Olivia tidak hanya duduk diam, ia meletakkan tasnya dan segera mengikuti Dewi masuk ke dapur. Stefan memanggil ayahnya, kemudian menaruh beberapa kotak suplemen di atas meja kopi sambil berkata, "Pa, ini Olivia beli untuk Papa dan Mama." Setelah itu, ia duduk di samping ayahnya, melirik koran sebentar, dan bertanya, "Apa yang Papa baca? Berita apa?""Hanya sekedar lihat-lihat, untuk menghabiskan waktu. Kenapa nggak bawa Russel? Kalau Russel ada, Ayah jadi nggak akan merasa bosan." Merawat anak memang melelahkan, tapi Handi menikmatinya. Jika Russel ada, ia suka mengikuti Russel bermain."Ayah Russel sudah sadar. Besok Kak Odel mau bawa dia ke rumah sakit untuk jenguk ayahnya." Handi mengangguk, "Oh, si Roni itu sudah bangun?" Mereka tahu bagaimana Roni pernah memperlakukan Odelina. Semua orang merasa bahwa apa yang terjadi pada Roni adalah karma. Beberapa bahkan berharap Roni tidak akan pernah bangun lagi. "Iya, dia sudah bangun, sekarang sudah bisa makan," jawab Stefan, "Dia beruntu
Handi, “….”Gawat, Stefan menemukan resep obat. Apa yang harus Handi lakukan agar istrinya tidak ketahuan?“Siapa yang letakkan kertas di bawah meja?” gumam Stefan.Stefan mengambil kertas yang terlipat itu dari bawah meja. Awalnya dia ingin langsung membuang kertas itu ke tempat sampah. Namun, dia melihat seperti ada tulisan di atas kertas. Dia yang merasa penasaran pun membuka kertas itu dan membacanya.Pada saat ini, Dewi dan Olivia baru saja keluar dari dapur. Dewi melihat Stefan sedang membuka kertas yang terlipat. Selain itu, posisi meja sofa sedikit berpindah. Wajah Dewi seketika memucat.Gawat, gawat. Bagaimana Stefan bisa menemukannya? Dewi sudah meletakkan resep obat itu di bawah meja, tapi Stefan tetap saja masih bisa menemukannya. Apa mungkin suaminya yang beritahu Stefan?Tidak mungkin. Dewi Yakin suaminya tidak mungkin mengkhianatinya. Dewi berusaha sekuat tenaga untuk tetap bersikap tenang, tidak boleh panik. Kalau Stefan bertanya, dia tidak akan mengakuinya.Stefan memb
Tanpa perlu diingatkan oleh ibunya, Stefan sudah menelepon dokter keluarganya. Setelah dokter mengangkat telepon, dia pun langsung bertanya, “Dok, apakah Nenek, Papa dan Mamaku pernah sakit akhir-akhir ini?”“Nggak pernah, Pak Stefan. Bu Sarah, Pak Handi dan Bu Dewi sehat-sehat saja. Kenapa Pak Stefan tiba-tiba bertanya seperti itu? Apakah terjadi sesuatu pada Bu Sarah?”Dokter keluarga Adhitama mengira terjadi sesuatu pada Sarah, karena memang usia Sarah yang paling tua di keluarga Adhitama. Meskipun dia tidak bertanggung jawab atas pemeriksaan kesehatan keluarga Adhitama, dokter itu bisa mengetahui hasilnya hanya dengan bertanya temannya yang bekerja di rumah sakit tersebut.Sepertinya tidak ada anggota keluarga Adhitama yang sakit. Semua anggota keluarga tersebut sangat memperhatikan kesehatan mereka. Semua orang dalam keadaan sehat. Keluarga Adhitama adalah keluarga paling diberkati.Mereka yang masih muda selalu berprestasi. Sedangkan mereka yang sudah pensiun terawat dengan baik,
Stefan tidak mungkin memercayai kebohongan ayahnya yang konyol itu. Jangankan Stefan, Calvin dan yang lainnya juga tidak percaya.Olivia ingin mengambil resep obat itu dari tangan suaminya, tapi Stefan langsung merobek resep obat tersebut. Setelah merobeknya, Stefan pergi ke kamar mandi dan buang kertas robek itu ke dalam toilet lalu siram dengan air. Saat keluar dari kamar mandi, raut wajahnya masih sangat muram.“Stefan, Papa nggak bohong sama kamu. Resep obat itu benar-benar bukan untuk Olivia. Itu memang resep obat yang pernah dipakai mamamu dulu.” Handi bersikeras meneruskan kebohongannya.Namun, Stefan langsung membeberkan kebohongan ayahnya, “Aku ingat Nenek pernah bilang setelah kalian menikah tiga bulan, Mama sudah hamil. Kenapa Papa malah bilang sudah menikah lama tapi belum hamil juga? Nenek yang pikun dan salah ingat, atau Papa yang lagi berbohong? Nggak hanya Nenek yang bilang, aku ingat Mama juga pernah bilang kalau Mama hamil aku nggak lama setelah menikah.”Handi, “....
