Aran duduk menunggu tempat sudah reservasi. Wanita yang telah lama dirindukannya, ia sengaja menambahkan tahi lalat di bawah matanya agar sedikit berbeda dengan Akran Taksi sudah sampai di restoran yang dipilih Aran, Safia pun masuk dalam dan disambut seorang pelayan yang berdiri di depan pintu restoran. "Selamat datang ibu apakah sudah memesan tempat sebelum?" tanya pelayan wanita. "Saya Safia, tamu dari Tuan Aran Subagio beliau sudah reservasi tempat," jawab Safia. "Oh iya, mari saya antarkan Bu!" ajak pelayan wanita itu. "Trimakasih," ucap Safia sambil berjalan mengikuti pelayan wanita itu di sebuah ruangan. pelayan itu pun membukakan pintu untuk Safia lalu wanita itu pun masuk dalam ruangan itu Saat wanita itu datang dengan gaun yang pernah ia belikan saat berstatus sebagai suami wanita itu dulu. Aran terpukau ia menatap tanpa berkedip pada wanita itu. Ia pun berdiri menarik kursi untuk Safia. "Trimakasih, Tuan Aran," Safia dan duduk di tempat yang di sediakan oleh
Tak ubahnya seperti yang terjadi pada Manan lelaki itu mengendarai mobilnya dengan hati yang berbunga-bunga. Hari ini ia akan bertemu wanita yang begitu mirip Almarhumah istri tercinta. Manan menambah kecepatan laju mobilnya ia ingin segera sampai di restoran itu. Beberapa menit kemudian pria itu pun sampai ia memakirkan mobilnya di area parkir lalu ia pun keluar dan berjalan masuk kedalam restoran dan memberi tahukan telah reservasi tempat. Seorang pelayan mengantarkan Manan di ruangan yang ia pesan dan ia pun masuk ternyata wanita yang ditunggunya belum datang. Ia duduk dengan sangat gelisah menunggu kehadiran wanita itu, setiap beberapa menit ia melihat jam tangan lalu melihat ke arah pintu masuk. Tak lama, pintu terbuka masuklah seorang wanita yang benar-benar mirip istrinya bahkan dandanannya pun sama, ia terpaku menatap terpesona pada wanita itu. Wanita itu berjalan dengan anggunnya pakaian yang seksi yang membalut tubuh wanita itu tak membuatnya terlihat seronok. Ia m
Safia berjalan dengan sangat tenangnya, kebahagiaan yang tidak pernah dirasakan bersama dengan Manan didapatkan dari Aran yang sangat begitu memujanya. "Safia masuk kedalam dan terkejut Amar belum tidur dan menatap safia dengan tatapan penuh tanya. "Mama dari mana?" tanya Amar pada Safia. "Mama menemui klien, ada proyek yang harus dibahas, Nak, kenapa belum tidur?" Safia pada Amar. "Erina panas, Mama aku tidak tahu harus panggil Mama atau bibi Ira," ucap Amar sambil menatap wajah mamanya itu. "Kalau memang ada bi ira bilang sama bi ira ya agar bibi bisa menelpon Mama dan bisa segera pulang untuk Erina," ucap Safia pada.Amar sambil menggandengnya dan menaiki tangga menuju kamar Erina Terdengar rintihan lirih dan tangisan secepat kilat Safia menyentuh kening sang putri. ia segera mengecek dengan termometer dia terkejut karena suhu badan Erina mencapai 39° celcius. Kenapa sepanas ini, adek kalau di sekolah makan apa?" tanya safia pada Amar. Makan makanan biasa saja, gak ada.
