Setelah mendapat izin dari Raynar, Arunika siap-siap untuk kembali bekerja sebagai pelayan kerja paruh waktu di sebuah kafe.
Arunika lega karena ternyata Raynar tidak menghalanginya untuk tetap bekerja.
Sebelum menikah dengan Raynar, Arunika telah melakukan banyak pekerjaan paruh waktu untuk membiayai pengobatan ibunya.
Dia belum bisa memiliki pekerjaan tetap karena dirinya baru lulus kuliah, dia tidak memiliki pengalaman kerja yang sesuai dengan jurusannya. Lagi pula keinginannya sebagai pengacara juga sulit untuk ditempuh.
Sekarang, meskipun ia telah menikah dengan Raynar dan biaya pengobatan ibunya telah ditanggung Raynar, tetapi masa depan tidak ada yang tahu. Memikirkan itu, Arunika tahu bahwa dia harus tetap memiliki penghasilan sendiri.
Selain itu, Arunika juga menyukai pekerjaan paruh waktu di sini karena dia menyukai kopi.
Teman-teman Arunika di kafe tidak ada yang tahu kalau dia baru saja menikah, sehingga Arunika tetap bekerja seperti biasa dengan tenang.
“Ini untuk meja sebelas,” kata salah satu barista di sana saat meletakkan secangkir latte di nampan.
“Baik.” Arunika membawa secangkir latte ke meja pelanggan.
“Selamat menikmati.” Arunika bersikap ramah seperti biasa saat menyajikan pesanan. Tak lupa kata ajaib itu diucapkannya agar pelanggan senang.
Saat sedang fokus bekerja, Clara–sahabat baik Arunika datang berkunjung.
Arunika senang melihat kedatangan Clara. Dia mengangkat tangan sebagai isyarat agar Clara menunggunya lebih dulu selagi dia menyelesaikan pekerjaannya.
Saat jam istirahat, Arunika memanfaatkan kesempatan itu untuk menemui Clara yang sudah duduk di salah satu meja.
“Tidak kusangka kamu ke sini.” Arunika sangat senang. Dia duduk berhadapan dengan Clara.
“Kupikir kamu tidak akan bekerja setelah menikah, tidak tahunya tetap saja masih bekerja,” ujar Clara seraya menatap pada Arunika.
Arunika meletakkan telunjuk di bibirnya, sebagai isyarat agar Clara tidak bisa terlalu keras, apalagi jika membahas soal pernikahannya.
“Ada apa? Apa teman-temanmu di sini tidak tahu soal pernikahanmu?” tanya Clara dengan dahi berkerut halus, keheranan.
Clara memang tahu soal pernikahan Arunika, karena sebelumnya sahabatnya itu meminta pendapatnya di tengah kebingungan akan permasalahan biaya pengobatan ibu Arunika.
“Mereka tidak tahu, jadi memang lebih baik tak tahu,” balas Arunika dengan suara lirih.
Clara langsung mengangguk-angguk mengerti.
“Jadi, bagaimana dengan pernikahan kalian? Apa pria itu benar seperti yang orang-orang rumorkan? Seperti yang kamu ceritakan kemarin?” tanya Clara penasaran.
Clara sebenarnya juga tidak setuju kalau Arunika menikah dengan pria tua bangka, tetapi karena sahabatnya itu sangat butuh biaya berobat sang ibu, membuat Clara hanya bisa memberikan nasihat yang terbaik.
Arunika bingung harus menjawab apa. Haruskah dia jujur pada sahabatnya itu? Tetapi, salah satu niatnya menikah juga demi menjaga rahasia Raynar, mungkin lebih baik biarkan saja.
“Pernikahan kami berjalan lancar. Semua baik-baik saja, kamu tenang saja,” ucap Arunika menjelaskan dengan senyum kecil di wajah.
