Olivia tak menyadari maksud tersembunyi dari kata-kata mertuanya yang ingin segera memiliki cucu, sambil tersenyum dia berkata, "Iya, sih, siapa yang nggak suka sama Russel begitu ketemu." "Di Vila Ferda juga gitu, semua orang di sana suka banget sama dia. Pas aku bawa dia pulang pertama kali, sampai neneknya nggak rela dia pulang." Olivia menggandeng lengan mertuanya kembali ke dalam rumah.Dewi tersenyum dan berkata, "Nenek Santoso itu sayang banget sama Russel, tapi nenekmu malah sayang banget sama putri kecilnya keluarga Santoso, sampai pengin nyulik dia buat dirawat sendiri." “Betul itu, nenek liat Audrey langsung klepek-klepek, bisa duduk di samping tempat tidur bayi seharian. Nggak bosan-bosan," sambung OliviaDewi tersenyum, "Kalau aku juga punya cucu perempuan, bisa duduk seharian ngelihatin bayi. Nggak bakal bosan." Keluarga Adhitama seperti biara. Mereka semua sangat menyukai gadis kecil. Tidak hanya nenek saja yang seperti itu.“Mama kalau bosan di rumah saja, bisa jala
Olivia tidak hanya duduk diam, ia meletakkan tasnya dan segera mengikuti Dewi masuk ke dapur. Stefan memanggil ayahnya, kemudian menaruh beberapa kotak suplemen di atas meja kopi sambil berkata, "Pa, ini Olivia beli untuk Papa dan Mama." Setelah itu, ia duduk di samping ayahnya, melirik koran sebentar, dan bertanya, "Apa yang Papa baca? Berita apa?""Hanya sekedar lihat-lihat, untuk menghabiskan waktu. Kenapa nggak bawa Russel? Kalau Russel ada, Ayah jadi nggak akan merasa bosan." Merawat anak memang melelahkan, tapi Handi menikmatinya. Jika Russel ada, ia suka mengikuti Russel bermain."Ayah Russel sudah sadar. Besok Kak Odel mau bawa dia ke rumah sakit untuk jenguk ayahnya." Handi mengangguk, "Oh, si Roni itu sudah bangun?" Mereka tahu bagaimana Roni pernah memperlakukan Odelina. Semua orang merasa bahwa apa yang terjadi pada Roni adalah karma. Beberapa bahkan berharap Roni tidak akan pernah bangun lagi. "Iya, dia sudah bangun, sekarang sudah bisa makan," jawab Stefan, "Dia beruntu
Handi, “….”Gawat, Stefan menemukan resep obat. Apa yang harus Handi lakukan agar istrinya tidak ketahuan?“Siapa yang letakkan kertas di bawah meja?” gumam Stefan.Stefan mengambil kertas yang terlipat itu dari bawah meja. Awalnya dia ingin langsung membuang kertas itu ke tempat sampah. Namun, dia melihat seperti ada tulisan di atas kertas. Dia yang merasa penasaran pun membuka kertas itu dan membacanya.Pada saat ini, Dewi dan Olivia baru saja keluar dari dapur. Dewi melihat Stefan sedang membuka kertas yang terlipat. Selain itu, posisi meja sofa sedikit berpindah. Wajah Dewi seketika memucat.Gawat, gawat. Bagaimana Stefan bisa menemukannya? Dewi sudah meletakkan resep obat itu di bawah meja, tapi Stefan tetap saja masih bisa menemukannya. Apa mungkin suaminya yang beritahu Stefan?Tidak mungkin. Dewi Yakin suaminya tidak mungkin mengkhianatinya. Dewi berusaha sekuat tenaga untuk tetap bersikap tenang, tidak boleh panik. Kalau Stefan bertanya, dia tidak akan mengakuinya.Stefan memb
Tanpa perlu diingatkan oleh ibunya, Stefan sudah menelepon dokter keluarganya. Setelah dokter mengangkat telepon, dia pun langsung bertanya, “Dok, apakah Nenek, Papa dan Mamaku pernah sakit akhir-akhir ini?”“Nggak pernah, Pak Stefan. Bu Sarah, Pak Handi dan Bu Dewi sehat-sehat saja. Kenapa Pak Stefan tiba-tiba bertanya seperti itu? Apakah terjadi sesuatu pada Bu Sarah?”Dokter keluarga Adhitama mengira terjadi sesuatu pada Sarah, karena memang usia Sarah yang paling tua di keluarga Adhitama. Meskipun dia tidak bertanggung jawab atas pemeriksaan kesehatan keluarga Adhitama, dokter itu bisa mengetahui hasilnya hanya dengan bertanya temannya yang bekerja di rumah sakit tersebut.Sepertinya tidak ada anggota keluarga Adhitama yang sakit. Semua anggota keluarga tersebut sangat memperhatikan kesehatan mereka. Semua orang dalam keadaan sehat. Keluarga Adhitama adalah keluarga paling diberkati.Mereka yang masih muda selalu berprestasi. Sedangkan mereka yang sudah pensiun terawat dengan baik,
Stefan tidak mungkin memercayai kebohongan ayahnya yang konyol itu. Jangankan Stefan, Calvin dan yang lainnya juga tidak percaya.Olivia ingin mengambil resep obat itu dari tangan suaminya, tapi Stefan langsung merobek resep obat tersebut. Setelah merobeknya, Stefan pergi ke kamar mandi dan buang kertas robek itu ke dalam toilet lalu siram dengan air. Saat keluar dari kamar mandi, raut wajahnya masih sangat muram.“Stefan, Papa nggak bohong sama kamu. Resep obat itu benar-benar bukan untuk Olivia. Itu memang resep obat yang pernah dipakai mamamu dulu.” Handi bersikeras meneruskan kebohongannya.Namun, Stefan langsung membeberkan kebohongan ayahnya, “Aku ingat Nenek pernah bilang setelah kalian menikah tiga bulan, Mama sudah hamil. Kenapa Papa malah bilang sudah menikah lama tapi belum hamil juga? Nenek yang pikun dan salah ingat, atau Papa yang lagi berbohong? Nggak hanya Nenek yang bilang, aku ingat Mama juga pernah bilang kalau Mama hamil aku nggak lama setelah menikah.”Handi, “....
