Setelah Dewi menyembunyikan resep obatnya, ia berdiri tegak dan berjalan keluar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Handi bertanya kepada pelayan itu, “Russel ikut?”“Tidak lihat Den Russel, Pak.”Handi mengambil koran dan mulai membacanya, berkata, "Tanpa kehadiran si kecil, seorang ayah nggak perlu ke depan menyambut anaknya." Sang pelayan hanya bisa tersenyum mendengar komentar tersebut. Russel memang sangat disayangi oleh para anggota keluarga yang lebih tua karena kecerdasan dan kelucuannya. Di Vila Permai, di mana anak-anak sangat jarang terlihat, kedatangan Russel selalu menjadi momen yang sangat ditunggu. Russel selalu berhasil menjadi pusat perhatian dan mendapatkan kasih sayang dari semua orang, terutama dari Handi dan para anggota keluarga lainnya yang sudah mulai merasakan fase menjadi orang tua.Saat Dewi keluar dari rumah utama, dia disambut oleh anak dan menantunya yang berjalan bersisian dengan tangan saling menggenggam, sementara di tangan lainnya terdapat beberapa k
Olivia tak menyadari maksud tersembunyi dari kata-kata mertuanya yang ingin segera memiliki cucu, sambil tersenyum dia berkata, "Iya, sih, siapa yang nggak suka sama Russel begitu ketemu." "Di Vila Ferda juga gitu, semua orang di sana suka banget sama dia. Pas aku bawa dia pulang pertama kali, sampai neneknya nggak rela dia pulang." Olivia menggandeng lengan mertuanya kembali ke dalam rumah.Dewi tersenyum dan berkata, "Nenek Santoso itu sayang banget sama Russel, tapi nenekmu malah sayang banget sama putri kecilnya keluarga Santoso, sampai pengin nyulik dia buat dirawat sendiri." “Betul itu, nenek liat Audrey langsung klepek-klepek, bisa duduk di samping tempat tidur bayi seharian. Nggak bosan-bosan," sambung OliviaDewi tersenyum, "Kalau aku juga punya cucu perempuan, bisa duduk seharian ngelihatin bayi. Nggak bakal bosan." Keluarga Adhitama seperti biara. Mereka semua sangat menyukai gadis kecil. Tidak hanya nenek saja yang seperti itu.“Mama kalau bosan di rumah saja, bisa jala
Olivia tidak hanya duduk diam, ia meletakkan tasnya dan segera mengikuti Dewi masuk ke dapur. Stefan memanggil ayahnya, kemudian menaruh beberapa kotak suplemen di atas meja kopi sambil berkata, "Pa, ini Olivia beli untuk Papa dan Mama." Setelah itu, ia duduk di samping ayahnya, melirik koran sebentar, dan bertanya, "Apa yang Papa baca? Berita apa?""Hanya sekedar lihat-lihat, untuk menghabiskan waktu. Kenapa nggak bawa Russel? Kalau Russel ada, Ayah jadi nggak akan merasa bosan." Merawat anak memang melelahkan, tapi Handi menikmatinya. Jika Russel ada, ia suka mengikuti Russel bermain."Ayah Russel sudah sadar. Besok Kak Odel mau bawa dia ke rumah sakit untuk jenguk ayahnya." Handi mengangguk, "Oh, si Roni itu sudah bangun?" Mereka tahu bagaimana Roni pernah memperlakukan Odelina. Semua orang merasa bahwa apa yang terjadi pada Roni adalah karma. Beberapa bahkan berharap Roni tidak akan pernah bangun lagi. "Iya, dia sudah bangun, sekarang sudah bisa makan," jawab Stefan, "Dia beruntu
Handi, “….”Gawat, Stefan menemukan resep obat. Apa yang harus Handi lakukan agar istrinya tidak ketahuan?“Siapa yang letakkan kertas di bawah meja?” gumam Stefan.Stefan mengambil kertas yang terlipat itu dari bawah meja. Awalnya dia ingin langsung membuang kertas itu ke tempat sampah. Namun, dia melihat seperti ada tulisan di atas kertas. Dia yang merasa penasaran pun membuka kertas itu dan membacanya.Pada saat ini, Dewi dan Olivia baru saja keluar dari dapur. Dewi melihat Stefan sedang membuka kertas yang terlipat. Selain itu, posisi meja sofa sedikit berpindah. Wajah Dewi seketika memucat.Gawat, gawat. Bagaimana Stefan bisa menemukannya? Dewi sudah meletakkan resep obat itu di bawah meja, tapi Stefan tetap saja masih bisa menemukannya. Apa mungkin suaminya yang beritahu Stefan?Tidak mungkin. Dewi Yakin suaminya tidak mungkin mengkhianatinya. Dewi berusaha sekuat tenaga untuk tetap bersikap tenang, tidak boleh panik. Kalau Stefan bertanya, dia tidak akan mengakuinya.Stefan memb
Tanpa perlu diingatkan oleh ibunya, Stefan sudah menelepon dokter keluarganya. Setelah dokter mengangkat telepon, dia pun langsung bertanya, “Dok, apakah Nenek, Papa dan Mamaku pernah sakit akhir-akhir ini?”“Nggak pernah, Pak Stefan. Bu Sarah, Pak Handi dan Bu Dewi sehat-sehat saja. Kenapa Pak Stefan tiba-tiba bertanya seperti itu? Apakah terjadi sesuatu pada Bu Sarah?”Dokter keluarga Adhitama mengira terjadi sesuatu pada Sarah, karena memang usia Sarah yang paling tua di keluarga Adhitama. Meskipun dia tidak bertanggung jawab atas pemeriksaan kesehatan keluarga Adhitama, dokter itu bisa mengetahui hasilnya hanya dengan bertanya temannya yang bekerja di rumah sakit tersebut.Sepertinya tidak ada anggota keluarga Adhitama yang sakit. Semua anggota keluarga tersebut sangat memperhatikan kesehatan mereka. Semua orang dalam keadaan sehat. Keluarga Adhitama adalah keluarga paling diberkati.Mereka yang masih muda selalu berprestasi. Sedangkan mereka yang sudah pensiun terawat dengan baik,
Stefan tidak mungkin memercayai kebohongan ayahnya yang konyol itu. Jangankan Stefan, Calvin dan yang lainnya juga tidak percaya.Olivia ingin mengambil resep obat itu dari tangan suaminya, tapi Stefan langsung merobek resep obat tersebut. Setelah merobeknya, Stefan pergi ke kamar mandi dan buang kertas robek itu ke dalam toilet lalu siram dengan air. Saat keluar dari kamar mandi, raut wajahnya masih sangat muram.“Stefan, Papa nggak bohong sama kamu. Resep obat itu benar-benar bukan untuk Olivia. Itu memang resep obat yang pernah dipakai mamamu dulu.” Handi bersikeras meneruskan kebohongannya.Namun, Stefan langsung membeberkan kebohongan ayahnya, “Aku ingat Nenek pernah bilang setelah kalian menikah tiga bulan, Mama sudah hamil. Kenapa Papa malah bilang sudah menikah lama tapi belum hamil juga? Nenek yang pikun dan salah ingat, atau Papa yang lagi berbohong? Nggak hanya Nenek yang bilang, aku ingat Mama juga pernah bilang kalau Mama hamil aku nggak lama setelah menikah.”Handi, “....
