“Selamat malam, Tuan,” sapa Zayra begitu dipersilakan masuk ke ruang kerja Tuan Besar Daneswara yang berada di lantai tiga.
“Akhirnya kamu datang juga, Zayra. Maaf membuatmu ke mari malam-malam begini.” Tuan Abrisam pun mengajak Zayra duduk ke sofa, semata supaya perbincangan mereka berjalan lebih santai.Saat Zayra mengangguk atas ucapan maafnya, beliau pun menyambung kata, “Saya benar-benar tak bisa tidur rasanya. Kali ini, kelakuan Abidzar membuat saya hampir mati berdiri. Kamu sudah mendengar ceritanya, bukan?""Ya," Zayra menjawab singkat.Sehingga Tuan Sam tak mampu menahan lidahnya untuk membeberkan, "Bisa-bisanya anak itu tidak jadi merilis produk terbaru kita yang sudah disiapkan dengan sempurna dari segala aspek, hanya karena istri sekretarisnya melahirkan dadakan. Ya Tuhan, padahal dia hanya tinggal—ah, sudahlah. Memikirkan hal itu lagi, membuat saya malu menampakkan wajah di hadapan dewan direksi perusahaan."“Saya turut menyayangkan hal tersebut, Tuan,” ucap Zayra pelan lantaran melihat jelas wajah Tuan Sam yang muram. “Besok pagi, saya akan menyelesaikan masalah tersebut. Anda tak perlu merasa khawatir lagi.”Lantas, Tuan Sam menatap senang pada Zayra yang begitu perhatian. Rasanya, beliau akan berbangga diri jika memiliki anak perempuan seperti gadis di hadapan. Sayang sekali, dia dan istri hanya dikarunia putra semata wayang, yang kelakuannya justru membuat kepala pusing berkepanjangan.“Untuk masalah di perusahaan, hal itu sudah saya bereskan tadi pagi,” Tuan Sam menjeda, menatap lekat pada raut ingin tahu Zayra yang menunggu kalimatnya sempurna. “Sore tadi saya berdiskusi dengan istri saya, dan kami sepakat meminta bantuanmu, Zayra.”“Tak perlu sungkan, Tuan, katakan saja terus terang. Saya pasti melakukan apa pun untuk anda dan Nyonya,” tutur Zayra cepat begitu melihat kegamangan di wajah lawan bicaranya.“Tapi ini bukan untuk kami.”“Lantas?”“Untuk Abidzar.”Tuan Sam memijat pelipis kanannya sembari menimang keputusan. Saat merasa patut mencoba, lekas beliau berkata, “Harus diakui, Abidzar jadi begini karena kekeliruan kami sebagai orang tuanya. Setiap kali dia membuat masalah, kami selalu membereskannya hingga bersih tak bernoda tanpa melibatkannya sama sekali. Setelah itu, kami pun tak pernah menegurnya.”Zayra diam saja, menunggu Tuan Sam tuntas bicara.“Sejak dulu, kami hanya berharap dia akan sadar seiring dengan berjalannya waktu. Namun, rupanya tidak. Alih-alih menjadi bijak, Abidzar justru membiarkan sifat arogannya tumbuh tak terkendali. Kamu tahu bukan, saya hanya punya satu putra? Artinya, Abidzar adalah satu-satunya pewaris saya. Tapi, melihat sikapnya sekarang, bagaimana bisa saya memberikan Dantex Grup padanya dengan tenang? Karena itu, kami butuh bantuan kamu, Zayra. Bimbing dia, menikahlah dengannya.”“Menikah?” Zayra terkejut bukan main. Kelopak matanya yang membuka lebar, segera dinormalkannya dan menatap lekat pada Tuan Sam yang memasang wajah penuh harap.“Saya berjanji akan membimbing Tuan Muda Abidzar semaksimal mungkin, Tuan. Tapi untuk menikah dengannya—” Zayra menggelengkan kepala dengan gerakan pelan, lalu menyambung ucapan, “saya rasa itu tidak perlu.”Mendapati Tuan Sam terdiam, Zayra lekas mengingatkan, “Anda tahu sendiri, bukan? Kami tak pernah akur sejak dulu, dan saya pun dua tahun lebih tua darinya, Tuan. Saya yaki—”“Usia hanya angka, Zayra,” potong Tuan Sam cepat. “Ada banyak sekali pasangan yang berhasil di pernikahan mereka meski usia istrinya lebih tua. Jadi, saya rasa itu bukanlah masalah.”Zayra bungkam, jelas saja perasaannya masih sama.Keberatan.Tuan Sam pun kembali memberi pertimbangan, “Tentang kalian yang tak pernah akur sejak kecil, saya tahu betul bahwa itu adalah ulah Abidzar yang mengganggu kamu lebih dulu. Saya hanya berharap semoga kamu selalu sabar menghadapinya, dan bimbing tingkah lakunya juga.”“Tapi—”“Zayra, kami memang memanjakan Abidzar sejak dia kecil. Tetapi sejak anak itu kuliah Magister, kami tidak lagi begitu. Kami sering kali mengingatkannya, bahkan sampai dia menyuruh kami menjadi ustaz dan ustazah saja karena terlalu sering memberinya ceramah. Jadi, kalau kamu pikir akan berhasil membimbingnya tanpa menikah, saya yakin itu hanya akan membuang-buang waktumu.”“Lain halnya jika kalian menikah, kamu bisa membimbingnya sepanjang hari. Dari pagi sampai malam, dari perkara luar maupun dalam, tak ada lagi batasan yang perlu kalian perhitungkan,” sambung Tuan Sam masih berusaha membujuk Zayra.Zayra sendiri tak langsung menjawab.Lagi, Tuan Sam menyampaikan, "Dia juga tak akan berani memandangmu sebelah mata, Zayra, karena di belakang kamu, ada saya dan ibunya."Melihat sorot putus asa di netra Tuan Sam, sebenarnya membuat gadis itu tak tega, tetapi untuk menerima permintaan tersebut?Ayolah, baru beberapa menit lalu dia dan Abidzar bentrok cukup hebat. Abidzar menoyor kepalanya kencang, Zayra pula balas mencederai pergelangan tangan si Tuan Muda. Gadis itu yakin tak akan patah, tetapi yang bernama Abidzar pasti akan menyimpan dendam tak berkesudahan.Mereka yang demikian, lantas disatukan dalam bahtera pernikahan? Oh Tuhan, selamat tinggal pada keharmonisan.“Kamu tidak sedang punya pacar, ‘kan, Zayra?” Pertanyaan Tuan Sam seketika membawa Zayra keluar dari lamunan.Si gadis pun balas dengan menggeleng.“Syukurlah, artinya tidak ada masalah. Abidzar juga sedang tidak punya pacar, bersama mantannya pun sudah putus kontak sejak mereka berpisah tiga bulan lalu.” Tuan Sam tersenyum lega.Zayra makin nelangsa.Menyadari Zayra belum berkata setuju, Tuan Sam menambahkan, “Kalau kamu ragu karena tidak adanya cinta antara kalian, maka saya yakin, tak akan butuh lama bagi Abidzar untuk menyukaimu, Zayra.”“Kamu gadis cerdas, pasti banyak pria yang ingin memilikimu. Karier kamu bagus, paras pun jelita. Begitu juga dengan Abidzar—” Tuan Sam menyeruput air beningnya, sekadar membasahi kerongkongan nan telah kerontang.“Kalian sangat cocok, benar-benar serasi untuk bersanding. Kamu hanya perlu memoles sikapnya saja, dan dia akan jadi sosok yang nyaris sempurna. Sungguh, Zayra, saya tulus meminta bantuanmu, tanpa sedikit pun maksud menuntut balas budi.”Justru karena kalimat terakhir itulah, Zayra jadi sedikit tertekan.Dulu, Tuan Sam yang memenuhi kebutuhan hidupnya, membayar hutang-hutang mendiang orang tuanya, membiayai sekolahnya hingga jenjang magister bahkan menawarkan study lanjutan ke tingkat strata tiga, memberinya jabatan tinggi di kantor Dantex Grup cabang luar negeri, dan kini meminta bantuan tanpa mengungkit jasa ataupun balas budi.Jika masih menolak, rasanya Zayra akan menjadi manusia paling tak berhati di muka bumi.Akhirnya, gadis itu memutuskan, “Baik, saya setuju, Tuan. Asalkan Tuan Muda Abidzar juga setuju.”Dalam hati, Zayra hanya bisa berharap pada Abidzar, "Semoga kecongkakanmu cukup berguna untuk menolak ini, Tuan Muda Arogan."