Share

Bab 4 - Perkataan Maut

Keyla tertawa saat sarapan bersama pak Pras. Mereka layaknya ayah dan anak yang baru bertemu kembali. Tawa keduanya terdengar sampai ke tangga, dimana Arial baru menuruninya.

“Pa, aku langsung berangkat.” Arial berpamitan tanpa menghampiri pak Pras.

“Loh, kamu gak sarapan dulu?” pak Pras menghentikan sarapannya saat melihat Arial memalingkan wajah saat sampai diujung tangga.

“Nanti aja dirumah sakit.”

“Ada pasien darurat?”

Arial menggeleng.

“Kenapa buru-buru?”

Tak ada jawaban. Keyla yang merasa kehadirannya membuat Arial yang mungkin selalu sarapan menjadi enggan, berdiri. Pak Pras pun menatap Keyla yang berubah diam.

“Key, kamu udah makannya?”

“Udah, pak. Eh, maksudnya papa.”

Pak Pras menatap Arial, “Oh ya sudah, kalian berangkat bareng aja.”

Arial mendelik, “Bareng aja sama papa, aku buru-buru.”

Pak Pras berjalan sambil mendorong Keyla pelan, “Rial, jangan gitu dong. Keyla ini sekarang adik kamu. Kalian juga satu rumah sakit, dan Key kebetulan sedang ko-as di stase obgyn ‘kan?”

“Tapi aku gak langsung ke rumah sakit.”

“Gak papa, ajak aja Key nya.”

“Pa!” Arial berang, “Dia ini anak siapa sih?”

Pak Pras diam sejenak, “Arial. Kok begitu pertanyaan kamu?”

Arial bergegas pergi. Langkahnya begitu besar sehingga Keyla dan pak Pras sulit mengejarnya.

“Arial, tunggu dulu. Ajak Keyla pergi bareng sama kamu.”

Arial membalikkan badannya, “Bareng aja sama papa. Dia ‘kan anak kesayangan papa.”

“Rial, papa cuma—“

“Dok, papa, udah ya. Aku gak papa kok berangkat sendiri.” sebelum pertengkaran ayah dan anak ini semakin membesar, Keyla melerainya.

“Tuh, papa denger? Anak baru papa yang entah datengnya dari mana ini bilang gak papa berangkat sendiri. Gak ada masalah ‘kan?”

Pak Pras tak membalas ucapan Arial, beliau hanya menghela nafas pelan. Selain bertengkar dengan Arial hanya akan membuang waktu dan energi, beliau juga tidak enak pada Keyla. Ia akan semakin merasa bersalah karena pertengkaran mereka bersumber karena dirinya.

Arial berjalan menuruni tangga teras dan memasuki mobil yang sudah disiapkan. Dengan cepat pak Pras menarik lengan Keyla untuk masuk ke dalam mobil anak tunggalnya.

“Pa? Aku—”

“Udah, kamu berangkat sama kakakmu ya. Nanti tas nya biar papa yang bawakan ke rumah sakit sekalian kerja.”

“Ta-tapi—"

Pak Pras menatap Arial, “Kalo kamu macem-macem sama Key, kamu tahu papa akan ngelakuin apa sama kamu. Sana berangkat.”

Pak Pras menutup pintu mobil samping Kayla, membuat Arial tak punya pilihan lain. Apalagi barusan ada ancaman yang bisa saja papa serius memberikan padanya.

Arial menatap Keyla tanpa bicara. Matanya meliriknya amat kesal karena semenjak kehadirannya yang baru satu malam papa sudah berani membentaknya.

“Dok, maaf.”

Tak ada balasan. Arial langsung menstater mobilnya dan melajukan dengan kecepatan tinggi. Ketika mobil baru keluar dari pelataran rumah, dengan nafas tertahan Arial semakin mengencangkan laju mobilnya.

“Gak pernah naek mobil apa sebelumnya? Cepet pake sabuk pengaman!”

Keyla yang sibuk berpegangan tangan dan mengatur nafasnya karena ketakutan berusaha mencari sabuk pengaman. Ia tidak menyangka Arial yang semalam terlihat baik padanya berubah menjadi monster seperti ini. Moodnya berubah cepat entah karena apa.

“Kamu sebenernya siapa papa?” tanya Arial tanpa menoleh.

Keyla menggeleng, “Aku bukan siapa-siapanya pak Pras. Aku ‘kan udah bilang sama dokter, aku selama ini tinggal dipanti asuhan.”

“Oyah? Kamu pikir saya percaya?”

“Dok, gimana caranya aku buktiin kalo aku bukan siapa-siapanya pak Pras?”

“Mana saya tahu. Kalo kamu jadi saya, memangnya kamu gak ada pikiran kenapa ada perempuan muda yang tiba-tiba dibawa papa ke rumah malam-malam?”

“Aku ngerti perasaan dokter. Aku bakal tolak tawaran adopsi pak Pras, aku janji.”