Clara mengernyit pada Arunika, dia tak yakin Arunika berkata jujur, tetapi Clara menghormati jawaban yang Arunika katakan.
Kemudian, mereka membahas soal kelanjutan pendidikan Arunika. Clara tahu kalau sahabatnya itu memiliki keinginan besar di balik tekadnya kuliah mengambil jurusan hukum.
“Apa kamu masih ada niat untuk melanjutkan ke pendidikan khusus mengingat kamu sekarang sudah menikah?” tanya Clara memastikan.
Arunika terkesiap, dia tidak yakin. Saat Arunika ingin menjawab, terdengar suara lonceng dari pintu masuk kafe.
Arunika dan Clara menoleh bersamaan untuk melihat pelanggan yang datang.
Arunika terkejut saat melihat Nathan, seniornya di kampus juga pria yang pernah dia kagumi semasa masih kuliah, datang ke kafe ini.
Pria bertubuh tegap tinggi dengan hidung mancung itu menoleh ke arah Arunika. Dia juga terkejut melihat Arunika di sana.
“Aru.” Nathan berjalan menghampiri Arunika.
Clara melihat Arunika terlihat gugup. Dia tersenyum lalu berkata, “Tidak menyangka ya, ketemu Nathan di sini.”
Clara sengaja menggoda sahabatnya itu karena tahu betul bagaimana perasaan Arunika pada seorang Nathan saat kuliah dulu. Pria tampan yang menjadi idaman gadis di kampus mereka.
Arunika mengalihkan pandangan dari Nathan pada Clara, belum juga dia membalas perkataan Clara, ternyata Nathan sudah sampai di meja itu.
“Kamu bekerja di sini?” tanya Nathan ketika sudah berdiri di samping meja Arunika dan Clara.
“I-iya,” jawab Arunika agak canggung, bahkan senyumnya tampak dipaksakan.
Nathan tersenyum lembut. Dia lalu menoleh pada Clara dan menyapa wanita itu.
Clara tiba-tiba menengok pada arloji di pergelangan tangan, lalu dia mendadak meraih tas dan berdiri dengan cepat.
“Kamu mau ke mana?” tanya Arunika terkejut.
“Aku lupa, aku sebenarnya ada urusan lain. Aku pergi dulu, ya.” Clara melambai kecil pada Arunika, dia sempat mengangguk pada Nathan sebelum akhirnya pergi.
Arunika panik. Dia jadi salah tingkah karena Clara tiba-tiba meninggalkannya berdua dengan Nathan.
“Kak Nathan mau pesan apa?” tanya Arunika langsung berdiri, mengingat dirinya adalah seorang pelayan di sana.
Senyum kecil masih menghiasi wajah tampan Nathan. Dia memandang Arunika yang berdiri ingin melayaninya.
“Kamu mau pergi juga?” tanya Nathan.
“Ah … tidak juga. Hanya saja aku harus melayani Kak Nathan, ‘kan?” Arunika ragu-ragu saat berbicara.
Pria itu tersenyum manis, lalu meminta Arunika untuk duduk bersamanya.
Arunika benar-benar canggung. Dia menatap Nathan yang sudah duduk di kursi yang tadi diduduki Clara.
Namun, Arunika merasa tak punya alasan untuk mengabaikan Nathan, apalagi pria itu selalu baik padanya ketika di kampus. Terlebih bertemu kembali dengan Nathan setelah sekian lama.
Dia akhirnya ikut duduk bersama pria itu.
“Tidak kusangka bertemu denganmu di sini. Aku baru tahu kamu bekerja di sini,” ujar Nathan.
Arunika mengangguk-angguk kecil. Saat dirinya mau bertanya kenapa Nathan bisa di sana, tiba-tiba terdengar suara lonceng lagi yang membuat Arunika menoleh.
Namun, kali ini Arunika terkejut berkali lipat saat melihat seseorang yang baru saja memasuki kafe.
Raynar memandang keluar saat mobil yang ditumpanginya berhenti di bahu jalan.“Ini tempatnya, Tuan.” Sopir menoleh pada Raynar yang duduk di kursi belakang.Pandangan Raynar masih tertuju pada tempat yang dikatakan sopirnya. Tadi pagi, saat Arunika meminta izin untuk pergi bekerja, dia penasaran, apa yang Arunika kerjakan sebelum wanita itu menikah dengannya? Karena itulah membuat Raynar berada di sini.Raynar turun dari mobil. Dia berjalan masuk kafe untuk mencari Arunika. Saat baru saja menginjakkan kaki di dalam, pandangan pria itu langsung tertuju pada sosok Arunika yang sedang duduk dengan seorang pria.Satu sudut alis Raynar tertarik ke atas. Tak lama kemudian, ia melihat Arunika yang terkejut saat melihatnya, bahkan istrinya itu langsung berdiri dengan cepat.Tetapi, yang menarik perhatiannya adalah sosok pria yang bersama Arunika. Pria itu ikut berdiri menatap dirinya dan Arunika secara bergantian.Siapa pria ini? Jika pelanggan, untuk apa Arunika duduk berdua dengannya?Ray
Kelopak mata Arunika berkedip beberapa kali. Haruskah Arunika tenang begitu saja setelah mendapat jawaban dari Raynar?“Semoga saja itu benar,” gumam Arunika.Saat Arunika kembali menoleh, dia terkesiap melihat Raynar masih menatapnya. Apa pria itu mendengar apa yang dia gumamkan?Namun, kali ini Arunika bisa merasakan pandangan Raynar yang hangat kepadanya. Lantas, Arunika tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangan dengan pelan ke arah jalanan. Raynar masih menatap Arunika, sekali lagi senyum kecil bertahta di bibirnya.Setelah beberapa saat, mereka sampai di rumah keluarga Raynar. Arunika memandang rumah besar itu saat mereka sudah turun dari mobil. Jantungnya mendadak berdegup cepat, tampak jelas kegugupan tersirat di wajahnya. Seperti apakah sikap keluarga Raynar?“Ayo!”Tiba-tiba Arunika merasakan tangannya digenggam oleh sebuah tangan besar yang hangat. Arunika langsung menoleh. Dia menatap tangan yang digenggam Raynar lalu beralih menatap Raynar yang hanya menatap lurus ke
“Apa kamu akan melakukannya sekarang?” Arunika memberanikan diri menatap pada pria yang berdiri di hadapannya saat ini. Arunika menelan ludah susah payah seraya meremat gaun yang melekat di tubuhnya.Pria yang sedang menatapnya sekarang ini adalah suaminya dari pernikahan yang diatur bibinya.Arunika Renjana harus menikah dengan Raynar Mahendra, seorang presiden direktur perusahaan multinasional yang tersebar di berbagai negara, demi biaya pengobatan ibunya.Sebelum menikah, Aruna tidak pernah tahu tentang Raynar.Arunika hanya diberitahu soal rumor yang beredar bahwa pria yang akan menikahinya adalah pria bengis yang tak kenal belas kasih, dan tidak pernah tertarik pada wanita. Meski begitu, Arunika akui kalau pria bengis itu ternyata memiliki wajah yang tampan, tetapi tatapan pria itu tetap bisa membuat seluruh otot di tubuhnya menegang.“Pak Ray,” panggil Arunika takut-takut. Dia tetap memandang suaminya meski pria itu tidak berbicara sejak tadi.Kediaman Raynar membuat banyak spe
