Share

Bab 4. Mari Berdamai!

Author: Mianirah
last update Last Updated: 2023-12-05 16:30:49

“Whoa!” Abidzar berseru keras. Matanya mengerling pada Zayra dan berucap, “Kau beringas sekali,

Sayang!” Jelas, si suami hanya menyindir. “Sudah saya katakan, dilarang minta berhu—”

Pletak

Zayra menjitak kening Abidzar kencang. “Nyonya Ruhi yang bilang, anda selalu tidur hanya dengan bokser. Saya tidak mau anda sembarang lagi menaruh celana seperti kemeja tadi. Jadi, tak perlu bertingkah seolah naga anda itu menggiurkan. Ukurannya pun kecil, anda tak usah terlalu bangga.”

“Sembarangan sekali kau bilang kecil. Tahu dari mana memangnya? Lihat saja tak pernah!”

“Tak perlu melihat langsung, nanti saya muntah!”

“Awas saja kau ketagihan!”

“Tidak akan!”

Sudah lah, Abidzar hilang akal. Dia langsung saja membuka celananya di hadapan Zayra, bahkan berniat menunjukkan naganya supaya tak lagi diejek.

Namun, gerakan pria itu terhenti begitu Zayra bertanya, “Bagaimana rasanya ludah sendiri?”

Saraf-saraf otak Abidzar kembali tersambung dan dia mengumpat begitu sadar telah dibodohi.

Zayra pun berkata, “Lain kali, sebelum bertindak dan bicara itu biasakan berpikir dulu, Tuan.”

Si istri pun memangkas jaraknya dari Abidzar, lalu berbisik, “Anda tak akan pernah menang melawan saya, Suamiku sayang!”

***

“Sakit, Bodoh!”

Abidzar langsung duduk seraya mengusap daun telinga kirinya yang baru lepas dari tarikan kencang sesosok manusia. Kedua bola mata sang tuan muda pun menyorot tajam ke arah si pelaku nan sayangnya, tak merasa takut barang sedikit saja.

Jelas, orang itu adalah Zayra. Tanpa berlama-lama, gadis yang mengenakan celana training tersebut berkata, “Makanya kalau disuruh bangun itu jangan, ‘Iya,’ ‘Hm,’ ‘Iya,’ ‘Hm,’ melulu. Saya saja bahkan sudah pulang dari lari pagi—“

“Bisa tidak, mulutmu itu dikunci sehari saja?” Abidzar balas mengomel. “Ini masih terlalu pagi, jangan membuat saya naik darah!”

“Terlalu pagi apanya?” Zayra pun gegas menyibak gorden. “Lihat ke luar, matahari sudah bersinar terang, tapi lihat diri anda? Masih betah saja di bawah selimut. Tapi pantas juga sebenarnya, anda itu ‘kan Tuan Muda Manja!”

Abidzar lantas mendecakkan lidah, lalu berkata kesal, “Masih jam setengah tujuh, jadwal bangun saya masih tiga puluh menit lagi.”

“Dan anda melewatkan shalat subuh setiap harinya?” tanya Zayra sembari menyandarkan sebelah pundaknya pada kusen jendela. Dia memandang Abidzar sambil geleng-geleng kepala. “Pantas saja otak anda sering macet dan selalu melakukan hal-hal bodoh!”

Mendengarnya, Abidzar tak lagi membalas. Dia ingin pagi yang indah dan damai, bukan malah pagi yang penuh huru-hara.

Namun, Zayra sama sekali tak berniat membiarkan Abidzar merasa tenteram.

Tepat saat sang suami ingin kembali merebahkan tubuh, gadis itu berujar, “Omong-omong, Tuan Muda, saya punya satu pertanyaan. Tolong dijawab dulu, kenapa udara subuh itu dingin?”

“Karena suhunya rendah!” Abidzar membalas seadanya. Cahaya mata pria itu meredup, rona wajah pun keruh. “Kau gemar sekali mengatai saya bodoh, tapi hal seperti itu pun masih kau pertanyakan. Memang dasarnya kau itu hanya sok pintar, bukan benar-benar pintar.”

Perihal pernyataan terakhir suaminya, Zayra hanya merespons dengan seulas senyum tipis, tetapi tentang jawaban pertanyaannya, dia membalas, “Memang benar karena rendahnya suhu, tetapi saya pernah mendengar jawaban versi lain. Apakah anda mau mengetahuinya juga?”