Sebenarnya Olivia juga tahu kalau keluarga suaminya sangat menantikan kehamilannya. Jangankan mereka, Odelina, Yuna dan yang lainnya juga berharap dia cepat-cepat hamil.“Semua obat nggak boleh diminum sembarangan. Kalau diminum sembarangan, alih-alih menyembuhkan, malah akan merusak tubuh sendiri. Pokoknya, tanpa konsultasi dan diperiksa oleh dokter, nggak boleh sembarangan minum obat.”Handi terkekeh, “Stefan, kami tahu soal itu. Aku juga sudah bilang sama mamamu, nggak boleh sembarangan minum obat. Mamamu juga nggak berniat suruh Olivia minum obat itu. Hanya saja nenekmu yang kasih resep obat itu ke mamamu. Mamamu nggak enak hati menolak maksud baik nenekmu, mau nggak mau dia bawa pulang resep obat itu.”Dewi khawatir Stefan akan menyalahkan ibunya, jadi dia segera membela, “Stefan, kami juga nggak tahu kondisi kamu dan Oliv. Kamu juga jangan salahkan nenekmu. Dia memang seperti itu, suka khawatir soal ini khawatir soal itu. Kamu cucu kesayangannya, dia sering bilang ingin punya cic
“Untung saja Oliv nggak terlalu peduli dengan hal seperti ini. Dia nggak marah, dia juga berhasil bujuk Stefan. Kalau nggak, nggak tahu Stefan bakal mengomel sampai kapan. Aku ini papanya, diomelin sama anak sendiri benar-benar memalukan.”Dewi tersenyum sambil merangkul lengan suaminya, “Nanti makan lebih banyak lauk kesukaanmu, isi ulang tenaga. Kamu gantikan aku jadi sasaran pelampiasan amarah Stefan.”Dewi yang membawa resep obat itu dari rumah orang tuanya. Dia juga yang menyimpan resep obat itu di bawah meja. Semua itu salahnya. Namun, suaminya juga dimarahi oleh putranya. Dia sudah melibatkan suaminya.“Ayo, kita juga pergi makan.”Saat ini, Reiki datang bersama Junia. Keduanya langsung menyapa dengan manis, “Om, Tante.”Handi dan Dewi menyambut mereka dengan hangat dan mengajak mereka untuk makan bersama. Reiki dan Junia berencana menghabiskan akhir pekan mereka di Vila Permai. Apalagi mereka sudah sering bertamu ke vila, jadi mereka sama sekali tidak sungkan. Mereka langsung m
Kalau bukan karena campur tangan Odelina, Fani tidak akan mati. Sekalipun kematian Fani disebabkan oleh banyak faktor, Ivan juga tidak bisa dan tidak berani melakukan apa pun pada ibu serta adiknya. Oleh karena itu, dia hanya bisa melampiaskannya kepada Odelina.Di belakang Odelina ada tiga keluarga besar. Namun, keluarga Adhitama, keluarga Lumanto dan keluarga Sanjaya berada di Kota Mambera. Di sini Kota Cianter. Selama Ivan tidak melakukannya secara terang-terangan, maka tidak akan ada masalah.Felicia tidak tahu apa yang dipikirkan kakaknya. Dia berjalan keluar dari gedung kantor. Baru saja masuk ke mobil, Felicia menerima hasil penyelidikan yang dikirim oleh Vandi. Setelah melihat hasil penyelidikan, Felicia bersikap seperti biasa saja. Dia mengemudikan mobilnya keluar dan meninggalkan perusahaan.Beberapa menit kemudian, Vandi menelepon. Felicia menepikan mobilnya dan mengangkat telepon dari Vandi.“Bu Felicia, Pak Ivan adalah dalang dibalik kejadian dua mobil yang menabrak Bu Ode
Felicia menatap Ivan sejenak, lalu berkata, “Baguslah kalau nggak ada. Sekarang aku sangat sibuk. Mama nggak ada di sini juga. Kalau Kak Ivan buat masalah, aku nggak ada waktu untuk bantu Kak Ivan.”“Tenang saja, nggak akan. Aku kerja setiap hari. Kalau nggak kerja juga pergi ke rumah mama mertuaku. Urusan dengan kakak iparmu saja nggak kelar-kelar, mana ada waktu untuk pergi buat masalah. Lagi pula, aku sudah tua. Kalau aku benar-benar buat masalah, aku akan bereskan sendiri. Aku mana berani minta kamu bantu aku.”“Baguslah kalau begitu. Kak Ivan kembali saja. Aku juga mau keluar,” kata Felicia.Usai berkata, Felicia berdiri dan berjalan keluar dari meja kerjanya. Keduanya keluar dari ruangan bersama-sama. Ivan ingin cari tahu apa yang Felicia lakukan di luar, tapi Felicia menutup rapat mulutnya. Alhasil, Ivan tidak mendapatkan informasi apa pun.Setelah masuk ke dalam lift, Felicia berdiri tegak di depan. Sedangkan Ivan di belakangnya. Dia yang mengenakan setelan formal benar-benar m
