Share

Bab 2 - Di Adopsi?

Keyla menangis sesenggukan memeluk koper dan beberapa dus berisi barang-barang miliknya didepan sebuah ruko yang sudah tutup. Ia tidak tahu harus pergi kemana tengah malam begini.

"Aku harus pergi kemana lagi Tuhaaaan. Aku gak mungkin balik lagi ke panti." Keyla menangis semakin dalam kala menyebut nama panti.

Tadi begitu mendapat telpon dari nomor asing, Keyla langsung terkejut kala mengetahui kalau uang yang harusnya dibayarkan pada pemilik kos raib diambil oleh teman sesama panti-nya. Ia tidak menyangka teman sesama nasibnya tega melakukan itu.

"Aku gak mungkin tinggal diruang piket, apalagi ada dokter residen. Gimana ya, heu heu heu."

Kepala Keyla terangkat. Ia merogoh ponsel dari saku tas ranselnya. Ia mencari nomor Bu Fatma, ibu panti yang pasti akan membantunya disaat sulit seperti ini.

"Enggak-enggak, aku udah terlalu sering nyusahin ibu. Aku bahkan dapet uang simpanan paling besar karena ibu tambahin."

Keyla mematikan ponselnya. Ia memasukkan ponselnya kembali ke dalam ransel dan bangkit berdiri, "Aku harus cari tempat tidur buat malem ini aja. Pokoknya aku gak boleh nyusahin ibu."

Dibawah temaram lampu jalanan, Keyla berjalan. Entah ia akan pergi kemana. Yang pasti ia harus bisa bermalam ditempat aman guna menjaga dirinya dan barang-barangnya.

Dengan langkah gontai, perut lapar, dan mata bengkak karena tak henti menangis sejak siang, Keyla hanya berharap teman panti asuhannya mau berbaik hati mengembalikan uang tabungan yang sudah ia tabung sedari kecil demi hidup mandiri sesuai janjinya jika ia sudah memasuki masa ko-asisten.

"Ah, capek banget sih." Keyla menyeka air matanya yang kembali mengalir. Ia berjongkok dipinggir jalan tak jauh dari ruko tempatnya bernaung tadi.

"Heu heu heu... Dunia gak adil buat aku. Udah gak punya orang tua, dari kecil selalu gagal di adopsi, sekarang uang tabungan aku diambil temen sendiri. Tuhan... Kenapa engkau jahat sama aku."

Tak-Tik-Tok

Suara langkah sepatu mendekati Keyla yang sedang menangis menunduk.

"Heu heu heu, jangan ganggu aku, jangan sakitin aku. Aku anak yatim piatu dan habis kena tipu."

Tidak ada pergerakkan ataupun suara apapun selain suara tangisan Keyla yang beradu dengan suara ingusnya sendiri.

Keyla bingung, kenapa manusia yang menghampirinya tidak bicara apapun. Karena penasaran ia mengangkat wajahnya dan menatap seorang yang seperti pernah dilihatnya berdiri menatapnya iba.

"Bapak... siapa?" tanyanya lirih. Tenaganya sudah habis untuk menangisi nasib tragisnya hari ini.

Lelaki paruh baya itu tersenyum. Keyla berdiri dengan sisa tenaga yang ada. Ia mundur dan mengamankan koper dan barang-barangnya.

"Pak, tolong jangan ambil barang-barang saya. Saya orang gak punya. Ini cuma... cuma baju-baju jelek dan buku-buku aja."

"Hahaha."

Keyla mengernyit mendengar tawa lelaki itu. Ia pun sedikit menyesali ucapannya barusan. Orang dihadapannya ini begitu rapi dan wangi, mana mungkin membutuhkan baju atau barang-barangnya yang jelek.

Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangannya, "Perkenalkan saya Prasetyo. Nama kamu siapa?"

Keyla menatap wajah lelaki kisaran usia enam puluh tahunan itu jeli. Tak ada raut jahat atau berniat tidak baik padanya. Ia malah merasa wajahnya begitu hangat dan penuh pengertian.

Tanpa sadar tangannya mengulur, menjabat tangan pak Prasetyo, "Saya Keyla, pak."

"Oh, Keyla." jabatan tangan mereka terlepas, "Kamu lagi ngapain di jalan sepi begini sendirian?"

Keyla menunduk, "Saya ditipu teman panti asuhan yang saya tinggali, pak."

Pak Pras tampak tertarik dengan ucapan Keyla, "Panti asuhan?"

Keyla mengangguk, "Saya selama ini tinggal di panti asuhan. Saya seharusnya keluar panti empat tahun lalu, ketika mulai kuliah. Tapi ibu panti bilang, saya lebih baik disana dulu sampai tabungan saya cukup untuk hidup mandiri."

"Lalu?"

"Begitu tabungan saya cukup, saya minta bantuan teman saya yang sudah lebih dulu keluar dari panti untuk mencarikan kos-kosan murah. Saya transfer uang sewa untuk enam bulan kedepan biar tenang. Saya pikir teman saya jujur. Ternyata dia malah bawa pergi semua uang itu ditambah sisa tabungan yang saya titipkan." Keyla kembali menangis. Ia masih tidak menyangka Tuhan begitu jahat karena selalu memberikannya kesulitan.

Pak Pras membuang nafas pelan. Tangannya mengelus bahu Keyla pelan, “Saya turut prihatin dengan apa yang sudah menimpa kamu. Bagaimana kalau malam ini kamu tidur dirumah saya?”

Keyla melotot. Ia mundur dua langkah dan menatap pak Pras dengan waspada. Jangan sampai ia dipekerjakan menjadi perempuan malam. Bisa saja pak Pras ini adalah boss perdagangan jasa perempuan malam ‘kan?

“Saya bukan orang jahat, Keyla. Saya hanya seorang lelaki tua yang berniat membantu kamu. Saya sama sekali tidak punya niat jahat sama kamu.”

Keyla tak menjawab. Ia sibuk berpikir untuk menyelamatkan diri. Dengan ancang-ancang penuh perhitungan, ia mencengkram erat gagang koper dan tali dus berisi buku-buku kuliahnya.

“Lariiiii!” teriaknya untuk menambah semangat ditengah badannya yang semula terasa lemah.

“Keyla, tunggu! Saya mau adopsi kamu.” teriak pak Pras.

Langkah Keyla terhenti setelah berlari cukup jauh. Ia membalikkan badan dan menatap pak Pras yang berusaha mengejar dirinya.

“Saya tidak berniat jahat, Keyla, saya hanya mau adopsi kamu. Saya hanya punya satu anak laki-laki, dan saya butuh anak lain untuk menemani saya.”

Keyla masih tak menjawab. Dari nada bicaranya, raut wajahnya, Keyla sekarang yakin sekali bahwa pak Pras adalah orang baik. Ia kini menatap pak Pras yang sudah berdiri dihadapannya dengan tatapan prihatin.

“Bapak... serius mau adopsi saya?”

“Iya. Bagaimana? Kamu mau?”

“Saya....”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status