"Saya teman Ayahmu, saya diminta menyebutmu karena Ayahmu masih sibuk," ucap Lala. "Mana buktinya kalau Tante adalah teman papaku? kata mama dan papa Aku tidak boleh ikut atau percaya kepada orang yang baru kenal dan aku tidak tahu siapa Tante nama tante bisa jadi nanti cuma mengaku kalau teman teman papa,"ucap Amar. "Namaku Lala, Kok bisa panggil aku tante Lala, Aku ini benar-benar teman ayahmu dia menyuruhku untuk menjemputmu jika kau tidak percaya akan ku telepon dia," ucapnya pada Amar sambil mengambil handphonenya yang ada di dalam tas lalu menekan sebuah nomor yang terlama kemudian tersambung. "Putra Bapak tidak mau saya jemput katanya saya orang asing, apa anda bisa mengatakan sesuatu pada putra anda?" tanya Lala "Baiklah Saya mau bicara dengannya," ucap Manan. "ini papa kamu ingin bicara padamu tolong terima dulu," ucap Lala. "Iya Ada apa Pa, Kenapa Papa meminta tante-tante ini untuk menjemputku kan Om Andi bisa menyebutku," protes Amar. "Itu teman papa, kamu har
"Tante aku lapar?" ucap Amar sambil melirik wanita yang tengah mengemudi. "Oke, mau makan kemana? Tante temani makan," ucap Lala sambil mengemudi. "Aku ingin makan kepiting tante, sudah lama Papa gak ngajak makan kepeting. Apa tante mau mengajakku ke restoran Sea food?" tanya bocah itu lagi. "Kalau kamu ingin tentu saja, Tante mau mengajakmu," ucap Lala pada bocah itu. Lala pun mengemudi mobilnya menuju restoran Sea food, dengan sedikit mempercepat lajunya agar segera sampai ke restoran itu tapi hal itu malah justru mendapatkan teguran dari bocah lelaki itu. "Tante pengemudi yang buruk. Kenapa jalannya kencang sekali, Amar hanya ingin makan kepiting saja bukan sedang lapar. Ingat, tante! Tante itu bawa penumpang bukan kantung beras," ucap Amar dengan pedasnya. "Iya maaf, Tante kira kamu lapar banget, itu sebabnya Tante mempercepat laju mobilnya, karena bisanya kalau orang lapar itu tidak akan sabar dan segera perutnya minta diisi," ucap Lala sambil menghembuskan napas kasa
Lala beranjak dari duduknya dengan sangat kesal, tetapi bagaimana lagi, anak kecil itu adalah jalan untuk bisa mewujudkan misinya yaitu menaklukkan hati Manan. "Anak itu sedang mengerjaiku," gerutunya lirih. Ia berjalan ke kamar mandi dan membersihkan pakaiannya sayangnya noda itu tidak bisa dibersihkan. Kembali ia mengumpat dalam hati. 'Ahh ... sial mengapa tidak bisa hilang?' Setelah berusaha untuk menghilangkan noda itu tetapi tetap tidak bisa, ia pun keluar dari toilet dengan hati kesal dan kembali kemejanya dan alangkah terkejutnya ia begitu banyaknya yang di pesan Amar. "Kau memesan semua ini?" tanya Lala menatap tak percaya. "Kenapa, Tante?" tanya Amar. "Apa kau bisa menghabiskan semua ini?" tanya pada bocah itu. "Tidak, Tante, tetapi aku mencari makanan yang tidak pedas makanya itu aku pesan semuanya," ucap Amar tersenyum dengan manis "Iya tante tahu tapi tidak seperti itu kau bisa tanyakan pada pelayan mana makanan yang tidak pedas Tidak harus memesan semua in
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem