Share

Bab 11

Liam bergegas mencuci piring, lalu mengambil tongkat pel dari tangannya Shella dan mengepel lantai dengan bersih.

Setelah melakukan semua pekerjaan ini, dia melihat Camilla yang malah tidur pulas di atas sofa!

Saat Liam hendak menendang Camilla untuk membangunkan wanita ini, Shella malah berkata, "Akhir-akhir ini, Ibu kurang istirahat, jadi biarkan saja Ibu tidur."

"Kenapa dia kurang istirahat?" tanya Liam.

"Ibu sibuk mencari pria untuk menikah dengannya," jawab Shella sambil mengedipkan matanya yang besar. Kemudian, dia berkata lagi dengan suaranya yang manis, "Setelah mencari sangat lama, Ibu akhirnya menemukan Paman."

Liam mengernyit dan bertanya lagi, "Berapa banyak orang yang sudah dia cari?"

Shella menjulurkan jari tangannya yang mulus dan menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Shella nggak bisa menghitung karena ada banyak sekali, tetap ada tiap harinya. Tapi, mereka keberatan karena Ibu sudah punya anak, jadi Ibu merasa sangat cemas."

Dengan ekspresi yang sangat masam, Liam mengepalkan tangannya erat-erat.

"Camilla Norris!"

Mendengar suara ini, Camilla seketika bangkit dari sofa dan menarik Shella ke dalam pelukannya sambil memelototi Liam dengan tatapan waspada.

"Kamu mau ngapain?!" seru Camilla.

"Aku mau ngapain? Justru aku yang mau tanya, kamu mau ngapain?!" seru Liam juga.

Camilla mengusap wajahnya untuk menyadarkan dirinya, lalu berkata, "Maaf, aku ketiduran."

Camilla menyuruh Shella untuk pergi bermain di kamar, lalu berterima kasih dengan sopan pada Liam. Kemudian, dia menyuruh Liam untuk pulang karena hari sudah gelap.

Namun, Liam malah menolak dan mengatakan bahwa dia akan tidur di sofa malam ini.

"Bukankah barak kamu berada di Kota Yunara? Biar aku panggilkan taksi untukmu," kata Camilla.

"Aku sudah pensiun," jawab Liam.

"Kalau begitu ... hari ini, kamu datang dari mana?" tanya Camilla.

Liam menjawab, "Dari ibu kota."

"Aku akan pesan tiket untukmu," kata Camilla lagi.

Namun, Liam tetap menolak. "Aku lelah sekali, aku nggak mau naik bus."

"Kalau begitu, aku akan pesankan kamar hotel untukmu," kata Camilla.

"Kamar hotel kotor," balas Liam.

Camilla kehabisan kata-kata.

Apakah dia sudah terjerat dengan pria ini?

"Kita hanya pasangan suami istri dalam kertas, nggak cocok kalau pria dan wanita lajang tinggal di bawah satu atap," kata Camilla. Dia benar-benar tidak terbiasa jika ada pria yang bermalaman di rumahnya.

Setelah kejadian lima tahun yang lalu, hatinya juga secara alami menolak keberadaan pria di dekatnya.

"Setelah memanfaatkan aku, kamu mau langsung mengusirku?" kata Liam dengan nada bicara yang terdengar kesal.

"Bukan itu maksudku ..." jawab Camilla.

"Kalau begitu, apa maksudmu? Jangan-jangan kamu kira aku akan macam-macam padamu? Tenang saja, aku nggak punya perasaan apa pun padamu!" seru Liam.

Kemudian, Liam duduk di atas sofa sambil mengurut keningnya dengan perasaan lelah.

Hari ini, dia benar-benar merasa lelah, bahkan lebih lelah daripada saat dia harus menghadiri rapat internasional sepanjang malam.

"Kamu hanya bisa tinggal satu malam di sini, ya," kata Camilla. Camilla tidak bisa terus mengusir Liam lagi, jadi dia hanya bisa mengambil selimut dan meletakkannya di atas sofa.

Malam ini, Camilla tidak bisa tidur lelap.

Dia berdiri dan mengunci pintu kamar dengan baik, tetapi dia merasa bahwa hal ini tidak pantas. Dia pun membuka pintu kamar dan melihat kamar putrinya di sebelah dengan penuh pertimbangan.

Dengan tinggi badan hampir 190 cm, Liam berbaring di sofa sepanjang 170 cm, sehingga kedua kakinya bertumpu di sandaran tangan sofa dan menjulur ke luar.

Dia merasa sangat tidak nyaman, jadi dia terus mengubah posisinya.

"Kamu bisa tidur di kamarku, aku akan pergi ke kamarnya Shella," kata Camilla.

Liam juga tidak sungkan-sungkan, dia langsung mengambil selimutnya dan pergi ke kamarnya Camilla.

Di depan pintu, dia menghalangi Camilla yang berjalan masuk untuk mengambil selimut dan bertanya, "Berapa banyak pria yang kamu cari untuk menikah denganmu?"

"Beberapa," jawab Camilla dengan canggung.

"Terus kenapa kamu memilih aku?" tanya Liam. Dia jelas-jelas bukan pilihan pertamanya Camilla!

Camilla menjawab dengan jujur, "Hanya kamu yang setuju."

Liam seketika terdiam.

Camilla membungkukkan badannya dan pergi mengambil selimutnya di atas ranjang.

Dia mengenakan kaus longgar yang panjangnya mencapai lututnya. Namun, karena tubuhnya kurus, saat dia membungkuk, Liam bisa melihat tubuhnya dari kerah bajunya yang longgar.

Liam bergegas mengalihkan tatapannya dan berdeham, sikapnya juga menjadi agak kasar.

"Cepat!"

Camilla hanya menatap Liam tanpa berbicara. Kemudian, dia pergi ke kamar putrinya dan mengunci pintu kamar dengan baik.

Di dalam kamarnya Camilla, Liam menemukan sebuah laci yang terkunci.

Dia memasukkan sebatang jarum yang tipis ke dalam lubang kunci itu dan segera membuka kunci itu.

Di dalam laci tersebut, terdapat dua buku tabungan, dua kartu bank, beberapa dokumen, serta sebuah buku harian.

Saat dia membalikkan halaman buku harian itu, dia menyadari bahwa buku itu milik Camilla.

Dia tidak ingin mengintip privasi orang lain, jadi dia melemparkan buku harian itu kembali ke dalam laci.

Namun, arloji emas itu tidak berada di kamarnya Camilla.

Jangan-jangan arloji itu berada di kamarnya Shella?

Sepanjang malam, Camilla tidur dengan sangat nyenyak, sehingga keesokan paginya, dia bangun tidur dengan perasaan segar.

Kemudian, dia memanaskan makanan sisa semalam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status