Calvin membawa neneknya turun ke lantai dasar dan bersiap-siap berangkat ke hotel untuk makan. Begitu keluar dari gedung, mata tajam Calvin langsung menangkap sosok Olivia.“Nenek, sekarang aku mengerti kenapa kakak minta aku bawa Nenek pergi makan.”Lelaki itu menunjuk pintu masuk kantor dan berkata, “Kakak iparku datang dan membawa bekal. Dia pasti bawain buat kakak.”Pantas saja kakaknya buru-buru memintanya untuk membawa nenek pergi. Bahkan dia mengatakan neneknya menjadi obat nyamuk saja. Neneknya menghentikan langkah kaki dan menyipitkan matanya sambil berkata,“Beneran Olivia! Buruan telepon kakakmu dan minta dia pindah ruangan. Pindah ke ruangan kamu saja, jangan sampai Olivia tahu.”Calvin mengangguk dan menghubungi kakaknya. Tanpa perlu dia memberitahu Stefan, lelaki itu sudah mengetahuinya lebih dulu. Di dalam lacinya terdapat teropong. Setelah Neneknya pergi, dia mengeluarkan teropong dan melihat ke lantai bawah dari jendela ruangannya. Setelah melihat mobil Olivia muncul,
“Aku sudah makan.”Olivia langsung menjawab dan kemudian berpikir sejenak sambil berkata lagi, “Gimana kalau aku temani kamu makan, setelah selesai baru aku pulang.”Dengan mata berbinar Stefan berkata, “Ke ruangan aku saja.”Olivia melirik ke orang-orang sekitar sambil bertanya, “Aku bukan orang di kantor kamu, memangnya aku bisa sembarangan masuk?”“Nggak akan masalah kalau aku bawa kamu masuk.”Dia mengulurkan tangan ke arah Olivia dan disambut oleh perempuan itu dengan ragu-ragu. Senyuman di bibir Stefan semakin lebar ketika dia menggenggam tangan perempuan itu. Senyuman itu tidak disadari oleh Olivia sama sekali.Sebelah tangannya memegang kotak bekal yang diantar oleh Olivia, dan sebelah lagi menggandeng tangan Olivia. Dia membawa Olivia melewati tatapan terkejut setiap orang yang dia lewati.“Pak Stefan.”“Pak Stefan.”Setiap orang yang melihat Stefan akan menyapanya dengan santun. Semua orang juga akan tersenyum dan mengangguk pada Olivia serta menyapa perempuan itu. Banyak sek
Stefan membuka kotak bekal dan berkata, “Kalau kamu masuk ke dalam kantorku, kamu akan tahu kalau di kantorku ada banyak sekali kedudukan. Banyak sekali wakil direktur yang memegang divisi berbeda. Pokoknya di kantor aku nggak ada membedakan atasan atau bawahan.”Olivia memeletkan lidahnya dan berkata, “Untung saja aku nggak ada kemampuan untuk kerja di kantor kalian. Kalau nggak, aku pasti nggak akan bisa ingat atasan sebanyak itu.”Stefan meliriknya sekilas dan berkata, “Kamu yang sekarang sudah sangat baik, bebas dan penghasilannya juga nggak rendah. Kamu nggak tahu ada berapa banyak orang yang mengagumi pekerjaan kamu yang bebas.”“Aku hanya nggak terbiasa diatur sama orang lain, makanya begitu tamat aku langsung buka toko bersama dengan Junia. Toko ini juga bantuan keluarga Junia yang bantu, kalau nggak kami juga nggak mungkin bisa dapat hak usaha toko itu.” Tidak mudah membuka usaha di depan sekolahan.“Pohon itu dibeli dari toko online aku?”Olivia melihat pohon yang diletakkan
“Dia bakalan lebih nggak bahagia lagi kalau aku yang temani dia. Nenek selalu bilang aku seperti patung yang nggak bisa ngobrol. Dia jauh lebih suka denganmu.”“Kalau gitu kita berdua bawa nenek jalan-jalan saja,” kata Olivia.”Tepat sekali sesuai dengan keinginan Stefan, dengan cepat dia berkata, “Iya.”“Di daerah barat ada resort, besok aku bawa kamu dan nenek ke sana.” Lusa merupakan hari di mana kakak iparnya dan Roni membicarakan perihal perceraian mereka. Sebagai keluarga dari pihak Odelina, mereka harus ikut datang membantu. Oleh karena itu dia hanya memiliki satu hari di besok hari saja untuk jalan dengan istrinya.Resort itu merupakan salah satu aset di keluarga Adhitama. Dibangun untuk publik dan setiap tahunnya memiliki pengunjung yang menggunung.“Katanya di sana sangat indah dan seru.”“Aku nggak pernah pergi, jadi nggak tahu gimana.”Olivia mengeluarkan ponselnya dan mencari tahu foto resort yang dimaksud oleh Stefan. Setelah melihatnya, dia mulai tidak sabar menunggu hin
Akan tetapi meja riasnya tidak ada kontrak itu lagi. Sepertinya dia menggambar aksesoris rambut itu di kontrak perjanjian itu ….Mata Olivia melebar seketika. Dia melotot pada Stefan yang tertidur karena lelaki itu membuang hasil gambarnya tanpa sengaja dan kertas itu juga merupakan kontrak mereka. Lebih tepatnya kontrak yang ada di tangannya saja yang sudah lenyap. Stefan pasti masih menyimpannya seperti harta karun.Jari tangannya menusuk wajah Stefan yang tidak ada reaksi sama sekali. Telunjuknya menusuk pipi lelaki itu lagi dan berkata, “Punya aku sudah kamu lenyapkan tanpa sengaja, sedangkan punyamu masih ada sama kamu. Nggak adil! Aku nggak ada jaminan sama sekali.”Apakah dia perlu mencuri kontrak milik Stefan dan melenyapkannya? Begitu jauh lebih adil, tidak ada satu orang pun yang memiliki kontrak tersebut sehingga tidak ada yang bisa mengakhirinya. Begitu jauh lebih tenang bagi Olivia.Teringat bahwa Olivia tidak memiliki kesempatan untuk masuk ke kamar lelaki itu membuat dia
Jangan bicarakan delapan adiknya Stefan yang lain. Hanya Stefan seorang saja sudah membuatnya pusing. Ketika suaminya belum meninggal, dia pernah mendeskripsikan kesembilan cucunya. Katanya Stefan merupakan cucu yang paling berbakti pada Sarah, tetapi juga yang paling membuat Sarah khawatir.Dengan sifat yang dimiliki Stefan, kalau Sarah tidak ikut campur maka dia akan lajang selamanya!Dilihat dari keadaan sekarang, ternyata apa yang dikatakan suaminya memang benar!“Nyonya, masalah perasaan tidak bisa buru-buru. Ini masalah penting dalam hidup dan butuh waktu seumur hidup. Kalau Olivia nggak mengenali seseorang dengan baik, nggak hanya masa mudanya yang habis, tapi ada harga yang lebih mahal yang harus dia bayar.”Terdengar suara pintu terbuka dari arah luar.“Den Stefan dan Non Olivia sudah pulang.”“Ingat dengan panggilanmu!” peringat Sarah lagi.Bi Lesti mengangguk dengan cepat. Kedua suami istri itu masuk dan melihat Bi Lesti tengah menemani Sarah menonton.“Pak Stefan, Bu Olivia
Di dalam kamarnya Olivia, perempuan itu tengah membantu nenek mengeluarkan barang dari dalam koper. Neneknya bahkan membawa gelas minumnya kemari.“Nenek, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Nenek mau pindah keluar dari rumah?”“Huft, jangan diungkit lagi. Semua karena anak dan cucu yang nggak berbakti. Setiap hari kerjaannya buat Nenek khawatir dan nggak ada yang mau perhatian sama Nenek. Lebih baik Nenek lepas tangan dan pindah dengan kalian selama beberapa waktu aja. Biarkan Nenek hilang dari hidup mereka.”Setelah Olivia meletakkan barang-barang milik neneknya, dia masuk ke kamar mandi dan bantu untuk mengisi air mandi sambil berseru, “Nenek, air mandinya sudah siap. Nenek mandi air hangat dulu.”Sarah menyahut dan bergegas mengambil baju tidurnya untuk masuk ke kamar mandi. “Selama ini Nenek ingin anak atau cucu perempuan karena perempuan lebih perhatian. Kamu lihat setelah Nenek datang, Stefan nggak datang dan perhatian sama Nenek. Tetap Olivia yang paling perhatian.”Olivia tert
Baru saja berjalan beberapa langkah, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Bukan kamarnya melainkan kamar Stefan. Lelaki itu mengenakan baju tidur yang tebal dan nyaman dan keluar sambil memegang gelas. Sepertinya dia ingin mengambil air minum.Kedua suami istri itu bertatapan sejenak. Kemudian Stefan menyalakan lampu sambil bertanya, “Masih belum tidur?”Dengan malu Olivia berkata dengan suara kecil, “Stefan, nenek kamu tidur mendengkur dan suaranya keras sekali. Aku nggak bisa tidur sama sekali.”Stefan berjalan ke depan kamar Olivia dan membuka pintu kamarnya. Dia melongokkan kepala dan melirik sejenak. Memang terdengar suara dengkuran neneknya yang sangat nyaring. Stefan langsung bisa menebak itu bohongan. Dia menutup pintu kamar dengan perlahan dan berbalik ke arah Olivia sambil berkata,“Lalu kamu mau tidur dimana?”“Aku ingin tidur sama Bi Lesti, tapi dia sudah tidur dan nggak mau bangun. Pintu kamarnya juga sudah dikunci dan aku nggak bisa masuk. Makanya aku Cuma bisa tidur di sofa.”