor dari platform novel onlinemu. Maaf mengganggu di malam hari, tapi aku harus menyampaikan sesuatu yang sangat penting,” suara akrab editor itu terdengar penuh