“Ya, katakanlah.” Jangan dulu berpikir Abidzar telah luluh. Dia hanya ingin membiarkan Zayra melakukan apa yang gadis itu mau, dengan harapan Zayra juga akan membiarkannya melakukan apa yang dia mau. Katakanlah, Abidzar sedikit menekan ego.

Zayra yang senang dibuatnya langsung berujar, “Karena di waktu subuh, udaranya masih bersih dan murni. Belum tercemar oleh keberadaan umat muslim munafik yang bahkan shalat dua rakaat pun enggan ditunaikannya.”

Di titik tersebut, Abidzar sadar bahwa dirinya sedang disindir. “Saya tak menyangka, ternyata kau orang yang religius. Sekarang coba jawab pertanyaan saya, kenapa kau tidak menjadi ustazah saja?”

“Pengetahuan saya belum pantas untuk itu, Tuan.”

Abidzar tentu saja tercengang. Dia tak menyangka bahwa Zayra akan membalasnya dengan tenang, padahal sudah jelas pria itu bertanya dengan maksud memojokkan.

Tak mau menyerah, Abidzar kembali mencoba. “Satu lagi, kenapa kau tidak menutup aurat? Bukankah sebagai muslimah yang taat hal itu adalah perkara wajib?”

Bersama air muka bersahaja, Zayra menjawab, “Jujur saja, sebenarnya saya ingin, tapi hati saya masih sering kali goyah. Maka dari itu, saya minta doa anda, semoga saya cepat mendapatkan hidayah untuk itu, Tuan.”

“Ya!!” Abidzar frustrasi seketika. Dia bertanya dengan berteriak, “Kenapa kau menjawabnya setenang itu? Apa kau benar-benar telah menjadi bodoh sampai tak sadar bahwa saya hanya sedang menyindir? Ayolah! Apa kau pikir saya benar-benar penasaran tentang dirimu itu, gadis perawan tua?”

Melihat raut wajah Abidzar, nyatanya berhasil menggelitik saraf otak seorang Zayra. Namun, gadis itu memilih menahan tawanya dan balik melayangkan tanya, “Jadi, anda berharap saya akan marah? Ayolah, Tuan, sadar sedikit. Itu hanya salah satu perbedaan antara kita.”

“Apa maksudmu?”

Sebelum menjawab, Zayra menyempatkan untuk menyeringai. “Saat berhadapan dengan fakta yang menyinggung ego, orang bijak akan mencari tahu kebenarannya lalu introspeksi diri, sementara orang bodoh, dia akan marah seperti bayi tantrum yang kemauannya tak ditiruti.”

Maka langsung saja, Abidzar bangkit berdiri. Pria itu mengejar Zayra sambil memaki, “Sekali lagi kau menyebu saya bodoh, percayalah mulutmu itu tak akan selamat!”

Zayra sama sekali tak gentar, malahan dia senang sebab sudah berhasil membuat Abidzar tak tidur kembali. Tugasnya tinggal membiasakan si tuan muda untuk bangun lebih pagi dan lebih produktif. Dia pun berseru, “Anda bodoh, Tuan Muda!”

“Zayra!”

“Sungguh, anda itu bayi tua tantrum, Tuan,” ujar Zayra yang sedetik berikutnya memilih bersembunyi di kamar mandi, sekaligus bebersih diri.

•••

“Bagaimana istirahatmu tadi malam, Zayra? Abidzar tak mengganggu atau memaksamu tidur di lantai, ‘kan?”

Zayra yang baru keluar dari dapur membawa teko minuman pagi, lantas menatap ke arah Tuan Sam nan sudah duduk nyaman di ruang makan. Tentu saja, gadis yang ditanyai itu lekas menjawab, “Semuanya aman, Tuan.”

“Jangan lagi panggil Tuan, panggil beliau Papa saja,” imbuh Nyonya Ruhi yang berada di kursi sebelah kanan dari kursi utama. Beliau mengingatkan Zayra seraya meraih cangkir yang diulurkan sang menantu.

Zayra pun tersenyum. “Saya rasa, lebih baik tetap seperti dulu saja, Nyonya.”

“Tap—“

“Biarkan saja, Ma!” Sebuah suara bariton langsung memotong ucapan Nyonya Ruhi dari arah belakang.