***“Saya gak mau, Pa!” Abidzar langsung berdiri dan menatap ayahnya tajam. “Dijodohkan saja saya ogah, apalagi dengan Zayra. Yang benar saja? Bagaimana mungkin saya sudi memperistri gadis tua sepertinya? Huh, apa ini karena permintaannya? Katakan padanya, upik abu tak usah berlagak menjadi Cinderella!”“Jaga ucapan kamu, Abidzar!” Nyonya Ruhi memelotot pada sang putra semata wayang. Wanita yang baru pulang dari kampung halamannya di negara Dubai tersebut melanjutkan kata, “Biar pun Zayra lahir dari kalangan bawah, tapi dia mampu membuktikan bahwa dirinya berkualitas di atas rata-rata. Kamu harusnya introspeksi diri. Jika menikahinya, siapa yang sebenarnya untung dan merugi?”“Ma,” ucap Abidzar lirih seraya menghela napas.Jika dengan ayahnya, si tuan muda tak segan untuk bersikeras, tetapi jika berhadapan dengan sang ibu, keberaniannya seakan hangus tak berbekas. “Tolong, hukum saya dengan cara lain saja. Apa pun, selain menikah dengan Zayra. Hidup anakmu ini pasti akan sengsara jika bersamanya, Ma.”“Sengsara dari segi mananya, Abidzar?” tanya Nyonya Ruhi ingin tahu pandangan si putra.“Jelas, Zayra itu gadis baik,” sambung Tuan Sam membela.Abidzar langsung menyahut jengkel, “Ya, gadis baik yang membuat pergelangan tangan anakmu ini terkilir di rumahmu sendiri, Pa. Bahkan ngilunya terapi masih terasa, tapi kalian justru menyuruh saya menikahi perawan tua barbar itu dengan alasan dia gadis baik. Sungguh, itu lelucon paling tidak lucu sealam raya, Pa, Ma.”“Itu pasti karena kamu dulu yang berulah, Abi,” balas Nyonya Ruhi disusul dengan memanggil Kepala Maid untuk dimintai keterangan.Tatkala mendapatkan cerita lengkapnya, beliau murka pada sang putra. “Bisa-bisanya kamu memperlakukan Zayra seperti itu, Abi! Kamu pepet dia ke pilar, kamu jambak rambutnya, dan menuduhnya yang bukan-bukan. Kalau Mama yang di posisi Zayra, Mama pasti akan menendang aset masa depanmu biar kamu kapok seumur hidup!”Membayangkan itu, Abidzar mendesis khawatir tiba-tiba. Dia tahu betul bahwa ibunya tak sedang membual belaka. Si tuan Muda pun membela diri, “Saya tidak menjambak rambutnya, Ma. Saya hanya memegangnya saja, hanya menggertak, tak lebih!”“Tapi Tuan Muda juga menoyor kepala Nona Zayra kencang, hampir saja beliau terjengkang!” ungkap Kepala Maid sambil menunduk. Beliau sedikit takut jika si tuan muda mengamuk, tetapi merasa perlu mengungkap kebenaran sedetail-detailnya.“Astaga, Abidzar, kenapa kamu sekasar itu pada wanita? Ingat, Nak, Mamamu ini pun wanita!” Nyonya Ruhi yang tadinya berdiri, kini lemas dan segera duduk ke kursi. Beliau langsung menyandarkan kepalanya pada dada sang suami, minta ditransfer energi. “Mas, anak kita kenapa jadi seperti ini? Dia salah makan apa sebenarnya?”“Saya pun bingung, Sayang. Tenang ya, biar saya yang bicara dengannya,” ujar Tuan Sam sembari mengelus-elus puncak kepala istri tercintanya. Beliau ganti menatap Abidzar dan menyuruh, “Duduk, kita bicarakan ini dengan kepala dingin, serius, dan tuntas sampai ke akar-akarnya!”“Dari mana jalannya kamu menyangka Papa dan Zayra terlibat hal yang bukan-bukan, boy? Otakmu sepertinya sudah terlalu pendek.” Tuan Abrisam menyambung ucapan seraya menepuk bahu anaknya sebanyak dua ketukan, “Kalau pun iya, harusnya Papa lakukan sejak dulu saja, sejak dia masih dua puluh tahunan dan sedang segar-segarnya.”“Nah, itu. Zayra sudah tidak segar lagi, Pa,” sahut Abidzar cepat, enggan menyia-nyiakan kesempatan. Terbilang jarang papanya itu membahas kekurangan seorang Zayra di hadapannya. “Tidak mungkin, bukan, Papa membiarkan anak tampanmu ini berakhir dengan perawan tua sepertinya?”Tuan Sam menyengir. Dia punya sebuah frasa. “Ibaratkan jambu air, buahnya yang baru dipetik dari pohon itu kadang masih ada asam-asamnya, Abidzar. Berbeda dengan Zayra sekarang ini. Dia sedang ranum—”“Papa sengaja menjebakku!” Abidzar mendelik. “Papa sengaja mengambil contoh buah jambu air yang ada asam-asamnya, padahal ada buah durian yang dijamin manis.”“Ya, kamu cabalah belah dengan Zayra dulu, baru kau tahu duriannya itu manis atau tidak.” Tuan Sam lalu memandang istrinya yang terkekeh melihat tampang tak terima di wajah Abidzar. “Satu lagi poin pentingnya, Abi, Zayra itu sedang di masa produktif. Papa yakin, fisik dan psikologinya sudah siap untuk mengandung. Rasanya, papa tidak sabar memomong cu—”“Itu mimpi buruk!”“Ayolah, Abi,” Nyonya Ruhi tak ingin ketinggalan. “Begini saja, jika kamu memberi kami cucu dari Zayra, semua harta milik Mama akan jadi milikmu.”“Tidak usah, Ma. Harta saya dari Papa sudah lebih dari cukup.” Abidzar sebenarnya tergiur, tetapi jika gantinya adalah memperistri Zayra, dia memilih untuk mundur saja.Sementara dua detik berikutnya, Tuan Sam menyeringai. Beliau pun menyampaikan ultimatum penting yang membuat mata Abidzar memelotot seketika.“Perlu kamu ketahui, Papa berencana mengalihkan semua harta Papa pada Zayra!”Tak bisa menolak, tak bisa mengelak. Itulah keadaann Abidzar dan Zayra yang kini duduk bersisian di ranjang luas dalam kamar sang Tuan Muda Daneswara. Mereka hanya diam sambil menghela napas lantaran masih di tahap coba menerima keadaan, di mana keduanya telah sah menjadi sepasang suami-istri sejak setengah jam lalu.Ya, keinginan Tuan Sam berjalan mulus dan secepat kilat. Hanya berselang sehari saja sejak berhasil membuat Zayra berkata setuju, pernikahan pun digelar meski ala kadarnya. Jelas, itu bukan karena mereka yang tak mampu, melainkan sebab syarat dari sang putra yang sulit sekali dijinakkan. Dalam otak tuan dan nyonya Daneswara kala itu hanya pernikahan sah di mata agama dan negara lah yang jadi prioritas. Masalah mengumumkan pernikahan, bisa dilakukan belakangan. Sadar bahwa diam-diaman tak menyelesaikan masalah, Zayra meminta atensi Abidzar lantaran ingin memastikan masa depan. “Bagaimana jalannya pernikahan ini nantinya, Tuan Muda?” “Sudah jelas, status kita hanya seba