Sebenarnya Olivia juga tahu kalau keluarga suaminya sangat menantikan kehamilannya. Jangankan mereka, Odelina, Yuna dan yang lainnya juga berharap dia cepat-cepat hamil.“Semua obat nggak boleh diminum sembarangan. Kalau diminum sembarangan, alih-alih menyembuhkan, malah akan merusak tubuh sendiri. Pokoknya, tanpa konsultasi dan diperiksa oleh dokter, nggak boleh sembarangan minum obat.”Handi terkekeh, “Stefan, kami tahu soal itu. Aku juga sudah bilang sama mamamu, nggak boleh sembarangan minum obat. Mamamu juga nggak berniat suruh Olivia minum obat itu. Hanya saja nenekmu yang kasih resep obat itu ke mamamu. Mamamu nggak enak hati menolak maksud baik nenekmu, mau nggak mau dia bawa pulang resep obat itu.”Dewi khawatir Stefan akan menyalahkan ibunya, jadi dia segera membela, “Stefan, kami juga nggak tahu kondisi kamu dan Oliv. Kamu juga jangan salahkan nenekmu. Dia memang seperti itu, suka khawatir soal ini khawatir soal itu. Kamu cucu kesayangannya, dia sering bilang ingin punya cic
“Untung saja Oliv nggak terlalu peduli dengan hal seperti ini. Dia nggak marah, dia juga berhasil bujuk Stefan. Kalau nggak, nggak tahu Stefan bakal mengomel sampai kapan. Aku ini papanya, diomelin sama anak sendiri benar-benar memalukan.”Dewi tersenyum sambil merangkul lengan suaminya, “Nanti makan lebih banyak lauk kesukaanmu, isi ulang tenaga. Kamu gantikan aku jadi sasaran pelampiasan amarah Stefan.”Dewi yang membawa resep obat itu dari rumah orang tuanya. Dia juga yang menyimpan resep obat itu di bawah meja. Semua itu salahnya. Namun, suaminya juga dimarahi oleh putranya. Dia sudah melibatkan suaminya.“Ayo, kita juga pergi makan.”Saat ini, Reiki datang bersama Junia. Keduanya langsung menyapa dengan manis, “Om, Tante.”Handi dan Dewi menyambut mereka dengan hangat dan mengajak mereka untuk makan bersama. Reiki dan Junia berencana menghabiskan akhir pekan mereka di Vila Permai. Apalagi mereka sudah sering bertamu ke vila, jadi mereka sama sekali tidak sungkan. Mereka langsung m
Baik lingkungan maupun orangnya, keluarga Adhitama amat sangat baik. Rosalina bahkan belum resmi menikah dengan Calvin. Hanya karena mereka sudah bertunangan, Rosalina juga mulai pelan-pelan memanggil calon mertuanya dengan sebutan ayah dan ibu. Keduanya juga memperlakukan Rosalina seperti putri mereka sendiri. Mereka sama sekali tidak membencinya karena dia buta.Sebagai ibu mertua, Fenny kerap menggunakan tindakan untuk membuktikan kalau sebagai calon menantu keluarga Adhitama, Rosalina hanya perlu tahu cara membelanjakan uang, tidak perlu mengkhawatirkan hal lain.Saat bersama ibu kandungnya, Rosalina tidak bisa merasakan kasih sayang ibunya. Namun, dia bisa merasakan kasih sayang itu dari calon ibu mertuanya. Rasanya sungguh bahagia ada ibu yang menyayangi dan memanjakannya.“Benar, jadi orang harus bersyukur. Anak perempuan memang lebih perhatian.”Fenny meraih tangan Rosalina dan terus mencurahkan perhatiannya kepada Rosalina. Rosalina hampir mengalami hal yang tidak diinginkan.