Kompak, Nyonya Ruhi, Tuan Sam serta Zayra menatap ke sumber suara dan menemukan Abidzar di sana.

“Bukankah kita sepakat merahasiakan pernikahan ini dari publik?” sambung Abidzar mendudukkan diri pada kursi di seberang sang Papa. “Kalau dia mengubah panggilannya pada kalian, orang lain bisa saja curiga.”

“Ya, saya juga berpikir demikian, Nyonya, Tuan,” kata Zayra lalu melangkah ke arah Abidzar. Bagaimana lagi? Di mansion itu statusnya adalah sebagai Nyonya Muda, sudah jelas kursinya adalah di sisi sang Tuan Muda.

Namun, gadis berpakaian rumahan itu dibuat tercengang dengan apa yang dilihat. Bisa-bisanya Abidzar duduk mengangkang semata agar kedua kakinya menempati permukaan kursi pada sisi kanan dan kirinya?

Bukankah itu kelewatan?

Nyonya Ruhi yang menyadari hal tersebut, tersenyum kecil dibuatnya. Dalam hati, wanita bernama belakang Altamimi tersebut berharap, semoga kebencianmu segera berubah menjadi cinta, Abi!

Lekas, Nyonya Ruhi berkata, “Ke mari, Zayra, duduk di kiri Papa mertuamu saja. Abi itu menyebalkan, biar saja dia sendiri tanpa kawan!”

Jelas, Zayra tak menolak.

Sesi sarapan pun berjalan lancar dengan Abidzar yang terus saja memandang istrinya penuh permusuhan. Sejak dulu, gadis itu mudah sekali menjadi pusat dunia kedua orang tuanya.

Sampai pukul delapan kurang dua puluh menit, Tuan Sam dan Abidzar bertolak ke kantor. Sebagai istri yang baik, Nyonya Ruhi mengantar suaminya sampai ke pintu utama. Zayra yang juga telah menjadi istri pun, mau tak mau melakukan hal serupa.

Berbeda dari pasangan paruh baya nan masih mesra dengan adegan cium tangan dibalas cium kening, Abidzar dan Zayra justru berdiri berhadapan seperti atasan dan bawahan.

Abidzar yang sedikit penasaran, lebih dulu bersuara. Dia bertanya, “Kau tidak bekerja?”

“Tuan Muda, perlu anda ingat bahwa saya baru kembali dari Nantong kemarin lusa. Jadi, Tuan Sam menyuruh saya istirahat sampai beberapa hari ke depan.” Zayra pun mengikis jaraknya dari Abidzar, lalu memperbaiki tatanan dasi si suami yang sedikit miring ke kiri.

“Mata saya sakit melihatnya. Anda ini sudah tua, lain kali lebih rapilah berpenampilan!” ucap Zayra.

“Telinga saya sakit mendengarnya, kau ini cerewet sekali!” balas Abidzar bernada jengkel. Dia pun menyusul ayahnya menuju bagasi, tetapi berhenti pada langkah ke lima sebab Zayra mencegatnya. “Kenapa lagi?”

“Mari berdamai, Tuan!”

Related chapters

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 5. Tekad Baja Abidzar

    Tawaran damai dari Zayra ditolak mentah-mentah oleh Abidzar. Itu pula nan menjadi alasan mengapa Zayra kembali ke setelan awal hubungannya dengan sang tuan muda, tak lain dan tak bukan, layaknya anjing dan kucing. Saling menggonggong-mengeong dengan nada tinggi tak berkesudahan, serta saling cakar melampiaskan amarah juga pembalasan dari kekalahan di waktu yang lalu. Persis seperti yang terjadi di ruang kerja nan ditempati Manager Pemasaran Perusahan Raksasa Dantex Group a.k.a Abidzar Khafi Daneswara. “Kau, kenapa kau ada di sini?” tanya Abidzar syok, sekaligus merasakan aura tak mengenakkan terhadap kehadiran Zayra di hadapannya. Satu pekan tinggal bersama, tentu membuat Abidzar hafal di luar kepala bagaimana tabiat si istri sementara. “Menumpang BAB,” balas Zayra berwajah datar. Namun, ekspresi tersebut berubah murka secepat kilat kala si wanita melihat Abidzar mengangguk seolah percaya. “Tentu saja bekerja!” Zayra membanting tumpukan berkas di tangannya ke meja kerja san