Arunika menahan napasnya ketika Raynar hanya menatapnya tanpa ekspresi hingga Arunika tidak bisa menebak pikiran pria itu.Apa seharusnya Arunika tidak bertindak gegabah seperti tadi, ya?“Bukankah kamu sudah tahu soal rumor itu. Lalu, apa yang kamu harapkan?” tanya Raynar datar.Arunika gelagapan ketika Raynar justru melangkah perlahan, mengikis jarak di antara dirinya dengan Raynar.“Wanita bukan prioritas utamaku,” kata Raynar pelan.Arunika tertegun. Tatapan mata pria itu mengisyaratkan sesuatu, tetapi kenapa seperti tak sejalan dengan sikap dan cara bicaranya?Dia meremat jemarinya dengan bola mata bergerak ke kanan dan kiri tak beraturan, mencoba mencari kalimat yang tepat untuk membalas perkataan Raynar.Arunika benar-benar tidak bisa menebak sebenarnya apa yang Raynar pikirkan tentang dirinya?Akan tetapi, Arunika tidak boleh ceroboh! Dia harus hati-hati, karena satu kalimat yang menyinggung bisa membuat nyawa ibunya melayang. Arunika juga menguatkan sikap, dia tidak boleh ter
Keesokan harinya.Arunika dan Raynar sudah berada di mobil untuk meninggalkan hotel. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju ke mansion yang ditinggali Raynar.Arunika memperhatikan jalanan yang mereka lewati. Dia melirik pada Raynar yang hanya diam sejak mereka keluar dari hotel, atau lebih tepatnya sejak mereka masih di kamar.Arunika tidak tahu kapan Raynar kembali ke kamar. Semalam setelah Raynar pergi, Arunika bergegas beristirahat karena sangat lelah.Saat bangun di pagi hari, Arunika terkejut melihat Reynar sudah kembali ke kamar itu dan sedang berkemas, pria itu lalu memintanya segera bersiap saat melihat Arunika sudah bangun.Perjalanan itu lumayan lama bagi Arunika, apalagi tidak ada perbincangan sama sekali di antara Arunika dan Raynar. Semuanya terasa begitu canggung, meski mereka suami-istri, tetapi mereka tak mengenal satu sama lain. Ya, memang begitu juga kondisinya.Mereka baru saling mengenal satu hari sebelum pernikahan.Arunika menghela napas kasar, saat itu dia
“Meski aku tidak tahu, tapi makanan buatanku tidak akan mencelakainya.” Arunika mencoba membela diri. Dia tidak seperti yang para pelayan itu pikirkan.Lagi pula siapa yang mau mencelakai seseorang yang akan menolong ibunya. Arunika juga tidak bodoh.Pelayan yang ada di depan Arunika tersenyum miring, mengejek.“Siapa yang tahu. Lagi pula siapa yang pernah makan masakanmu? Tidak ada yang akan percaya kalau masakanmu itu aman.”Arunika terkesiap seraya menatap tak percaya. Mengapa pelayan ini benar-benar sangat tak sopan padanya?Bukannya Arunika ingin dihormati karena sudah menikah dengan Raynar, tetapi sebagai sesama manusia bukannya bisa saling menghargai dan menghormati?“Apa yang sedang kalian lakukan?”Suara berat dan dingin menginterupsi mereka, membuat Arunika dan semua pelayan menoleh bersamaan ke arah sumber suara.Raynar menatap tajam satu persatu para pelayan yang kini menunduk saat melihatnya datang. Tatapannya lalu tertuju pada Arunika yang ekspresi wajahnya terlihat jela
Kelopak mata Arunika berkedip beberapa kali. Haruskah Arunika tenang begitu saja setelah mendapat jawaban dari Raynar?“Semoga saja itu benar,” gumam Arunika.Saat Arunika kembali menoleh, dia terkesiap melihat Raynar masih menatapnya. Apa pria itu mendengar apa yang dia gumamkan?Namun, kali ini Arunika bisa merasakan pandangan Raynar yang hangat kepadanya. Lantas, Arunika tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangan dengan pelan ke arah jalanan. Raynar masih menatap Arunika, sekali lagi senyum kecil bertahta di bibirnya.Setelah beberapa saat, mereka sampai di rumah keluarga Raynar. Arunika memandang rumah besar itu saat mereka sudah turun dari mobil. Jantungnya mendadak berdegup cepat, tampak jelas kegugupan tersirat di wajahnya. Seperti apakah sikap keluarga Raynar?“Ayo!”Tiba-tiba Arunika merasakan tangannya digenggam oleh sebuah tangan besar yang hangat. Arunika langsung menoleh. Dia menatap tangan yang digenggam Raynar lalu beralih menatap Raynar yang hanya menatap lurus ke
Raynar memandang keluar saat mobil yang ditumpanginya berhenti di bahu jalan.“Ini tempatnya, Tuan.” Sopir menoleh pada Raynar yang duduk di kursi belakang.Pandangan Raynar masih tertuju pada tempat yang dikatakan sopirnya. Tadi pagi, saat Arunika meminta izin untuk pergi bekerja, dia penasaran, apa yang Arunika kerjakan sebelum wanita itu menikah dengannya? Karena itulah membuat Raynar berada di sini.Raynar turun dari mobil. Dia berjalan masuk kafe untuk mencari Arunika. Saat baru saja menginjakkan kaki di dalam, pandangan pria itu langsung tertuju pada sosok Arunika yang sedang duduk dengan seorang pria.Satu sudut alis Raynar tertarik ke atas. Tak lama kemudian, ia melihat Arunika yang terkejut saat melihatnya, bahkan istrinya itu langsung berdiri dengan cepat.Tetapi, yang menarik perhatiannya adalah sosok pria yang bersama Arunika. Pria itu ikut berdiri menatap dirinya dan Arunika secara bergantian.Siapa pria ini? Jika pelanggan, untuk apa Arunika duduk berdua dengannya?Ray
Setelah mendapat izin dari Raynar, Arunika siap-siap untuk kembali bekerja sebagai pelayan kerja paruh waktu di sebuah kafe.Arunika lega karena ternyata Raynar tidak menghalanginya untuk tetap bekerja. Sebelum menikah dengan Raynar, Arunika telah melakukan banyak pekerjaan paruh waktu untuk membiayai pengobatan ibunya.Dia belum bisa memiliki pekerjaan tetap karena dirinya baru lulus kuliah, dia tidak memiliki pengalaman kerja yang sesuai dengan jurusannya. Lagi pula keinginannya sebagai pengacara juga sulit untuk ditempuh.Sekarang, meskipun ia telah menikah dengan Raynar dan biaya pengobatan ibunya telah ditanggung Raynar, tetapi masa depan tidak ada yang tahu. Memikirkan itu, Arunika tahu bahwa dia harus tetap memiliki penghasilan sendiri.Selain itu, Arunika juga menyukai pekerjaan paruh waktu di sini karena dia menyukai kopi.Teman-teman Arunika di kafe tidak ada yang tahu kalau dia baru saja menikah, sehingga Arunika tetap bekerja seperti biasa dengan tenang. “Ini untuk meja
“Meski aku tidak tahu, tapi makanan buatanku tidak akan mencelakainya.” Arunika mencoba membela diri. Dia tidak seperti yang para pelayan itu pikirkan.Lagi pula siapa yang mau mencelakai seseorang yang akan menolong ibunya. Arunika juga tidak bodoh.Pelayan yang ada di depan Arunika tersenyum miring, mengejek.“Siapa yang tahu. Lagi pula siapa yang pernah makan masakanmu? Tidak ada yang akan percaya kalau masakanmu itu aman.”Arunika terkesiap seraya menatap tak percaya. Mengapa pelayan ini benar-benar sangat tak sopan padanya?Bukannya Arunika ingin dihormati karena sudah menikah dengan Raynar, tetapi sebagai sesama manusia bukannya bisa saling menghargai dan menghormati?“Apa yang sedang kalian lakukan?”Suara berat dan dingin menginterupsi mereka, membuat Arunika dan semua pelayan menoleh bersamaan ke arah sumber suara.Raynar menatap tajam satu persatu para pelayan yang kini menunduk saat melihatnya datang. Tatapannya lalu tertuju pada Arunika yang ekspresi wajahnya terlihat jela
Keesokan harinya.Arunika dan Raynar sudah berada di mobil untuk meninggalkan hotel. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju ke mansion yang ditinggali Raynar.Arunika memperhatikan jalanan yang mereka lewati. Dia melirik pada Raynar yang hanya diam sejak mereka keluar dari hotel, atau lebih tepatnya sejak mereka masih di kamar.Arunika tidak tahu kapan Raynar kembali ke kamar. Semalam setelah Raynar pergi, Arunika bergegas beristirahat karena sangat lelah.Saat bangun di pagi hari, Arunika terkejut melihat Reynar sudah kembali ke kamar itu dan sedang berkemas, pria itu lalu memintanya segera bersiap saat melihat Arunika sudah bangun.Perjalanan itu lumayan lama bagi Arunika, apalagi tidak ada perbincangan sama sekali di antara Arunika dan Raynar. Semuanya terasa begitu canggung, meski mereka suami-istri, tetapi mereka tak mengenal satu sama lain. Ya, memang begitu juga kondisinya.Mereka baru saling mengenal satu hari sebelum pernikahan.Arunika menghela napas kasar, saat itu dia
Arunika menahan napasnya ketika Raynar hanya menatapnya tanpa ekspresi hingga Arunika tidak bisa menebak pikiran pria itu.Apa seharusnya Arunika tidak bertindak gegabah seperti tadi, ya?“Bukankah kamu sudah tahu soal rumor itu. Lalu, apa yang kamu harapkan?” tanya Raynar datar.Arunika gelagapan ketika Raynar justru melangkah perlahan, mengikis jarak di antara dirinya dengan Raynar.“Wanita bukan prioritas utamaku,” kata Raynar pelan.Arunika tertegun. Tatapan mata pria itu mengisyaratkan sesuatu, tetapi kenapa seperti tak sejalan dengan sikap dan cara bicaranya?Dia meremat jemarinya dengan bola mata bergerak ke kanan dan kiri tak beraturan, mencoba mencari kalimat yang tepat untuk membalas perkataan Raynar.Arunika benar-benar tidak bisa menebak sebenarnya apa yang Raynar pikirkan tentang dirinya?Akan tetapi, Arunika tidak boleh ceroboh! Dia harus hati-hati, karena satu kalimat yang menyinggung bisa membuat nyawa ibunya melayang. Arunika juga menguatkan sikap, dia tidak boleh ter
“Apa kamu akan melakukannya sekarang?” Arunika memberanikan diri menatap pada pria yang berdiri di hadapannya saat ini. Arunika menelan ludah susah payah seraya meremat gaun yang melekat di tubuhnya.Pria yang sedang menatapnya sekarang ini adalah suaminya dari pernikahan yang diatur bibinya.Arunika Renjana harus menikah dengan Raynar Mahendra, seorang presiden direktur perusahaan multinasional yang tersebar di berbagai negara, demi biaya pengobatan ibunya.Sebelum menikah, Aruna tidak pernah tahu tentang Raynar.Arunika hanya diberitahu soal rumor yang beredar bahwa pria yang akan menikahinya adalah pria bengis yang tak kenal belas kasih, dan tidak pernah tertarik pada wanita. Meski begitu, Arunika akui kalau pria bengis itu ternyata memiliki wajah yang tampan, tetapi tatapan pria itu tetap bisa membuat seluruh otot di tubuhnya menegang.“Pak Ray,” panggil Arunika takut-takut. Dia tetap memandang suaminya meski pria itu tidak berbicara sejak tadi.Kediaman Raynar membuat banyak spe