Mobil berhenti. Arial menatap Keyla yang tengah mengatur nafasnya setelah dibawa ngebut, “Kamu... bukan simpanan papa ‘kan?”

Keyla melotot, “Dok!”

Arial merogoh ponsel dan memberikannya dengan kasar pada Keyla, “Baca!”

Keyla membawa ponsel Arial. Ia langsung membaca isi chat panjang yang didalamnya tertera namanya. Ia menutup mulutnya. Matanya melotot kaget.

“Papa gak pernah sebaik itu sama orang. Kamu pasti perempuan simpanan papa ‘kan?”

Keyla menggeleng, matanya juga sudah berembun, “Aku— gak tahu kenapa pak Pras sampe kepikiran ngelakuin ini, dok. Aku bener bukan simpanan pak Pras.”

Arial tersenyum sinis, “Papa sampe pesenin unit apartemen buat kamu karena liat respon saya gak baik dirumah. Kalo bukan simpanan papa, kamu pasti anak haramnya ‘kan? Selama ini kamu disimpen dipanti asuhan dan dikenalkan semalam pada saya menunggu usia saya matang, dengan harapan saya bisa dengan bijaksana menerima kamu?”

Tangis yang sedari tadi ditahan Keyla tumpah. Ia tak menyangka akan keluar tuduhan hina seperti itu dari mulut dokter yang ia hormati. Meski baru mengenal Arial, ia tahu dokter yang ada disampingnya begitu dihormati di rumah sakit, sehingga tuduhan seperti itu terasa begitu menyakitkan untuknya.

Melihat Keyla menangis Arial sedikit terkejut. Mulutnya ingin sekali meminta maaf meski prasangka itu terus menggelayuti pikirannya. Tapi mulutnya tak juga bergerak karena malu.

Keyla membuka sabuk pengaman, “Terima kasih tumpangannya, dokter. Saya janji, setelah shift saya selesai hari ini, saya akan keluar dari rumah dokter.”

Keyla keluar dari mobil dan berjalan cepat entah ke arah mana.

***

Arial duduk termenung diruangan pribadinya. Jadwal prakteknya akan dimulai sebentar lagi. Ia begitu menyesali perkataan yang diutarakan pada Keyla tadi di mobil. Entah kemana sekarang ia pergi.

“Harusnya gue gak ngomong gitu tadi. Meskipun— mungkin dia beneran simpenan papa atau anak haram papa.” Arial mengacak-acak rambutnya kesal.

Tok-Tok-Tok

“Masuk.”

Pak Pras berjalan santai membawakan tas ransel milik Keyla yang berwarna pink, “Arial. Tolong kamu kasiin tasnya ke Keyla ya. Papa ada rapat rutin.”

Arial berdiri, “Eum, pa...”

“Kenapa? Papa taruh disini tasnya.” pak Pras menyimpan tas ransel Keyla di sofa.

“Keyla tadi--”

“Kenapa sama Keyla? Kalian gak berantem di mobil ‘kan?”

Arial menunduk dan tak mengatakan apapun.

“Rial?”

“Pa, Keyla itu sebenernya siapa?”

“Kan papa udah bilang malem, Keyla itu anak dari panti asuhan. Papa ketemu dia malem jalan luntang-lantung karena di tipu temennya.”

Arial memberanikan diri menatap papa, “Dia beneran gak ada hubungan apa-apa sama papa?”

“Rial, berapa kali papa harus jelasin? Memangnya kamu pikir Keyla itu siapanya papa?”

“Tadi pagi aku dapet kabar dari notaris papa, katanya papa minta diurus untuk pembelian apartemen buat Kayla karena respon aku malem kurang baik sama dia. Jadi—“

“Jadi apa?”

Arial diam.

“Rial?”

Arial kembali memberanikan diri menatap pak Pras, “Jadi tadi aku nuduh dia simpanan papa atau anak haram dari perempuan lain.”

Pak Pras melotot, “Arial! Keterlaluan kamu!”

“Pa, aku cuma heran sama papa yang sebaik itu sama orang asing. Kita gak pernah tahu Keyla itu siapa.”

“Malem papa udah pastiin ke panti asuhan terkait. Keyla memang anak yatim piatu, makannya papa berani beliin dia apartemen. Kamu kenapa gegabah sekali sih. Keyla pasti sangat terpukul dengar ucapan kamu.”

“Maaf, pa.”

“Minta maaf sama Keyla, bukan sama papa! Cari dia dan pastikan dia pulang ke rumah nanti sore!”

“Tapi, pa—"

“Kalo kamu gak bisa bawa pulang Keyla, kamu gak perlu pulang sekalian!”

Arial melotot. Ia tidak percaya papa berani mempertaruhkan dirinya demi Keyla. Jangan-jangan benar lagi Keyla adalah simpanan atau anak haram papa?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status