    Last Updated : 2024-07-26
  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 6. Abidzar Sebleng

    Abidzar tampan? Jelas jawabannya adalah ya! Pria itu lahir dari pasangan suami-istri berwajah rupawan. Ayahnya tampan khas pria Asia Tenggara, berbadan tegap, dengan mata gelap memesona. Ibunya pula berkulit putih, hidung mancung khas wanita Timur Tengah, serta senyum indah menenangkan dengan dagu terbelah. Gen terbaik dari dua orang itu, menyatu dengan sempurna sehingga visual Abidzar sukses memabukkan mata kaum hawa. Sayangnya, sinyal ketampanan yang demikian sama sekali tak berpengaruh lebih pada Zayra. Memang, gadis itu mengakui wajah suaminya jauh di atas rata-rata, tapi baginya, ketampanan wajah bukan prioritas untuk membuatnya terpana. Buktinya, Zayra tetap bisa memasang lipstik dengan benar meski penampilan Abidzar tampak paripurna dari bayangan yang dipantulkan cermin tempatnya berhias. “Tolong ambilkan parfum berbotol lonjong itu, Istriku.”“Panggilan yang anda sematkan untuk saya barusan terdengar ambigu, Tuan. Salah-salah, orang akan berpikir bahwa anda benar-benar me

    Last Updated : 2024-07-29
  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 1. Pria yang Tak Pernah Berubah

    Pukul sebelas malam, Zayra tiba di mansion mewah bertingkat lima yang tak lain adalah kediaman orang paling berjasa dalam pencapaian kariernya. Wanita muda itu menyeret koper begitu turun dari taxi, dan disambut oleh salah satu petugas keamanan untuk diantarkan sampai ke depan pintu utama.Sembari menunggu pintu dibukakan, Zayra merapikan kerah cardingan-nya yang sedikit melorot. Tepat setelah penampilannya kembali baik, gadis itu balik badan sebab mendengar daun pintu telah dibukakan.“Selamat ma—” Zayra terdiam seketika. Dia pikir, yang membukakan pintu adalah maid, rupanya bukan. Segera, gadis itu memasang senyum sopan pada sosok jangkung berwajah rupawan yang kini berdiri persis di hadapan. “Selamat malam, Tuan Muda. Maaf sudah merepotkan anda membukakan pintu.” Ah, basa-basi, Zayra sebenarnya kurang menyukai hal tersebut, tetapi harus dilakukannya demi kenyamanan bersama. Gadis itu masih tak beranjak, sekadar sopan santun menunggu balasan dari putra sang pemilik rumah. Namun, ap

    Last Updated : 2023-12-03
  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 2. Berharap Pada Abidzar

    “Selamat malam, Tuan,” sapa Zayra begitu dipersilakan masuk ke ruang kerja Tuan Besar Daneswara yang berada di lantai tiga. “Akhirnya kamu datang juga, Zayra. Maaf membuatmu ke mari malam-malam begini.” Tuan Abrisam pun mengajak Zayra duduk ke sofa, semata supaya perbincangan mereka berjalan lebih santai. Saat Zayra mengangguk atas ucapan maafnya, beliau pun menyambung kata, “Saya benar-benar tak bisa tidur rasanya. Kali ini, kelakuan Abidzar membuat saya hampir mati berdiri. Kamu sudah mendengar ceritanya, bukan?""Ya," Zayra menjawab singkat. Sehingga Tuan Sam tak mampu menahan lidahnya untuk membeberkan, "Bisa-bisanya anak itu tidak jadi merilis produk terbaru kita yang sudah disiapkan dengan sempurna dari segala aspek, hanya karena istri sekretarisnya melahirkan dadakan. Ya Tuhan, padahal dia hanya tinggal—ah, sudahlah. Memikirkan hal itu lagi, membuat saya malu menampakkan wajah di hadapan dewan direksi perusahaan."“Saya turut menyayangkan hal tersebut, Tuan,” ucap Zayra pela

    Last Updated : 2023-12-03
  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 3. Perintah Zayra