Pasangkan pada telingaku aku akan bicara padanya," ucap Manan dan terdengar sangat lembut membuat Safia sangat iri, dengannya saja Manan tidak bisa begitu. "Iya ada apa? Kau tahukan aku sedang meeting," ucapnya sedikit kasar. "Erina sakit ia terus saja mencarimu. Aku hanya memberi tahumu, kau pulang atau tidak terserah," ucap Safia dan didengar oleh Amar. "Kok mama bilangnya gitu sih, sini biar Amar yang telpon," pinta Amar pada Safia lalu dengan cepat menyambar telpon sang mama. "Papa, Erina sedang sakit, Papa harus pulang hari ini tadi Amar sudah janji pada Erina kalau ia mau minum obat Papa pasti datang, ayolah bilang saja sama pak atu ibu klien kalau anak papa yang cantik sakit. "Baiklah, Papa sebentar lagi akan pulang, papa ngantar klien dulu, yaa. Bilang sama Erina Papa pulang setelah ini," jawab Manan "Baiklah, janji ya pa, kami tunggu. Kami nggak akan tidur kalau Ayah gak pulang," ucap Amar. "Iya, Papa janji nanti pulang, tidur saja, nanti kalau sudah sampai ru
"Papa kenapa pulangnya malam?" tanya Erina dalam gendongan Manan. "Maaf Papa kan kerja sayang, rapat dengan klien papa," ucap Manan sambil membelai punggung sang Putri. "Pa, aku mau tidur sama Papa, mau kan, bolehkan?" tanya Erina "Ia boleh sekarang tidurlah ini sudah malam," ucap Manan pada putrinya. "Janji, gak akan ninggalin Erina kalau Erina sudah nyenyak tidurnya?" tanya Erina pada sang papa. "Janji," ucap Manan pada Erina. Malam semakin larut Manan menggendong sang putri sambil terus membelai punggung sang putri hingga Erina lelap di bahunya. Setelah putrinya terlelap ia pun membaringkannya di atas ranjang dan menyelimuti tubuh sang putri terlihat Safia berdiri di depan pintu. "Kau di sini? masuklah dan jaga Erina sebentar aku mau mandi?" ucap Manan pada Safiah "Kau dengan wanita, apa itu klienmu?" tanya Safia "Jangan bertanya, kau juga bersamanya," ucap Manan sambil berjalan keluar. Safia terdiam ia duduk di bibir ranjang di dekat anaknya yang tertidur, sa
Safia akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja dan menemani putrinya yang sedang sakit ia pun menghubungi sekertarisnya untuk mereschedule pertemuan dengan Tuan Aran, ia pun menelpon dengan menjauh dari anaknya juga Manan yang menatapnya, tetapi Safia tidak perduli sama sekali, setelah selesai dengan urusannya ia pun kembali ketempat mereka. "Papa kalau mau sarapan dulu, sudah siap dari tadi, apa ku ambilkan dan ingin sarapan pagi bersama Erina?" tanya Safia. "Gak usah deh Ma, biar aku kesana saja sambil menemani amar sarapan pagi, Mana ambilkan Erina saja biar lekas sembuh," ucap Manan pada Safia sambil menatap sang putri dan tersenyum manis, Seolah-olah mengatakan kami baik-baik saja. "kalau begitu tungguin Erina dulu ya Pa, aku mau ngambil makanan untuk Erina," ucap ucap shafiyah sambil berjalan keluar dari kamar putrinya itu "sekalian kuambil makananmu, Ma, biar bolak-balik ke atas ke bawah nanti kau capek," pesan Manan. "iya," jawab Safia seolah-olah tidak terjadi ap
Bagaimana dengan putrinya mas?" tanya Lala dengan antusias karena ia ingin memberikan perhatian penuh pada pria itu, sesungguhnya dalam hatinya hanya ada Akran tetapi pria itu ingin kembali dengan mantan istri yang di pisahkan secara paksa dan manipulasi oleh sang ayah. "Dia sudah lebih mendingan dan sedang bersama mamanya," ucap Manan dengan tersenyum sambil mengemudi. "Apa tidak apa-apa jika saya satu mobil dengan Anda?" tanya Lala. "Tidak apa-apa, memangnya kenapa? Apa yang kamu cemaskan?" tanya Manan "Istri anda tidak marah?" tanya Lala. "Kenapa harus marah, orang seperti saya selalu saja bertemu dengan orang dalam urusan bisnis pria ataupun wanita jadi dia pasti akan memakluminya lagi pula kami ada masalah dalam hubungan kami dan kami sepakat untuk jalan sendiri-sendiri walau tinggal satu atap, dan akan memutuskan bercerai saat menemukan pasangan yang benar-benar kami inginkan," ucap Manan. "Saya kira hubungan anda dengan istri baik-baik saja karena kulihat kalian beg
"Saya teman Ayahmu, saya diminta menyebutmu karena Ayahmu masih sibuk," ucap Lala. "Mana buktinya kalau Tante adalah teman papaku? kata mama dan papa Aku tidak boleh ikut atau percaya kepada orang yang baru kenal dan aku tidak tahu siapa Tante nama tante bisa jadi nanti cuma mengaku kalau teman teman papa,"ucap Amar. "Namaku Lala, Kok bisa panggil aku tante Lala, Aku ini benar-benar teman ayahmu dia menyuruhku untuk menjemputmu jika kau tidak percaya akan ku telepon dia," ucapnya pada Amar sambil mengambil handphonenya yang ada di dalam tas lalu menekan sebuah nomor yang terlama kemudian tersambung. "Putra Bapak tidak mau saya jemput katanya saya orang asing, apa anda bisa mengatakan sesuatu pada putra anda?" tanya Lala "Baiklah Saya mau bicara dengannya," ucap Manan. "ini papa kamu ingin bicara padamu tolong terima dulu," ucap Lala. "Iya Ada apa Pa, Kenapa Papa meminta tante-tante ini untuk menjemputku kan Om Andi bisa menyebutku," protes Amar. "Itu teman papa, kamu har