“Memangnya kenapa kalau dia punya banyak pendukung? Toh mereka semua ada di Kota Mambera. Mereka hanya punya bisnis kecil di Kota Cianter. Kamu kira mereka bisa ikut campur urusan keluarga kita?”“Memangnya kenapa kalau dia keturunan Tante? Tante sudah meninggal puluhan tahun yang lalu. Kepala keluarga yang sekarang adalah mama kita. Kalau kamu nggak mampu, wajar saja posisi kepala keluarga dikembalikan ke mereka. Tapi kamu mampu. Mana mungkin posisi ini dikembalikan ke mereka?”“Apakah Odelina punya kemampuan itu? Memangnya kenapa kalau dia buka perusahaan di Kota Cianter? Keluarga Gatara nggak ada yang kenal dia. Saat kamu baru pulang pun, banyak orang yang nggak anggap kamu bagian dari keluarga. Apalagi Odelina. Banyak orang yang nggak senang dengan Mama. Tapi mereka bisa apa?” ujar Ivan panjang lebar.Usai berkata, Ivan bergumam pelan, “Mungkin saja Odelina juga orang yang berumur pendek, seperti neneknya, meninggal di usia paruh baya.”Ivan sudah menyuruh orang untuk menabrak Odel
Felicia menatap dan berkata, “Keponakanku usianya hanya sepuluh tahun lebih muda dariku, nggak cocok jadi anakku. Kalau memang mau adopsi, keponakan yang paling kecil baru berusia beberapa tahun, dia lebih cocok.”Keponakan Felicia yang paling kecil adalah anak dari Erwin, kakak ketiga Felicia. Anak itu baru berusia enam tahun. Tentu saja, Felicia hanya asal bicara saja. Dia tidak akan benar-benar mengadopsi keponakannya untuk menjadi anaknya. Felicia ingin punya anak sendiri.Jika tidak ada pria lain, dengan Vandi pun tidak masalah. Nanti Felicia tinggal melakukan program bayi tabung dengan menggunakan benih dari Vandi. Dengan kecerdasan dan kemampuan Vandi, anak mereka pasti akan jadi anak yang pintar juga.Sebenarnya bakat beberapa keponakan Felicia boleh dibilang rata-rata, sulit untuk dilatih menjadi penerus keluarga. Kalau bisa, Patricia juga tidak akan terburu-buru untuk melatih Felicia. Begitu tahu Fani bukan anak kandungnya, perhatian Patricia sudah tertuju pada cucu-cucunya.
Patricia tidak ingin melanjutkan pembicaraannya dengan Ivan. Dia pun berkata, “Kalau nggak ada urusan lain, aku tutup dulu teleponnya.”“Ma, aku akan bantu Felicia. Nggak ada apa-apa, Ma. Mama lanjut kerja saja.”Patricia menutup telepon. Ivan spontan menghela napas lega setelah ibunya menutup telepon. Kemudian, dia mengangkat tangannya untuk menyeka keringat dingin di dahinya. Setelah bertindak impulsif dengan menuding ibunya, Ivan langsung berkeringat dingin. Di cuaca yang begitu dingin, dia masih bisa berkeringat. Itu membuktikan kalau dia sangat ketakutan.Felicia mengambil tisu dan memberikannya kepada Ivan. Ivan meletakkan ponsel dan mengambil tisu dari adiknya, lalu menyeka keringat di wajahnya sambil berkata, “Aku ketakutan setengah mati tadi. Aku bahkan nggak tahu kenapa aku berani ngomong seperti itu.”“Salah makan obat kali, makanya jadi berani.”Ivan memelototi Felicia dan menyalahkannya. “Gara-gara kamu. Kamu telepon sama Mama, kenapa pula kasih ponselmu ke aku. Sekarang a
“Ma.” Ivan terkekeh dan berkata, “Papa nggak mungkin marah Mama. Dia memang sudah berbuat salah, tapi Mama selalu ada di hatinya. Papa tinggal sama aku. Setiap hari dia selalu ngomong soal Mama. Dia bilang kalau Mama lagi kesal, siapa yang temani Mama cari angin segar? Setiap hari Papa baca novel dari ponselnya. Baca novel roman lagi. Dia sampai bilang mau minta maaf pada Mama seperti tokoh dalam novel.”Cakra sudah mengebiri dirinya sendiri. Tidak peduli secantik dan semuda apa perempuan di luar sana, Cakra juga tidak bisa menyentuh mereka lagi. Patricia telah menghancurkan satu-satunya kebanggaan Cakra.Namun, Cakra tidak mau bercerai. Sekalipun dia sangat membenci istrinya, dia juga tidak mau bercerai. Karena dia tahu, setelah cerai, dia tidak akan mendapatkan apa pun. Kemungkinan besar, dia harus pergi dengan tangan kosong.Di Kota Cianter, Cakra tidak akan pernah bisa mengalahkan Patricia. Kecuali dia bisa hidup lebih lama dari Patricia. Dengan begitu, setelah Patricia meninggal,
Ivan tidak memiliki perasaan apa pun terhadap istrinya lagi sekarang. Padahal dulu hubungan mereka sangat baik. Mereka punya putra dan putri. Ivan pun sangat sayang anak-anaknya. Dia paling sayang putrinya.Pada saat Ivan tahu kalau Fani bukan adik kandungnya, lalu adik kandungnya Felicia, terlihat seperti orang yang lemah dan tidak bisa apa-apa, Ivan merasa sangat senang. Dia berharap ibunya bisa mewariskan posisi sebagai kepala keluarga kepada putrinya.Meskipun sekarang putri Ivan tampak tidak memiliki kemampuan apa pun, itu karena putrinya masih kecil. Selama ibunya bersedia melatih cucunya sebagai penerus, Ivan yakin putrinya tidak terlalu buruk. Oleh karena itu, dia sangat menyayangi putrinya.Setelah mendengar pertanyaan Felicia, Ivan membuka mulutnya, ingin memberikan penjelasan. Namun, dia mendapati kalau dia sama sekali tidak bisa membantah. Dia hanya bisa diam.Felicia selesai membaca dokumen di tangannya dan merasa tidak ada masalah. Dia pun menelepon ibunya dan berkata kal
Felicia bertemu dengan Ivan yang baru keluar dari lift di pintu lift. Kedua saudara itu berhenti sejenak. Ivan keluar lebih dulu dari lift, sementara Felicia tidak terburu-buru masuk. "Felicia, kamu mau pergi?" Ivan memegang sebuah map dokumen, mungkin ada dokumen yang perlu ditandatangani Felicia. Karena ibu mereka sedang tidak berada di perusahaan, semua cap penting diserahkan kepada Felicia.Banyak dokumen penting harus ditandatangani dan dicap olehnya agar berlaku. Biasanya, urusan tanda tangan dokumen seperti itu selalu diserahkan kepada sekretaris, dan jarang Ivan datang langsung. Felicia dengan tenang menjawab, "Ya, ada sedikit urusan yang harus aku urus, Kak. Ada apa?" Dia melirik map dokumen di tangan Ivan. Namun, lelaki itu tidak langsung menyerahkan map itu, melainkan berkata, "Ada dokumen yang butuh tanda tangan dan cap darimu." "Bisa ditunda sebentar? Kamu mau pergi urus apa? Apakah penting sekali?" Nada Ivan terdengar ramah, tetapi ada sedikit nada menyelidik. Ke ma
Mereka sangat menyayangi Fani, dan itu tulus. Setelah pewaris yang sebenarnya kembali, mereka tetap tidak bisa menerimanya, selalu merasa Felicia adalah penyusup yang merebut semua yang seharusnya milik Fani. Di hati mereka, ada rasa benci terhadap Felicia. Karena sejak kecil dia hidup di lingkungan yang keras tanpa kasih sayang, Felicia tidak pernah berharap bahwa orang tua kandung atau saudara laki-lakinya akan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana dia sendiri juga tidak memiliki banyak rasa terhadap mereka. Hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, memang perlu dipupuk. Karena dia tidak tumbuh besar di sisi orang tua kandung atau saudara laki-lakinya, tidak ada hubungan emosional yang terbentuk. Meskipun sudah kembali ke sisi orang tua kandung selama dua tahun, tetapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Fani yang tumbuh besar bersama keluarga Gatara sejak kecil. Sekarang, setelah Fani tiada, ayah dan tiga saudara laki-lakinya hanya