Share

Bab 14

"Apa katamu? Coba katakan lebih keras ... nggak kedengaran ..." kata Camilla.

"Aku tanya kamu di mana?!" kata Liam dengan lebih keras, tetapi Camilla masih saja menyuruhnya untuk mengulangi pertanyaannya.

Liam mengakhiri panggilan ini dan berkata dengan nada bicara yang jauh lebih lembut pada Shella, "Shella, besok, Paman akan pulang lebih awal untuk menjemputmu pulang."

Shella tersenyum dengan senang dan bertanya, "Sungguh, Paman?"

Hari ini, Camilla tetap saja baru pulang saat hari sudah gelap.

Liam tidak membelikan makan malam untuk Camilla, anggapannya sebagai hukuman karena Camilla tidak menepati ucapannya.

Camilla juga tidak peduli, dia hanya mengusap lehernya yang kaku. Dengan perasaan lelah, dia pergi ke dapur untuk memasak mi instan tanpa mengucapkan apa pun.

Liam duduk di sofa sambil memainkan ponselnya dan sewaktu-waktu menatap ke arah Camilla yang sedang makan mi dengan ekspresi yang sangat masam.

Shella membawa sebuah robot yang harus dipasang pada Camilla, tetapi Camilla hanya menunjuk ke arah buku panduannya dan membiarkan Shella membacanya sendiri.

Shella pun memonyongkan bibirnya dengan kecewa.

Melihat hal ini, Liam memanggil Shella.

Saat Liam masih kecil, dia juga pernah memiliki beberapa robot seperti ini. Namun, robot yang dia miliki lebih berkelas dan lebih canggih.

Sedangkan robotnya Shella jelas-jelas adalah produk kelas rendah.

Liam sudah memasang robot itu dengan sangat mudah.

Shella merasa sangat senang, dia pun bertepuk tangan sambil berseru, "Paman hebat sekali! Ibu bahkan nggak bisa memasang robot ini."

Liam mengelus kepala Shella dan bertanya, "Shella suka mainan robot, ya?"

"Suka sekali," jawab Shella sambil mengangguk.

"Bukankah anak perempuan sukanya main boneka, ya?" tanya Liam.

Shella tersenyum dan berkata, "Boneka sangat kekanak-kanakan. Shella suka main robot, vampir, mainan yang lebih unik."

Liam terdiam.

"Apa saja yang Shella sukai?" tanya Liam sambil mengambil ponselnya dan mencari beberapa model mainan kelas atas.

Sambil melihat gambar yang memenuhi layar itu, Shella menunjuk beberapa mainan itu dengan senang sambil berkata, "Shella suka semua ini, tapi mahal sekali. Shella lihat-lihat saja, deh."

Liam mengelus kepala Shella lagi dan membeli semua mainan yang Shella sukai.

"Apakah Paman membelikannya untuk Shella?" tanya Shella dengan mulutnya yang ternganga.

"Yang penting Shella suka," jawab Liam sambil tersenyum dengan lembut, sama sekali tidak seperti Liam yang biasanya sangat tegas dan ditakuti semua orang.

Liam juga tidak tahu mengapa dia begitu menyukai Shella.

Apakah dia mengasihani Shella?

"Paman terlalu baik pada Shella!" Shella tertawa dengan senang hati, suaranya sangat jernih, seperti malaikat kecil yang bisa menjernihkan jiwa manusia.

Liam tiba-tiba merasakan sebuah dorongan untuk melindungi senyuman Shella seumur hidupnya.

Dia ingin membuat Shella selalu hidup senang tanpa beban pikiran apa pun.

Kemudian, dia pun menyuruh Shella untuk tidur. Namun, Shella malah mengatakan bahwa dia harus mengetuk tombol "suka". Shella mengeluarkan sebuah ponsel dengan model lama dan membuka sebuah siaran langsung.

"Kalau nggak, Bibi akan marah," kata Shella sambil terus mengetuk layar ponsel dengan jari tangannya yang kecil.

Dia jelas-jelas sudah sering sekali melakukan hal ini.

Orang dalam siaran langsung ini adalah Hannah dan Andy. Hannah terus menyebut Andy sebagai "suamiku" sambil tersenyum dengan manis dan lembut, sama sekali tidak bersikap histeris seperti sebelumnya.

Sedangkan Andy tidak berubah, ekspresinya santai, terlihat jujur. Dia bahkan menyuruh para penonton untuk tidak memberikan hadiah apa pun untuk mereka, yang penting para penonton membeli produk yang mereka jual.

Hannah sepertinya menendang Andy di bawah meja, sehingga Andy tampak kesakitan. Kemudian, Andy berbohong bahwa dia harus pergi mengatur pengiriman pesanan, lalu dia pun berjalan pergi dengan tertatih-tatih.

"Shella, apakah Bibi bersikap sangat buruk padamu?" tanya Liam.

Shella menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nggak, kok. Shella-lah yang nggak patuh, selalu membuat Bibi marah."

Melihat Shella yang patuh dan dewasa, sebuah pikiran muncul dalam benaknya Liam.

'Alangkah baiknya kalau Shella adalah putriku,' pikir Liam.

Dia pasti akan membuat Shella menjadi tuan putri yang paling bahagia di dunia ini.

"Apakah Shella pernah bertemu dengan Ayah?" Liam tiba-tiba penasaran siapa pria itu sebenarnya.

Mengapa dia bisa meninggalkan putrinya yang begitu imut dan cantik sekejam ini?

Shella menggeleng, sehingga rambutnya yang diikat dua berayun, lalu berkata, "Kata Ibu, Ayah sudah meninggal."

"Sudah meninggal?" tanya Liam.

"Iya, Ayah meninggal dengan sangat mengenaskan, ditabrak oleh truk besar," jawab Shella.

Liam seketika terdiam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status