    Tak bisa menolak, tak bisa mengelak. Itulah keadaann Abidzar dan Zayra yang kini duduk bersisian di ranjang luas dalam kamar sang Tuan Muda Daneswara. Mereka hanya diam sambil menghela napas lantaran masih di tahap coba menerima keadaan, di mana keduanya telah sah menjadi sepasang suami-istri sejak setengah jam lalu.Ya, keinginan Tuan Sam berjalan mulus dan secepat kilat. Hanya berselang sehari saja sejak berhasil membuat Zayra berkata setuju, pernikahan pun digelar meski ala kadarnya. Jelas, itu bukan karena mereka yang tak mampu, melainkan sebab syarat dari sang putra yang sulit sekali dijinakkan. Dalam otak tuan dan nyonya Daneswara kala itu hanya pernikahan sah di mata agama dan negara lah yang jadi prioritas. Masalah mengumumkan pernikahan, bisa dilakukan belakangan. Sadar bahwa diam-diaman tak menyelesaikan masalah, Zayra meminta atensi Abidzar lantaran ingin memastikan masa depan. “Bagaimana jalannya pernikahan ini nantinya, Tuan Muda?” “Sudah jelas, status kita hanya seba

    Last Updated : 2023-12-03

Latest chapter

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 6. Abidzar Sebleng

    Abidzar tampan? Jelas jawabannya adalah ya! Pria itu lahir dari pasangan suami-istri berwajah rupawan. Ayahnya tampan khas pria Asia Tenggara, berbadan tegap, dengan mata gelap memesona. Ibunya pula berkulit putih, hidung mancung khas wanita Timur Tengah, serta senyum indah menenangkan dengan dagu terbelah. Gen terbaik dari dua orang itu, menyatu dengan sempurna sehingga visual Abidzar sukses memabukkan mata kaum hawa. Sayangnya, sinyal ketampanan yang demikian sama sekali tak berpengaruh lebih pada Zayra. Memang, gadis itu mengakui wajah suaminya jauh di atas rata-rata, tapi baginya, ketampanan wajah bukan prioritas untuk membuatnya terpana. Buktinya, Zayra tetap bisa memasang lipstik dengan benar meski penampilan Abidzar tampak paripurna dari bayangan yang dipantulkan cermin tempatnya berhias. “Tolong ambilkan parfum berbotol lonjong itu, Istriku.”“Panggilan yang anda sematkan untuk saya barusan terdengar ambigu, Tuan. Salah-salah, orang akan berpikir bahwa anda benar-benar me

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 5. Tekad Baja Abidzar

    Tawaran damai dari Zayra ditolak mentah-mentah oleh Abidzar. Itu pula nan menjadi alasan mengapa Zayra kembali ke setelan awal hubungannya dengan sang tuan muda, tak lain dan tak bukan, layaknya anjing dan kucing. Saling menggonggong-mengeong dengan nada tinggi tak berkesudahan, serta saling cakar melampiaskan amarah juga pembalasan dari kekalahan di waktu yang lalu. Persis seperti yang terjadi di ruang kerja nan ditempati Manager Pemasaran Perusahan Raksasa Dantex Group a.k.a Abidzar Khafi Daneswara. “Kau, kenapa kau ada di sini?” tanya Abidzar syok, sekaligus merasakan aura tak mengenakkan terhadap kehadiran Zayra di hadapannya. Satu pekan tinggal bersama, tentu membuat Abidzar hafal di luar kepala bagaimana tabiat si istri sementara. “Menumpang BAB,” balas Zayra berwajah datar. Namun, ekspresi tersebut berubah murka secepat kilat kala si wanita melihat Abidzar mengangguk seolah percaya. “Tentu saja bekerja!” Zayra membanting tumpukan berkas di tangannya ke meja kerja san

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 4. Mari Berdamai!

    “Whoa!” Abidzar berseru keras. Matanya mengerling pada Zayra dan berucap, “Kau beringas sekali, Sayang!” Jelas, si suami hanya menyindir. “Sudah saya katakan, dilarang minta berhu—” PletakZayra menjitak kening Abidzar kencang. “Nyonya Ruhi yang bilang, anda selalu tidur hanya dengan bokser. Saya tidak mau anda sembarang lagi menaruh celana seperti kemeja tadi. Jadi, tak perlu bertingkah seolah naga anda itu menggiurkan. Ukurannya pun kecil, anda tak usah terlalu bangga.”“Sembarangan sekali kau bilang kecil. Tahu dari mana memangnya? Lihat saja tak pernah!” “Tak perlu melihat langsung, nanti saya muntah!” “Awas saja kau ketagihan!”“Tidak akan!”Sudah lah, Abidzar hilang akal. Dia langsung saja membuka celananya di hadapan Zayra, bahkan berniat menunjukkan naganya supaya tak lagi diejek.Namun, gerakan pria itu terhenti begitu Zayra bertanya, “Bagaimana rasanya ludah sendiri?” Saraf-saraf otak Abidzar kembali tersambung dan dia mengumpat begitu sadar telah dibodohi. Zayra pun be

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 3. Perintah Zayra

    Tak bisa menolak, tak bisa mengelak. Itulah keadaann Abidzar dan Zayra yang kini duduk bersisian di ranjang luas dalam kamar sang Tuan Muda Daneswara. Mereka hanya diam sambil menghela napas lantaran masih di tahap coba menerima keadaan, di mana keduanya telah sah menjadi sepasang suami-istri sejak setengah jam lalu.Ya, keinginan Tuan Sam berjalan mulus dan secepat kilat. Hanya berselang sehari saja sejak berhasil membuat Zayra berkata setuju, pernikahan pun digelar meski ala kadarnya. Jelas, itu bukan karena mereka yang tak mampu, melainkan sebab syarat dari sang putra yang sulit sekali dijinakkan. Dalam otak tuan dan nyonya Daneswara kala itu hanya pernikahan sah di mata agama dan negara lah yang jadi prioritas. Masalah mengumumkan pernikahan, bisa dilakukan belakangan. Sadar bahwa diam-diaman tak menyelesaikan masalah, Zayra meminta atensi Abidzar lantaran ingin memastikan masa depan. “Bagaimana jalannya pernikahan ini nantinya, Tuan Muda?” “Sudah jelas, status kita hanya seba

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 2. Berharap Pada Abidzar

    “Selamat malam, Tuan,” sapa Zayra begitu dipersilakan masuk ke ruang kerja Tuan Besar Daneswara yang berada di lantai tiga. “Akhirnya kamu datang juga, Zayra. Maaf membuatmu ke mari malam-malam begini.” Tuan Abrisam pun mengajak Zayra duduk ke sofa, semata supaya perbincangan mereka berjalan lebih santai. Saat Zayra mengangguk atas ucapan maafnya, beliau pun menyambung kata, “Saya benar-benar tak bisa tidur rasanya. Kali ini, kelakuan Abidzar membuat saya hampir mati berdiri. Kamu sudah mendengar ceritanya, bukan?""Ya," Zayra menjawab singkat. Sehingga Tuan Sam tak mampu menahan lidahnya untuk membeberkan, "Bisa-bisanya anak itu tidak jadi merilis produk terbaru kita yang sudah disiapkan dengan sempurna dari segala aspek, hanya karena istri sekretarisnya melahirkan dadakan. Ya Tuhan, padahal dia hanya tinggal—ah, sudahlah. Memikirkan hal itu lagi, membuat saya malu menampakkan wajah di hadapan dewan direksi perusahaan."“Saya turut menyayangkan hal tersebut, Tuan,” ucap Zayra pela

  • Pernikahan Sementara Tuan Arogan & Nona Perfeksionis   Bab 1. Pria yang Tak Pernah Berubah

    Pukul sebelas malam, Zayra tiba di mansion mewah bertingkat lima yang tak lain adalah kediaman orang paling berjasa dalam pencapaian kariernya. Wanita muda itu menyeret koper begitu turun dari taxi, dan disambut oleh salah satu petugas keamanan untuk diantarkan sampai ke depan pintu utama.Sembari menunggu pintu dibukakan, Zayra merapikan kerah cardingan-nya yang sedikit melorot. Tepat setelah penampilannya kembali baik, gadis itu balik badan sebab mendengar daun pintu telah dibukakan.“Selamat ma—” Zayra terdiam seketika. Dia pikir, yang membukakan pintu adalah maid, rupanya bukan. Segera, gadis itu memasang senyum sopan pada sosok jangkung berwajah rupawan yang kini berdiri persis di hadapan. “Selamat malam, Tuan Muda. Maaf sudah merepotkan anda membukakan pintu.” Ah, basa-basi, Zayra sebenarnya kurang menyukai hal tersebut, tetapi harus dilakukannya demi kenyamanan bersama. Gadis itu masih tak beranjak, sekadar sopan santun menunggu balasan dari putra sang pemilik rumah. Namun, ap

DMCA.com Protection Status