“Apa kamu akan melakukannya sekarang?” Arunika memberanikan diri menatap pada pria yang berdiri di hadapannya saat ini.
Arunika menelan ludah susah payah seraya meremat gaun yang melekat di tubuhnya.
Pria yang sedang menatapnya sekarang ini adalah suaminya dari pernikahan yang diatur bibinya.
Arunika Renjana harus menikah dengan Raynar Mahendra, seorang presiden direktur perusahaan multinasional yang tersebar di berbagai negara, demi biaya pengobatan ibunya.
Sebelum menikah, Aruna tidak pernah tahu tentang Raynar.
Arunika hanya diberitahu soal rumor yang beredar bahwa pria yang akan menikahinya adalah pria bengis yang tak kenal belas kasih, dan tidak pernah tertarik pada wanita. Meski begitu, Arunika akui kalau pria bengis itu ternyata memiliki wajah yang tampan, tetapi tatapan pria itu tetap bisa membuat seluruh otot di tubuhnya menegang.
“Pak Ray,” panggil Arunika takut-takut. Dia tetap memandang suaminya meski pria itu tidak berbicara sejak tadi.
Kediaman Raynar membuat banyak spekulasi yang muncul di pikiran Arunika. Bagaimana kalau dia membuat kesalahan di hari pertamanya menjadi seorang istri? Bagaimana kalau Raynar tak menyukainya, lalu membuangnya dan membatalkan perjanjian untuk mengobati sang mama?
Tidak, bagaimanapun caranya, Arunika harus berusaha membuat Raynar menerimanya.
“Kenapa kamu mau menikah denganku? Apa kamu tidak mendengar rumor yang beredar tentangku?”
Arunika mengangkat pandangannya kembali pada Raynar dan menarik kesadarannya.
Jika bukan karena kondisi sang mama yang butuh biaya pengobatan sangat banyak, Arunika tidak akan menikah muda seperti ini. Usianya baru saja menginjak 22 tahun, tetapi Arunika harus merelakan masa mudanya menikah dengan pria menakutkan di depannya ini.
Beberapa tahun silam, orang tuanya mengalami kecelakaan parah hingga membuat sang papa meninggal dan sang mama yang mengalami koma berkepanjangan sejak saat itu.
Banyak biaya yang sudah Arunika keluarkan agar sang mama tetap mendapat perawatan dengan harapan sang mama bisa bangun, tetapi sampai detik ini, tidak ada perkembangan yang signifikan.
Terdesak biaya yang sudah menguras semua harta orang tua Arunika, dia akhirnya terpaksa menerima tawaran sang bibi yang memberinya solusi, menjadi istri dari pria tua bangka kaya raya.
Arunika mengingat ucapan sang bibi, sebelum dirinya setuju menikahi pria ini.
“Semua tabungan yang bibi punya sudah habis untuk biaya pengobatan mamamu. Jika kita tidak membayar biaya rumah sakit, sudah bisa dipastikan semua alat penunjang kesehatan yang terpasang akan dilepas. Dan kamu bisa menebak, apa yang akan terjadi pada mamamu, 'kan?
“Ini kesempatan langka. Mereka hanya butuh kamu menikah dengan cucu keluarga mereka saja. Dan saat kamu setuju, biaya rumah sakit akan langsung mereka tanggung. Jangan berpikir dua kali kalau kamu menyayangi mamamu, Aru! Tidak usah pula memikirkan umur pria itu, yang penting kamu dapat uang banyak.”
Arunika menghela napas, menyadari bahwa saat ini dia telah berada dalam pernikahan tanpa cinta dengan pria yang dikabarkan begitu kejam dan tak kenal ampun. Meski mungkin kehidupannya tidak akan mudah setelah ini, tetapi Arunika harus melakukannya demi nyawa sang mama.
“Aku tidak suka mengulang pertanyaanku,” kata pria itu pelan dan datar, membuat Arunika kembali menarik kesadarannya dan menyadari pria itu telah berdiri sedikit lebih dekat di hadapannya. “Tapi, karena kamu telah bersedia menerima pernikahan ini, aku akan bersikap lunak. Jadi, apa yang membuatmu tetap ingin menikah denganku? Aku yakin kamu telah mendengar rumor yang beredar tentangku.”
Arunika menelan ludah seraya menatap pria itu, terlebih ketika mendengar suara pria itu yang begitu berat dan dalam.
“Aku mau menikah denganmu karena butuh uang,” jawab Arunika takut-takut. “Soal rumor itu … aku tahu semua.” Dia tidak tahu apakah jawabannya akan menyinggung, yang jelas Arunika berusaha jujur karena memang uanglah tujuannya.
Raynar mengangguk-anggukkan kepalanya seolah telah mengonfirmasi sesuatu. “Kamu tetap bersedia menikah denganku meskipun telah mendengar rumor yang beredar.”
Kini, Arunika yang menganggukan kepalanya pelan walaupun tidak mengerti atas tanggapan Raynar. Pandangannya juga tetap tertuju pada Raynar meski sedang dikuasai ketakutan.
Namun, semakin lama dipandang, Arunika merasa rumor itu memang hanya rumor. Karena pria di hadapannya ini bukanlah pria tua bangka, melainkan pria muda yang memiliki rahang tegas dengan sorot mata tajam. Aura pria itu memang terasa dingin dan menyeramkan, tetapi Arunika juga merasakan aura karismatik. Arunika bahkan kini mulai ragu, apakah Raynar adalah pria yang tidak tertarik pada wanita dan suka menyiksa mereka?
Raynar hanya diam menatap Arunika dengan ekspresi yang tidak terbaca. Namun, sejurus kemudian, Raynar berbalik dan berjalan pelan menuju pintu kamar hotel.
Arunika terkejut melihat Raynar yang hendak pergi. Dia segera mengejar pria itu, tepat sebelum Raynar memegang pegangan pintu.
“Tunggu!” Secara impulsif Arunika menarik lengan Raynar untuk menghentikan pria itu.
Ketika pandangan mata Raynar berpindah dari lengan yang Arunika genggam ke matanya dengan datar, Arunika baru tersadar. Buru-buru wanita itu menarik tangannya.
Raynar hanya diam menatap Arunika sambil memasukkan kedua tangan di kedua saku celananya.
“Kamu mau ke mana? Kita baru saja menikah, tidak seharusnya kamu pergi di hari pernikahan kita,” ucap Arunika dengan polosnya. Tatapan matanya tidak memperlihatkan sebuah kepura-puraan. "Bukankah seharusnya kita tetap tinggal bersama?”
Yang Arunika tahu, setelah menikah bukannya sepasang suami-istri seharusnya bersama? Meskipun Arunika sendiri tidak tahu ketika sepasang suami-istri bersama mereka akan melakukan apa.
Kerutan samar muncul di kening Raynar.
Apa wanita ini menuntut malam pertama darinya?
Arunika menahan napasnya ketika Raynar hanya menatapnya tanpa ekspresi hingga Arunika tidak bisa menebak pikiran pria itu.Apa seharusnya Arunika tidak bertindak gegabah seperti tadi, ya?“Bukankah kamu sudah tahu soal rumor itu. Lalu, apa yang kamu harapkan?” tanya Raynar datar.Arunika gelagapan ketika Raynar justru melangkah perlahan, mengikis jarak di antara dirinya dengan Raynar.“Wanita bukan prioritas utamaku,” kata Raynar pelan.Arunika tertegun. Tatapan mata pria itu mengisyaratkan sesuatu, tetapi kenapa seperti tak sejalan dengan sikap dan cara bicaranya?Dia meremat jemarinya dengan bola mata bergerak ke kanan dan kiri tak beraturan, mencoba mencari kalimat yang tepat untuk membalas perkataan Raynar.Arunika benar-benar tidak bisa menebak sebenarnya apa yang Raynar pikirkan tentang dirinya?Akan tetapi, Arunika tidak boleh ceroboh! Dia harus hati-hati, karena satu kalimat yang menyinggung bisa membuat nyawa ibunya melayang. Arunika juga menguatkan sikap, dia tidak boleh ter
Keesokan harinya.Arunika dan Raynar sudah berada di mobil untuk meninggalkan hotel. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju ke mansion yang ditinggali Raynar.Arunika memperhatikan jalanan yang mereka lewati. Dia melirik pada Raynar yang hanya diam sejak mereka keluar dari hotel, atau lebih tepatnya sejak mereka masih di kamar.Arunika tidak tahu kapan Raynar kembali ke kamar. Semalam setelah Raynar pergi, Arunika bergegas beristirahat karena sangat lelah.Saat bangun di pagi hari, Arunika terkejut melihat Reynar sudah kembali ke kamar itu dan sedang berkemas, pria itu lalu memintanya segera bersiap saat melihat Arunika sudah bangun.Perjalanan itu lumayan lama bagi Arunika, apalagi tidak ada perbincangan sama sekali di antara Arunika dan Raynar. Semuanya terasa begitu canggung, meski mereka suami-istri, tetapi mereka tak mengenal satu sama lain. Ya, memang begitu juga kondisinya.Mereka baru saling mengenal satu hari sebelum pernikahan.Arunika menghela napas kasar, saat itu dia