“Whoa!” Abidzar berseru keras. Matanya mengerling pada Zayra dan berucap, “Kau beringas sekali, Sayang!” Jelas, si suami hanya menyindir. “Sudah saya katakan, dilarang minta berhu—” PletakZayra menjitak kening Abidzar kencang. “Nyonya Ruhi yang bilang, anda selalu tidur hanya dengan bokser. Saya tidak mau anda sembarang lagi menaruh celana seperti kemeja tadi. Jadi, tak perlu bertingkah seolah naga anda itu menggiurkan. Ukurannya pun kecil, anda tak usah terlalu bangga.”“Sembarangan sekali kau bilang kecil. Tahu dari mana memangnya? Lihat saja tak pernah!” “Tak perlu melihat langsung, nanti saya muntah!” “Awas saja kau ketagihan!”“Tidak akan!”Sudah lah, Abidzar hilang akal. Dia langsung saja membuka celananya di hadapan Zayra, bahkan berniat menunjukkan naganya supaya tak lagi diejek.Namun, gerakan pria itu terhenti begitu Zayra bertanya, “Bagaimana rasanya ludah sendiri?” Saraf-saraf otak Abidzar kembali tersambung dan dia mengumpat begitu sadar telah dibodohi. Zayra pun be
Tawaran damai dari Zayra ditolak mentah-mentah oleh Abidzar. Itu pula nan menjadi alasan mengapa Zayra kembali ke setelan awal hubungannya dengan sang tuan muda, tak lain dan tak bukan, layaknya anjing dan kucing. Saling menggonggong-mengeong dengan nada tinggi tak berkesudahan, serta saling cakar melampiaskan amarah juga pembalasan dari kekalahan di waktu yang lalu. Persis seperti yang terjadi di ruang kerja nan ditempati Manager Pemasaran Perusahan Raksasa Dantex Group a.k.a Abidzar Khafi Daneswara. “Kau, kenapa kau ada di sini?” tanya Abidzar syok, sekaligus merasakan aura tak mengenakkan terhadap kehadiran Zayra di hadapannya. Satu pekan tinggal bersama, tentu membuat Abidzar hafal di luar kepala bagaimana tabiat si istri sementara. “Menumpang BAB,” balas Zayra berwajah datar. Namun, ekspresi tersebut berubah murka secepat kilat kala si wanita melihat Abidzar mengangguk seolah percaya. “Tentu saja bekerja!” Zayra membanting tumpukan berkas di tangannya ke meja kerja san
Abidzar tampan? Jelas jawabannya adalah ya! Pria itu lahir dari pasangan suami-istri berwajah rupawan. Ayahnya tampan khas pria Asia Tenggara, berbadan tegap, dengan mata gelap memesona. Ibunya pula berkulit putih, hidung mancung khas wanita Timur Tengah, serta senyum indah menenangkan dengan dagu terbelah. Gen terbaik dari dua orang itu, menyatu dengan sempurna sehingga visual Abidzar sukses memabukkan mata kaum hawa. Sayangnya, sinyal ketampanan yang demikian sama sekali tak berpengaruh lebih pada Zayra. Memang, gadis itu mengakui wajah suaminya jauh di atas rata-rata, tapi baginya, ketampanan wajah bukan prioritas untuk membuatnya terpana. Buktinya, Zayra tetap bisa memasang lipstik dengan benar meski penampilan Abidzar tampak paripurna dari bayangan yang dipantulkan cermin tempatnya berhias. “Tolong ambilkan parfum berbotol lonjong itu, Istriku.”“Panggilan yang anda sematkan untuk saya barusan terdengar ambigu, Tuan. Salah-salah, orang akan berpikir bahwa anda benar-benar me
Pukul sebelas malam, Zayra tiba di mansion mewah bertingkat lima yang tak lain adalah kediaman orang paling berjasa dalam pencapaian kariernya. Wanita muda itu menyeret koper begitu turun dari taxi, dan disambut oleh salah satu petugas keamanan untuk diantarkan sampai ke depan pintu utama.Sembari menunggu pintu dibukakan, Zayra merapikan kerah cardingan-nya yang sedikit melorot. Tepat setelah penampilannya kembali baik, gadis itu balik badan sebab mendengar daun pintu telah dibukakan.“Selamat ma—” Zayra terdiam seketika. Dia pikir, yang membukakan pintu adalah maid, rupanya bukan. Segera, gadis itu memasang senyum sopan pada sosok jangkung berwajah rupawan yang kini berdiri persis di hadapan. “Selamat malam, Tuan Muda. Maaf sudah merepotkan anda membukakan pintu.” Ah, basa-basi, Zayra sebenarnya kurang menyukai hal tersebut, tetapi harus dilakukannya demi kenyamanan bersama. Gadis itu masih tak beranjak, sekadar sopan santun menunggu balasan dari putra sang pemilik rumah. Namun, ap
Abidzar tampan? Jelas jawabannya adalah ya! Pria itu lahir dari pasangan suami-istri berwajah rupawan. Ayahnya tampan khas pria Asia Tenggara, berbadan tegap, dengan mata gelap memesona. Ibunya pula berkulit putih, hidung mancung khas wanita Timur Tengah, serta senyum indah menenangkan dengan dagu terbelah. Gen terbaik dari dua orang itu, menyatu dengan sempurna sehingga visual Abidzar sukses memabukkan mata kaum hawa. Sayangnya, sinyal ketampanan yang demikian sama sekali tak berpengaruh lebih pada Zayra. Memang, gadis itu mengakui wajah suaminya jauh di atas rata-rata, tapi baginya, ketampanan wajah bukan prioritas untuk membuatnya terpana. Buktinya, Zayra tetap bisa memasang lipstik dengan benar meski penampilan Abidzar tampak paripurna dari bayangan yang dipantulkan cermin tempatnya berhias. “Tolong ambilkan parfum berbotol lonjong itu, Istriku.”“Panggilan yang anda sematkan untuk saya barusan terdengar ambigu, Tuan. Salah-salah, orang akan berpikir bahwa anda benar-benar me
Tawaran damai dari Zayra ditolak mentah-mentah oleh Abidzar. Itu pula nan menjadi alasan mengapa Zayra kembali ke setelan awal hubungannya dengan sang tuan muda, tak lain dan tak bukan, layaknya anjing dan kucing. Saling menggonggong-mengeong dengan nada tinggi tak berkesudahan, serta saling cakar melampiaskan amarah juga pembalasan dari kekalahan di waktu yang lalu. Persis seperti yang terjadi di ruang kerja nan ditempati Manager Pemasaran Perusahan Raksasa Dantex Group a.k.a Abidzar Khafi Daneswara. “Kau, kenapa kau ada di sini?” tanya Abidzar syok, sekaligus merasakan aura tak mengenakkan terhadap kehadiran Zayra di hadapannya. Satu pekan tinggal bersama, tentu membuat Abidzar hafal di luar kepala bagaimana tabiat si istri sementara. “Menumpang BAB,” balas Zayra berwajah datar. Namun, ekspresi tersebut berubah murka secepat kilat kala si wanita melihat Abidzar mengangguk seolah percaya. “Tentu saja bekerja!” Zayra membanting tumpukan berkas di tangannya ke meja kerja san
“Whoa!” Abidzar berseru keras. Matanya mengerling pada Zayra dan berucap, “Kau beringas sekali, Sayang!” Jelas, si suami hanya menyindir. “Sudah saya katakan, dilarang minta berhu—” PletakZayra menjitak kening Abidzar kencang. “Nyonya Ruhi yang bilang, anda selalu tidur hanya dengan bokser. Saya tidak mau anda sembarang lagi menaruh celana seperti kemeja tadi. Jadi, tak perlu bertingkah seolah naga anda itu menggiurkan. Ukurannya pun kecil, anda tak usah terlalu bangga.”“Sembarangan sekali kau bilang kecil. Tahu dari mana memangnya? Lihat saja tak pernah!” “Tak perlu melihat langsung, nanti saya muntah!” “Awas saja kau ketagihan!”“Tidak akan!”Sudah lah, Abidzar hilang akal. Dia langsung saja membuka celananya di hadapan Zayra, bahkan berniat menunjukkan naganya supaya tak lagi diejek.Namun, gerakan pria itu terhenti begitu Zayra bertanya, “Bagaimana rasanya ludah sendiri?” Saraf-saraf otak Abidzar kembali tersambung dan dia mengumpat begitu sadar telah dibodohi. Zayra pun be
