Tak ubahnya seperti yang terjadi pada Manan lelaki itu mengendarai mobilnya dengan hati yang berbunga-bunga. Hari ini ia akan bertemu wanita yang begitu mirip Almarhumah istri tercinta. Manan menambah kecepatan laju mobilnya ia ingin segera sampai di restoran itu. Beberapa menit kemudian pria itu pun sampai ia memakirkan mobilnya di area parkir lalu ia pun keluar dan berjalan masuk kedalam restoran dan memberi tahukan telah reservasi tempat. Seorang pelayan mengantarkan Manan di ruangan yang ia pesan dan ia pun masuk ternyata wanita yang ditunggunya belum datang. Ia duduk dengan sangat gelisah menunggu kehadiran wanita itu, setiap beberapa menit ia melihat jam tangan lalu melihat ke arah pintu masuk. Tak lama, pintu terbuka masuklah seorang wanita yang benar-benar mirip istrinya bahkan dandanannya pun sama, ia terpaku menatap terpesona pada wanita itu. Wanita itu berjalan dengan anggunnya pakaian yang seksi yang membalut tubuh wanita itu tak membuatnya terlihat seronok. Ia m
Safia berjalan dengan sangat tenangnya, kebahagiaan yang tidak pernah dirasakan bersama dengan Manan didapatkan dari Aran yang sangat begitu memujanya. "Safia masuk kedalam dan terkejut Amar belum tidur dan menatap safia dengan tatapan penuh tanya. "Mama dari mana?" tanya Amar pada Safia. "Mama menemui klien, ada proyek yang harus dibahas, Nak, kenapa belum tidur?" Safia pada Amar. "Erina panas, Mama aku tidak tahu harus panggil Mama atau bibi Ira," ucap Amar sambil menatap wajah mamanya itu. "Kalau memang ada bi ira bilang sama bi ira ya agar bibi bisa menelpon Mama dan bisa segera pulang untuk Erina," ucap Safia pada.Amar sambil menggandengnya dan menaiki tangga menuju kamar Erina Terdengar rintihan lirih dan tangisan secepat kilat Safia menyentuh kening sang putri. ia segera mengecek dengan termometer dia terkejut karena suhu badan Erina mencapai 39° celcius. Kenapa sepanas ini, adek kalau di sekolah makan apa?" tanya safia pada Amar. Makan makanan biasa saja, gak ada.
Pasangkan pada telingaku aku akan bicara padanya," ucap Manan dan terdengar sangat lembut membuat Safia sangat iri, dengannya saja Manan tidak bisa begitu. "Iya ada apa? Kau tahukan aku sedang meeting," ucapnya sedikit kasar. "Erina sakit ia terus saja mencarimu. Aku hanya memberi tahumu, kau pulang atau tidak terserah," ucap Safia dan didengar oleh Amar. "Kok mama bilangnya gitu sih, sini biar Amar yang telpon," pinta Amar pada Safia lalu dengan cepat menyambar telpon sang mama. "Papa, Erina sedang sakit, Papa harus pulang hari ini tadi Amar sudah janji pada Erina kalau ia mau minum obat Papa pasti datang, ayolah bilang saja sama pak atu ibu klien kalau anak papa yang cantik sakit. "Baiklah, Papa sebentar lagi akan pulang, papa ngantar klien dulu, yaa. Bilang sama Erina Papa pulang setelah ini," jawab Manan "Baiklah, janji ya pa, kami tunggu. Kami nggak akan tidur kalau Ayah gak pulang," ucap Amar. "Iya, Papa janji nanti pulang, tidur saja, nanti kalau sudah sampai ru
"Papa kenapa pulangnya malam?" tanya Erina dalam gendongan Manan. "Maaf Papa kan kerja sayang, rapat dengan klien papa," ucap Manan sambil membelai punggung sang Putri. "Pa, aku mau tidur sama Papa, mau kan, bolehkan?" tanya Erina "Ia boleh sekarang tidurlah ini sudah malam," ucap Manan pada putrinya. "Janji, gak akan ninggalin Erina kalau Erina sudah nyenyak tidurnya?" tanya Erina pada sang papa. "Janji," ucap Manan pada Erina. Malam semakin larut Manan menggendong sang putri sambil terus membelai punggung sang putri hingga Erina lelap di bahunya. Setelah putrinya terlelap ia pun membaringkannya di atas ranjang dan menyelimuti tubuh sang putri terlihat Safia berdiri di depan pintu. "Kau di sini? masuklah dan jaga Erina sebentar aku mau mandi?" ucap Manan pada Safiah "Kau dengan wanita, apa itu klienmu?" tanya Safia "Jangan bertanya, kau juga bersamanya," ucap Manan sambil berjalan keluar. Safia terdiam ia duduk di bibir ranjang di dekat anaknya yang tertidur, sa
Safia akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja dan menemani putrinya yang sedang sakit ia pun menghubungi sekertarisnya untuk mereschedule pertemuan dengan Tuan Aran, ia pun menelpon dengan menjauh dari anaknya juga Manan yang menatapnya, tetapi Safia tidak perduli sama sekali, setelah selesai dengan urusannya ia pun kembali ketempat mereka. "Papa kalau mau sarapan dulu, sudah siap dari tadi, apa ku ambilkan dan ingin sarapan pagi bersama Erina?" tanya Safia. "Gak usah deh Ma, biar aku kesana saja sambil menemani amar sarapan pagi, Mana ambilkan Erina saja biar lekas sembuh," ucap Manan pada Safia sambil menatap sang putri dan tersenyum manis, Seolah-olah mengatakan kami baik-baik saja. "kalau begitu tungguin Erina dulu ya Pa, aku mau ngambil makanan untuk Erina," ucap ucap shafiyah sambil berjalan keluar dari kamar putrinya itu "sekalian kuambil makananmu, Ma, biar bolak-balik ke atas ke bawah nanti kau capek," pesan Manan. "iya," jawab Safia seolah-olah tidak terjadi ap
Bagaimana dengan putrinya mas?" tanya Lala dengan antusias karena ia ingin memberikan perhatian penuh pada pria itu, sesungguhnya dalam hatinya hanya ada Akran tetapi pria itu ingin kembali dengan mantan istri yang di pisahkan secara paksa dan manipulasi oleh sang ayah. "Dia sudah lebih mendingan dan sedang bersama mamanya," ucap Manan dengan tersenyum sambil mengemudi. "Apa tidak apa-apa jika saya satu mobil dengan Anda?" tanya Lala. "Tidak apa-apa, memangnya kenapa? Apa yang kamu cemaskan?" tanya Manan "Istri anda tidak marah?" tanya Lala. "Kenapa harus marah, orang seperti saya selalu saja bertemu dengan orang dalam urusan bisnis pria ataupun wanita jadi dia pasti akan memakluminya lagi pula kami ada masalah dalam hubungan kami dan kami sepakat untuk jalan sendiri-sendiri walau tinggal satu atap, dan akan memutuskan bercerai saat menemukan pasangan yang benar-benar kami inginkan," ucap Manan. "Saya kira hubungan anda dengan istri baik-baik saja karena kulihat kalian beg
"Saya teman Ayahmu, saya diminta menyebutmu karena Ayahmu masih sibuk," ucap Lala. "Mana buktinya kalau Tante adalah teman papaku? kata mama dan papa Aku tidak boleh ikut atau percaya kepada orang yang baru kenal dan aku tidak tahu siapa Tante nama tante bisa jadi nanti cuma mengaku kalau teman teman papa,"ucap Amar. "Namaku Lala, Kok bisa panggil aku tante Lala, Aku ini benar-benar teman ayahmu dia menyuruhku untuk menjemputmu jika kau tidak percaya akan ku telepon dia," ucapnya pada Amar sambil mengambil handphonenya yang ada di dalam tas lalu menekan sebuah nomor yang terlama kemudian tersambung. "Putra Bapak tidak mau saya jemput katanya saya orang asing, apa anda bisa mengatakan sesuatu pada putra anda?" tanya Lala "Baiklah Saya mau bicara dengannya," ucap Manan. "ini papa kamu ingin bicara padamu tolong terima dulu," ucap Lala. "Iya Ada apa Pa, Kenapa Papa meminta tante-tante ini untuk menjemputku kan Om Andi bisa menyebutku," protes Amar. "Itu teman papa, kamu har
"Tante aku lapar?" ucap Amar sambil melirik wanita yang tengah mengemudi. "Oke, mau makan kemana? Tante temani makan," ucap Lala sambil mengemudi. "Aku ingin makan kepiting tante, sudah lama Papa gak ngajak makan kepeting. Apa tante mau mengajakku ke restoran Sea food?" tanya bocah itu lagi. "Kalau kamu ingin tentu saja, Tante mau mengajakmu," ucap Lala pada bocah itu. Lala pun mengemudi mobilnya menuju restoran Sea food, dengan sedikit mempercepat lajunya agar segera sampai ke restoran itu tapi hal itu malah justru mendapatkan teguran dari bocah lelaki itu. "Tante pengemudi yang buruk. Kenapa jalannya kencang sekali, Amar hanya ingin makan kepiting saja bukan sedang lapar. Ingat, tante! Tante itu bawa penumpang bukan kantung beras," ucap Amar dengan pedasnya. "Iya maaf, Tante kira kamu lapar banget, itu sebabnya Tante mempercepat laju mobilnya, karena bisanya kalau orang lapar itu tidak akan sabar dan segera perutnya minta diisi," ucap Lala sambil menghembuskan napas kasa
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan