Ana sudah merasa ada yang tidak beres, sejak semalam Arjuna keluar dari kamar Rena dengan wajah tidak bersahabat. Bahkan menanyakan hal aneh padanya. Dan saat dia balas dengan pertanyaan, suaminya itu pergi begitu saja.Lalu kini suasana meja makan terasa begitu ... Ana sendiri bingung untuk mendeskripsikannya. Menegangkan? Menyeramkan?Karena sejak kedatangannya di sini, Rena langsung memberi tatapan tajam yang lebih parah dari biasanya. Dia sendiri merasa gerakannya selalu diawasi wanita itu. Jika ini adalah salah satu adegan di film kartun pasti sekarang dia sudah terbakar karena tatapan Rena."Arjuna, hari ini Rena bareng kamu, ya? Soalnya mobil Rena mau mama pakai.""Iya," jawab Arjuna singkat tanpa repot mendongak untuk melihat ibu tirinya.Katakanlah dia tidak sopan. Karena memang begitu kenyataannya. Mau bagaimana lagi, wanita itu yang dulu pernah dia harapkan menjadi pengganti ibunya ternyata hanya menjadikannya sebagi alat agar lebih disayang ayahnya.Belum pernah sekalipun
"Aku turun di sini saja." Ana membuka percakapan, setelah sedari tadi hanya diam. Pun Arjuna yang melakukan hal sama. Rena? Wanita itu tidak jadi berangkat bersama, karena tiba-tiba Rita mengatakan akan pergi mengantarkannya."Masih tinggal beberapa meter lagi."Mengembuskan napas kasar, Ana sedikit memutar tubuhnya agar bisa melihat sang suami dengan jelas. "Apa sih mau kamu? Mau kita digosipkan? Sudah cukup kemarin kita menjadi pusat perhatian!"Sesungguhnya Ana masih dongkol dengan sikap seenaknya Arjuna. Setelah membuat teman-temannya terus bertanya, tentang apa hubungan yang terjadi antara dia, Arjuna dan Yuda. Sorenya dia harus dihadapkan dengan pandangan menghakimi orang-orang yang melihatnya pulang bersama Arjuna.Semalam, Kia bahkan mengirimkannya pesan, memberitahu dia kalau banyak gosip yang beredar setelah kepulangannya. Seperti dia yang terlibat cinta segitiga, dia yang berusaha menggoda kedua pria itu, juga kabar dia bisa kerja karena koneksi. Oke, untuk poin terakhir me
Restoran yang yang menjual segala jenis olahan ikan, menjadi pilihan ketujuh orang yang tadi memakai dua mobil untuk berangkat ke sini. Tadi sempat terjadi perdebatan kecil soal siapa yang membawa mobil, dan siapa saja yang menumpang."Biar saya yang membawa mobil.""Gue juga.""Baiklah." Ana bersuara lebih dulu karena melihat teman-temannya saling sikut. Lebih tepatnya takut pada Arjuna. "Aku sama anak-anak yang lain ikut Mas Yuda. Biar Mas Revan sama Ar—eh, Mas Arjuna."Ana hanya memikirkan rekannya kala memutuskan hal itu. Mengingat semuanya lebih dekat dengan Yuda dan supaya suasananya tak menjadi kaku.Sayangnya, usulan itu tak diterima oleh salah satu pihak."Aku ngga setuju. Biar Mas Yuda sama Revan," ucap Arjuna datar. Sebenarnya dia tak terlalu suka mengendarai mobil sendiri ketika jam makan siang seperti sekarang. Malas macet.Namun, perkataan Ana mengubah pendiriannya. Bisa-bisanya perempuan itu mengusulkan hal aneh tersebut?Walau tak ada yang tahu hubungan mereka, seharus
"Maaf. Tanganku terpeleset." Arjuna menyandarkan punggung di kursi serta menatap satu per satu orang yang berada satu meja dengannya. Namun, satu hal yang perlu dicatat. Tidak ada raut bersalah di wajah tampan pria itu. Sama sekali tidak ada!Dia benar-benar kesal mendengar ucapan asal dari perempuan yang dia lupa namanya. Apa? Menjadikan Ana istri? Istri siapa?Melirik istrinya yang terlihat tenang, dia menjadi semakin dongkol. Kenapa Ana terlihat tak terganggu?Apa jangan-jangan Ana senang dijodoh-jodohkan dengan Yuda?Sementara yang lainnya tersenyum maklum, Ana menggeleng seraya menatap aneh sang suami. Tidak percaya Arjuna menggunakan alasan tak masuk akal itu.Ini kenapa mood Arjuna layaknya wanita PMS? Naik turun seperti roller coaster. Pantas saja sang kakek memberi jawaban Arjuna dari bawah, karena memang suaminya butuh banyak belajar.Menjadi pemimpin tentu butuh kebijaksanaan yang tinggi. Dan dia rasa Arjuna belum memilikinya, suaminya masih mudah terprovokasi oleh hal kec
Ana menatap Revan kesal. "Ayolah Mas, aku naik mobil Mas Revan saja. Boleh 'kan?"Ya, sedari tadi Ana berusaha membujuk Revan agar mengizinkan ikut mobil pria itu. Toh, Yuda tadi pergi terlebih dulu bersama kakak dan keponakannya. Sayangnya, sejak tadi dia belum berhasil mendapatkan jawaban memuaskan dari Revan."Udah balik aja sama Arjuna. Kasihan dia sendirian." Revan menatap sahabatnya yang tengah bersandar di mobil.Tumben? Satu kata menggambarkan tingkah Arjuna saat ini di mata Revan. Bagaimana tidak, sahabatnya itu terang-terangan menunjukkan kedekatan dengan Ana. Lantas setiap kali dia bertanya, si tuan muda itu hanya mengedikkan bahu, tidak mau menjawab apapun.Menyebalkan 'kan? Iya, memang seperti itu sikap Arjuna.Akan tetapi, di sisi lain dia suka perubahan sahabatnya. Karena saat ini Arjuna terlihat lebih manusiawi. Tidak seperti saat bersama Rena, di mana sang sahabat tampak seperti boneka."Kalau begitu Mas bareng Arjuna saja. Biar mobilnya disetir Riki."Kalimat itu men
26.Berdiam diri di dapur sudah Ana lakukan sejak beberapa menit lalu. Pikirannya masih berkutat pada pernyataan Arjuna siang tadi. Oke, katakan saja dia memang plin-plan. Kemarin seperti penuh semangat mencari gara-gara dengan Rena, tapi begitu mendapat tantangan dia jadi bingung sendiri.Ya, setelah dipikir-pikir kalau dia benar-benar membuat kedua pasangan itu putus, bukankah itu berarti dia harus siap dengan hubungan pernikahan sesungguhnya.Nah, yang jadi pertanyaan, siapkah dia? Mampukah dia menjadi istri yang baik bagi Arjuna? Mengingat sampai saat ini benih-benih cinta sepertinya tidak dia rasakan.Ralat! Ada yang salah dengan pemikiran Ana, bukannya tidak tapi belum. Sepertinya wanita itu lupa wejangan dari Mirna, jika mudah bagi Sang Pencipta untuk menjadikan Ana mencintai suaminya.Mungkin cinta itu belum, tapi rasa peduli jelas ada. Buktinya, Ana mau repot-repot menyiapkan keperluan suaminya dan juga mengurus dengan sepenuh hati kala Arjuna sakit. Apa mungkib hal itu bisa
Umpatan Rena yang sudah ada di ujung lidah tertahan begitu suara dari arah belakang berhasil membuatnya terkejut.Memutar kepala dengan cepat, dia mendapati Arjuna tengah menatap ke arah Ana. Seketika hatinya bertambah panas. Pria itu bahkan tidak melirik ke arahnya!"Aku sedang minum teh, kalau Mbak Rena aku ngga tau," jawab Ana seraya dalam hati berdoa semoga Arjuna tidak mendengar kalimat terakhirnya. Karena jika sampai pria itu mendengar bisa dipastikan si tuan muda angkuh itu akan langsung besar kepala!"Balik ke kamar!"Ana mencoba menyabarkan diri mendengar nada perintah itu. Sejak tadi suaminya memang seperti ingin memakannya. Apalagi jika bukan karena dia yang menghindar terus dari siang. Bahkan tadi dia lebih memilih pulang bersama Yuda. Hal yang menyulut kemarahan sang suami."Iya." Ana turun dari kursi, lalu berjalan mendekati suaminya. "Duluan, Mbak."Baru saja pasangan suami istri itu akan melangkah. Genggaman Rena di tangan Arjuna kompak menghentikan langkah keduanya."
Dalam 28 tahun hidupnya, cinta yang pernah dia terima dan rasakan adalah cinta orang tua. Bukan, dia bukannya anti pada hubungan asmara. Ketika remaja tentu saja dia pernah tertarik pada lawan jenis, tetapi tidak sampai pada tahap jatuh cinta.Apalagi semenjak keluarganya dihadapkan pada masalah bertubi-tubi, Ana seakan lupa eksistensi makhluk berjenis kelamin laki-laki tersebut. Pikirannya sibuk memutar otak untuk mencari cara tercepat mendapat uang agar bisa segera melunasi hutang sang ayah.Akan tetapi, hari ini hati yang telah lama menolak terbawa perasaan ketika ada pria mendekat, mulai berulah. Sudah sejak beberapa jam lalu, Ana yang berbaring dengan posisi miring masih tidak bisa pergi ke alam mimpi.Padahal segala cara telah dia lakukan, memejamkan mata erat-erat selama beberapa menit, menghitung jumlah kambing, mengingat sesuatu yang indah, tapi semuanya belum membuahkan hasil.Sungguh sebenarnya dia ingin pindah posisi, tapi tidak siap jika harus melihat Arjuna karena kejadi