Tak bisa menolak, tak bisa mengelak. Itulah keadaann Abidzar dan Zayra yang kini duduk bersisian di ranjang luas dalam kamar sang Tuan Muda Daneswara. Mereka hanya diam sambil menghela napas lantaran masih di tahap coba menerima keadaan, di mana keduanya telah sah menjadi sepasang suami-istri sejak setengah jam lalu.Ya, keinginan Tuan Sam berjalan mulus dan secepat kilat. Hanya berselang sehari saja sejak berhasil membuat Zayra berkata setuju, pernikahan pun digelar meski ala kadarnya. Jelas, itu bukan karena mereka yang tak mampu, melainkan sebab syarat dari sang putra yang sulit sekali dijinakkan. Dalam otak tuan dan nyonya Daneswara kala itu hanya pernikahan sah di mata agama dan negara lah yang jadi prioritas. Masalah mengumumkan pernikahan, bisa dilakukan belakangan. Sadar bahwa diam-diaman tak menyelesaikan masalah, Zayra meminta atensi Abidzar lantaran ingin memastikan masa depan. “Bagaimana jalannya pernikahan ini nantinya, Tuan Muda?” “Sudah jelas, status kita hanya seba
“Selamat malam, Tuan,” sapa Zayra begitu dipersilakan masuk ke ruang kerja Tuan Besar Daneswara yang berada di lantai tiga. “Akhirnya kamu datang juga, Zayra. Maaf membuatmu ke mari malam-malam begini.” Tuan Abrisam pun mengajak Zayra duduk ke sofa, semata supaya perbincangan mereka berjalan lebih santai. Saat Zayra mengangguk atas ucapan maafnya, beliau pun menyambung kata, “Saya benar-benar tak bisa tidur rasanya. Kali ini, kelakuan Abidzar membuat saya hampir mati berdiri. Kamu sudah mendengar ceritanya, bukan?""Ya," Zayra menjawab singkat. Sehingga Tuan Sam tak mampu menahan lidahnya untuk membeberkan, "Bisa-bisanya anak itu tidak jadi merilis produk terbaru kita yang sudah disiapkan dengan sempurna dari segala aspek, hanya karena istri sekretarisnya melahirkan dadakan. Ya Tuhan, padahal dia hanya tinggal—ah, sudahlah. Memikirkan hal itu lagi, membuat saya malu menampakkan wajah di hadapan dewan direksi perusahaan."“Saya turut menyayangkan hal tersebut, Tuan,” ucap Zayra pela
Pukul sebelas malam, Zayra tiba di mansion mewah bertingkat lima yang tak lain adalah kediaman orang paling berjasa dalam pencapaian kariernya. Wanita muda itu menyeret koper begitu turun dari taxi, dan disambut oleh salah satu petugas keamanan untuk diantarkan sampai ke depan pintu utama.Sembari menunggu pintu dibukakan, Zayra merapikan kerah cardingan-nya yang sedikit melorot. Tepat setelah penampilannya kembali baik, gadis itu balik badan sebab mendengar daun pintu telah dibukakan.“Selamat ma—” Zayra terdiam seketika. Dia pikir, yang membukakan pintu adalah maid, rupanya bukan. Segera, gadis itu memasang senyum sopan pada sosok jangkung berwajah rupawan yang kini berdiri persis di hadapan. “Selamat malam, Tuan Muda. Maaf sudah merepotkan anda membukakan pintu.” Ah, basa-basi, Zayra sebenarnya kurang menyukai hal tersebut, tetapi harus dilakukannya demi kenyamanan bersama. Gadis itu masih tak beranjak, sekadar sopan santun menunggu balasan dari putra sang pemilik rumah. Namun, ap