“Meski aku tidak tahu, tapi makanan buatanku tidak akan mencelakainya.” Arunika mencoba membela diri. Dia tidak seperti yang para pelayan itu pikirkan.Lagi pula siapa yang mau mencelakai seseorang yang akan menolong ibunya. Arunika juga tidak bodoh.Pelayan yang ada di depan Arunika tersenyum miring, mengejek.“Siapa yang tahu. Lagi pula siapa yang pernah makan masakanmu? Tidak ada yang akan percaya kalau masakanmu itu aman.”Arunika terkesiap seraya menatap tak percaya. Mengapa pelayan ini benar-benar sangat tak sopan padanya?Bukannya Arunika ingin dihormati karena sudah menikah dengan Raynar, tetapi sebagai sesama manusia bukannya bisa saling menghargai dan menghormati?“Apa yang sedang kalian lakukan?”Suara berat dan dingin menginterupsi mereka, membuat Arunika dan semua pelayan menoleh bersamaan ke arah sumber suara.Raynar menatap tajam satu persatu para pelayan yang kini menunduk saat melihatnya datang. Tatapannya lalu tertuju pada Arunika yang ekspresi wajahnya terlihat jela
Setelah mendapat izin dari Raynar, Arunika siap-siap untuk kembali bekerja sebagai pelayan kerja paruh waktu di sebuah kafe.Arunika lega karena ternyata Raynar tidak menghalanginya untuk tetap bekerja. Sebelum menikah dengan Raynar, Arunika telah melakukan banyak pekerjaan paruh waktu untuk membiayai pengobatan ibunya.Dia belum bisa memiliki pekerjaan tetap karena dirinya baru lulus kuliah, dia tidak memiliki pengalaman kerja yang sesuai dengan jurusannya. Lagi pula keinginannya sebagai pengacara juga sulit untuk ditempuh.Sekarang, meskipun ia telah menikah dengan Raynar dan biaya pengobatan ibunya telah ditanggung Raynar, tetapi masa depan tidak ada yang tahu. Memikirkan itu, Arunika tahu bahwa dia harus tetap memiliki penghasilan sendiri.Selain itu, Arunika juga menyukai pekerjaan paruh waktu di sini karena dia menyukai kopi.Teman-teman Arunika di kafe tidak ada yang tahu kalau dia baru saja menikah, sehingga Arunika tetap bekerja seperti biasa dengan tenang. “Ini untuk meja
Raynar memandang keluar saat mobil yang ditumpanginya berhenti di bahu jalan.“Ini tempatnya, Tuan.” Sopir menoleh pada Raynar yang duduk di kursi belakang.Pandangan Raynar masih tertuju pada tempat yang dikatakan sopirnya. Tadi pagi, saat Arunika meminta izin untuk pergi bekerja, dia penasaran, apa yang Arunika kerjakan sebelum wanita itu menikah dengannya? Karena itulah membuat Raynar berada di sini.Raynar turun dari mobil. Dia berjalan masuk kafe untuk mencari Arunika. Saat baru saja menginjakkan kaki di dalam, pandangan pria itu langsung tertuju pada sosok Arunika yang sedang duduk dengan seorang pria.Satu sudut alis Raynar tertarik ke atas. Tak lama kemudian, ia melihat Arunika yang terkejut saat melihatnya, bahkan istrinya itu langsung berdiri dengan cepat.Tetapi, yang menarik perhatiannya adalah sosok pria yang bersama Arunika. Pria itu ikut berdiri menatap dirinya dan Arunika secara bergantian.Siapa pria ini? Jika pelanggan, untuk apa Arunika duduk berdua dengannya?Ray
Kelopak mata Arunika berkedip beberapa kali. Haruskah Arunika tenang begitu saja setelah mendapat jawaban dari Raynar?“Semoga saja itu benar,” gumam Arunika.Saat Arunika kembali menoleh, dia terkesiap melihat Raynar masih menatapnya. Apa pria itu mendengar apa yang dia gumamkan?Namun, kali ini Arunika bisa merasakan pandangan Raynar yang hangat kepadanya. Lantas, Arunika tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangan dengan pelan ke arah jalanan. Raynar masih menatap Arunika, sekali lagi senyum kecil bertahta di bibirnya.Setelah beberapa saat, mereka sampai di rumah keluarga Raynar. Arunika memandang rumah besar itu saat mereka sudah turun dari mobil. Jantungnya mendadak berdegup cepat, tampak jelas kegugupan tersirat di wajahnya. Seperti apakah sikap keluarga Raynar?“Ayo!”Tiba-tiba Arunika merasakan tangannya digenggam oleh sebuah tangan besar yang hangat. Arunika langsung menoleh. Dia menatap tangan yang digenggam Raynar lalu beralih menatap Raynar yang hanya menatap lurus ke
Kelopak mata Arunika berkedip beberapa kali. Haruskah Arunika tenang begitu saja setelah mendapat jawaban dari Raynar?“Semoga saja itu benar,” gumam Arunika.Saat Arunika kembali menoleh, dia terkesiap melihat Raynar masih menatapnya. Apa pria itu mendengar apa yang dia gumamkan?Namun, kali ini Arunika bisa merasakan pandangan Raynar yang hangat kepadanya. Lantas, Arunika tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangan dengan pelan ke arah jalanan. Raynar masih menatap Arunika, sekali lagi senyum kecil bertahta di bibirnya.Setelah beberapa saat, mereka sampai di rumah keluarga Raynar. Arunika memandang rumah besar itu saat mereka sudah turun dari mobil. Jantungnya mendadak berdegup cepat, tampak jelas kegugupan tersirat di wajahnya. Seperti apakah sikap keluarga Raynar?“Ayo!”Tiba-tiba Arunika merasakan tangannya digenggam oleh sebuah tangan besar yang hangat. Arunika langsung menoleh. Dia menatap tangan yang digenggam Raynar lalu beralih menatap Raynar yang hanya menatap lurus ke
Raynar memandang keluar saat mobil yang ditumpanginya berhenti di bahu jalan.“Ini tempatnya, Tuan.” Sopir menoleh pada Raynar yang duduk di kursi belakang.Pandangan Raynar masih tertuju pada tempat yang dikatakan sopirnya. Tadi pagi, saat Arunika meminta izin untuk pergi bekerja, dia penasaran, apa yang Arunika kerjakan sebelum wanita itu menikah dengannya? Karena itulah membuat Raynar berada di sini.Raynar turun dari mobil. Dia berjalan masuk kafe untuk mencari Arunika. Saat baru saja menginjakkan kaki di dalam, pandangan pria itu langsung tertuju pada sosok Arunika yang sedang duduk dengan seorang pria.Satu sudut alis Raynar tertarik ke atas. Tak lama kemudian, ia melihat Arunika yang terkejut saat melihatnya, bahkan istrinya itu langsung berdiri dengan cepat.Tetapi, yang menarik perhatiannya adalah sosok pria yang bersama Arunika. Pria itu ikut berdiri menatap dirinya dan Arunika secara bergantian.Siapa pria ini? Jika pelanggan, untuk apa Arunika duduk berdua dengannya?Ray
Setelah mendapat izin dari Raynar, Arunika siap-siap untuk kembali bekerja sebagai pelayan kerja paruh waktu di sebuah kafe.Arunika lega karena ternyata Raynar tidak menghalanginya untuk tetap bekerja. Sebelum menikah dengan Raynar, Arunika telah melakukan banyak pekerjaan paruh waktu untuk membiayai pengobatan ibunya.Dia belum bisa memiliki pekerjaan tetap karena dirinya baru lulus kuliah, dia tidak memiliki pengalaman kerja yang sesuai dengan jurusannya. Lagi pula keinginannya sebagai pengacara juga sulit untuk ditempuh.Sekarang, meskipun ia telah menikah dengan Raynar dan biaya pengobatan ibunya telah ditanggung Raynar, tetapi masa depan tidak ada yang tahu. Memikirkan itu, Arunika tahu bahwa dia harus tetap memiliki penghasilan sendiri.Selain itu, Arunika juga menyukai pekerjaan paruh waktu di sini karena dia menyukai kopi.Teman-teman Arunika di kafe tidak ada yang tahu kalau dia baru saja menikah, sehingga Arunika tetap bekerja seperti biasa dengan tenang. “Ini untuk meja
“Meski aku tidak tahu, tapi makanan buatanku tidak akan mencelakainya.” Arunika mencoba membela diri. Dia tidak seperti yang para pelayan itu pikirkan.Lagi pula siapa yang mau mencelakai seseorang yang akan menolong ibunya. Arunika juga tidak bodoh.Pelayan yang ada di depan Arunika tersenyum miring, mengejek.“Siapa yang tahu. Lagi pula siapa yang pernah makan masakanmu? Tidak ada yang akan percaya kalau masakanmu itu aman.”Arunika terkesiap seraya menatap tak percaya. Mengapa pelayan ini benar-benar sangat tak sopan padanya?Bukannya Arunika ingin dihormati karena sudah menikah dengan Raynar, tetapi sebagai sesama manusia bukannya bisa saling menghargai dan menghormati?“Apa yang sedang kalian lakukan?”Suara berat dan dingin menginterupsi mereka, membuat Arunika dan semua pelayan menoleh bersamaan ke arah sumber suara.Raynar menatap tajam satu persatu para pelayan yang kini menunduk saat melihatnya datang. Tatapannya lalu tertuju pada Arunika yang ekspresi wajahnya terlihat jela
Keesokan harinya.Arunika dan Raynar sudah berada di mobil untuk meninggalkan hotel. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju ke mansion yang ditinggali Raynar.Arunika memperhatikan jalanan yang mereka lewati. Dia melirik pada Raynar yang hanya diam sejak mereka keluar dari hotel, atau lebih tepatnya sejak mereka masih di kamar.Arunika tidak tahu kapan Raynar kembali ke kamar. Semalam setelah Raynar pergi, Arunika bergegas beristirahat karena sangat lelah.Saat bangun di pagi hari, Arunika terkejut melihat Reynar sudah kembali ke kamar itu dan sedang berkemas, pria itu lalu memintanya segera bersiap saat melihat Arunika sudah bangun.Perjalanan itu lumayan lama bagi Arunika, apalagi tidak ada perbincangan sama sekali di antara Arunika dan Raynar. Semuanya terasa begitu canggung, meski mereka suami-istri, tetapi mereka tak mengenal satu sama lain. Ya, memang begitu juga kondisinya.Mereka baru saling mengenal satu hari sebelum pernikahan.Arunika menghela napas kasar, saat itu dia
Arunika menahan napasnya ketika Raynar hanya menatapnya tanpa ekspresi hingga Arunika tidak bisa menebak pikiran pria itu.Apa seharusnya Arunika tidak bertindak gegabah seperti tadi, ya?“Bukankah kamu sudah tahu soal rumor itu. Lalu, apa yang kamu harapkan?” tanya Raynar datar.Arunika gelagapan ketika Raynar justru melangkah perlahan, mengikis jarak di antara dirinya dengan Raynar.“Wanita bukan prioritas utamaku,” kata Raynar pelan.Arunika tertegun. Tatapan mata pria itu mengisyaratkan sesuatu, tetapi kenapa seperti tak sejalan dengan sikap dan cara bicaranya?Dia meremat jemarinya dengan bola mata bergerak ke kanan dan kiri tak beraturan, mencoba mencari kalimat yang tepat untuk membalas perkataan Raynar.Arunika benar-benar tidak bisa menebak sebenarnya apa yang Raynar pikirkan tentang dirinya?Akan tetapi, Arunika tidak boleh ceroboh! Dia harus hati-hati, karena satu kalimat yang menyinggung bisa membuat nyawa ibunya melayang. Arunika juga menguatkan sikap, dia tidak boleh ter
“Apa kamu akan melakukannya sekarang?” Arunika memberanikan diri menatap pada pria yang berdiri di hadapannya saat ini. Arunika menelan ludah susah payah seraya meremat gaun yang melekat di tubuhnya.Pria yang sedang menatapnya sekarang ini adalah suaminya dari pernikahan yang diatur bibinya.Arunika Renjana harus menikah dengan Raynar Mahendra, seorang presiden direktur perusahaan multinasional yang tersebar di berbagai negara, demi biaya pengobatan ibunya.Sebelum menikah, Aruna tidak pernah tahu tentang Raynar.Arunika hanya diberitahu soal rumor yang beredar bahwa pria yang akan menikahinya adalah pria bengis yang tak kenal belas kasih, dan tidak pernah tertarik pada wanita. Meski begitu, Arunika akui kalau pria bengis itu ternyata memiliki wajah yang tampan, tetapi tatapan pria itu tetap bisa membuat seluruh otot di tubuhnya menegang.“Pak Ray,” panggil Arunika takut-takut. Dia tetap memandang suaminya meski pria itu tidak berbicara sejak tadi.Kediaman Raynar membuat banyak spe