Sebenarnya Olivia juga tahu kalau keluarga suaminya sangat menantikan kehamilannya. Jangankan mereka, Odelina, Yuna dan yang lainnya juga berharap dia cepat-cepat hamil.“Semua obat nggak boleh diminum sembarangan. Kalau diminum sembarangan, alih-alih menyembuhkan, malah akan merusak tubuh sendiri. Pokoknya, tanpa konsultasi dan diperiksa oleh dokter, nggak boleh sembarangan minum obat.”Handi terkekeh, “Stefan, kami tahu soal itu. Aku juga sudah bilang sama mamamu, nggak boleh sembarangan minum obat. Mamamu juga nggak berniat suruh Olivia minum obat itu. Hanya saja nenekmu yang kasih resep obat itu ke mamamu. Mamamu nggak enak hati menolak maksud baik nenekmu, mau nggak mau dia bawa pulang resep obat itu.”Dewi khawatir Stefan akan menyalahkan ibunya, jadi dia segera membela, “Stefan, kami juga nggak tahu kondisi kamu dan Oliv. Kamu juga jangan salahkan nenekmu. Dia memang seperti itu, suka khawatir soal ini khawatir soal itu. Kamu cucu kesayangannya, dia sering bilang ingin punya cic
“Untung saja Oliv nggak terlalu peduli dengan hal seperti ini. Dia nggak marah, dia juga berhasil bujuk Stefan. Kalau nggak, nggak tahu Stefan bakal mengomel sampai kapan. Aku ini papanya, diomelin sama anak sendiri benar-benar memalukan.”Dewi tersenyum sambil merangkul lengan suaminya, “Nanti makan lebih banyak lauk kesukaanmu, isi ulang tenaga. Kamu gantikan aku jadi sasaran pelampiasan amarah Stefan.”Dewi yang membawa resep obat itu dari rumah orang tuanya. Dia juga yang menyimpan resep obat itu di bawah meja. Semua itu salahnya. Namun, suaminya juga dimarahi oleh putranya. Dia sudah melibatkan suaminya.“Ayo, kita juga pergi makan.”Saat ini, Reiki datang bersama Junia. Keduanya langsung menyapa dengan manis, “Om, Tante.”Handi dan Dewi menyambut mereka dengan hangat dan mengajak mereka untuk makan bersama. Reiki dan Junia berencana menghabiskan akhir pekan mereka di Vila Permai. Apalagi mereka sudah sering bertamu ke vila, jadi mereka sama sekali tidak sungkan. Mereka langsung m
Baik lingkungan maupun orangnya, keluarga Adhitama amat sangat baik. Rosalina bahkan belum resmi menikah dengan Calvin. Hanya karena mereka sudah bertunangan, Rosalina juga mulai pelan-pelan memanggil calon mertuanya dengan sebutan ayah dan ibu. Keduanya juga memperlakukan Rosalina seperti putri mereka sendiri. Mereka sama sekali tidak membencinya karena dia buta.Sebagai ibu mertua, Fenny kerap menggunakan tindakan untuk membuktikan kalau sebagai calon menantu keluarga Adhitama, Rosalina hanya perlu tahu cara membelanjakan uang, tidak perlu mengkhawatirkan hal lain.Saat bersama ibu kandungnya, Rosalina tidak bisa merasakan kasih sayang ibunya. Namun, dia bisa merasakan kasih sayang itu dari calon ibu mertuanya. Rasanya sungguh bahagia ada ibu yang menyayangi dan memanjakannya.“Benar, jadi orang harus bersyukur. Anak perempuan memang lebih perhatian.”Fenny meraih tangan Rosalina dan terus mencurahkan perhatiannya kepada Rosalina. Rosalina hampir mengalami hal yang tidak diinginkan.
“Selama mereka benar-benar jatuh cinta, mereka pasti bisa mengucapkan kata-kata manis,” kata Lukas.Fenny merasa ucapan suaminya masuk akal juga. Dia pun mengangguk sambil tersenyum, “Kira-kira bagaimana kabar Ricky di Kota Cianter sana, ya? Kalau Ricky sudah mantap, Samuel dan Hansel juga akan segera mulai. Kalau mereka bisa menikah bareng, keluarga kita benar-benar akan sangat bahagia.”Lukas tertawa pelan, “Kalau dipikir-pikir iya, sih. Tapi kenyataannya nggak seindah itu. Sandy masih sekolah.”Sandy sedang liburan di rumah saja, dia pun sibuk mengambil hati saudara iparnya. Setelah mengambil hati Olivia, soal latihan yang perlu dia kerjakan pun jadi lebih sedikit. Kalau tidak, delapan kakaknya pasti selalu memberinya hadiah berupa soal latihan dan menyuruhnya mengerjakan soal hingga kepalanya pusing.“Benar juga, Sandi masih harus menunggu seenggaknya sepuluh tahun lagi. Minimal sepuluh tahun. Kalau dia seperti Stefan, mungkin dia harus menunggu lebih dari sepuluh tahun baru bisa m
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa