Share

Tak Terduga

Penulis: Kak_put
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"MEMALUKAN!"

Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah.

"Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"

Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.

Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria.

Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan.

Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak.

"Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia..."

"Lalu bagaimana bajingan itu bisa masuk? Katakan padaku Shita. Apa ini semua memang rencana kalian yang telah berselingkuh di belakangku?!" tuduhnya dengan nada yang tidak kalah tinggi.

Shita terdiam seribu bahasa. Dia semakin kecewa atas tuduhan yang begitu kejam. Tak cukupkah baginya pengabdian Shita selama ini?

Air mata terus mengalir tanpa bisa dicegah. Segalanya telah Shita jelaskan. Namun Hans tidak mendengarnya sedikitpun. Tentu hal itu membuat Shita semakin terpuruk. Tubuhnya terasa lemas.

"Jangankan saat dirimu keluar kota...bahkan saat dirumah pun aku bisa saja tidur dengan lelaki mana yang aku mau karena kurangnya perhatian darimu, Mas. Tapi sayangnya aku tak selacur itu," lirih Shita. Nada suaranya terdengar pilu dan penuh kecewa.

Shita begitu hancur setiap kali mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh suaminya itu.

Sementara Hans tersenyum kejam. "Ya, bukankah memang seperti itu kenyataannya, Shita? Kau pikir aku tidak tahu apa saja yang kau lakukan selama ini?"

"Apa! Kau pikir aku ini wanita seperti apa!" Shita berteriak kesal. "Aku melayanimu 24 jam. Mulai dari makan, pakaian, dan semua kebutuhanmu akulah yang menyiapkan. Bahkan di malam hari, seharusnya waktu bagiku untuk istirahat. Kau malah tega membangunkan hanya ingin agar aku mengambilkanmu segelas air. Lantas dimana waktu untukku mencari pria lain?" Dengan emosi memuncak, Shita meluapkan segala kekesalannya.

Hans menarik dagu Shita dengan kasar. Membuat Shita meringis kesakitan. "Kau juga harus ingat bahwa aku bekerja untuk mengisi perutmu. Jadi wajar saja jika semua tugas dirumah harus dikerjakan olehmu. Apa kau lupa, bahwa kau hanya wanita berpendidikan rendah yang tidak berpenghasilan dan hanya menumpang hidup denganku?"

Mendengar hal itu membuat emosi Shita semakin tersulut. Namun tidak ada yang bisa dia lakukan sebab Hans menekan pipi Shita lalu mendorong wanita itu hingga tubuhnya terbentur.

Shita mengerang kesakitan. Dan Hans tidak perduli dengan hal itu. Tidak perduli bahwa dia telah menyakiti wanita yang pernah bersimbah darah melahirkan putra untuknya.

"Jangan bersikap seolah kau wanita yang paling tersakiti, Shita. Kaulah yang menimbulkan rasa sakit ini lebih dulu. Luka ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan perlakuanmu padaku."

Air mata Shita mengalir deras. Dia begitu kecewa.

Kecewa karena pernah yakin bahwa Hans pria yang dicintainya adalah orang yang akan selalu melindungi dan menjaganya. Namun keyakinan itu sekarang hancur lebur tak tersisa.

"Aku harus bagaimana agar kau percaya padaku? Katakan padaku?" ucap Shita nyaris mengerang karena begitu kesal dan sakit.

"Cerai," ucap Hans dengan dingin.

Bagaikan tersambar petir dan juga hantaman duri yang bertubi-tubi. Tubuh Shita bergetar mendengar kalimat itu. Shita bahkan nyaris tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

Kalimat mengerikan itu, tidak seharusnya di ucapkan dengan entengnya.

"Apa yang kau katakan? Jangan main-main dengan kalimat itu."

"Aku tidak main-main Shita. Mulai sekarang aku menceraikanmu. Aku memberikan talak 3 padamu. Tidak ada hal apapun yang bisa mempertahankan rumah tangga kita. Kau telah membuatnya hancur. Kau menghancurkan segalanya."

Shita hanya terdiam. Lidahnya terasa keluh untuk menyela kali ini. Meski Shita belum siap menerimanya. Namun dia juga tidak memiliki daya untuk menolak. Hans telah memberikan talak padanya. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan akan keluar dari mulut suami yang begitu dicintainya.

Rumah tangga mereka yang selama ini baik-baik saja. Kini hancur hanya dalam sekejap mata.

Hanya senyuman ironi yang terukir diwajahnya. Shita memejamkan sejenak matanya mencoba untuk ikhlas ketika sang suami tidak lagi menginginkannya.

*

Setelah menyiapkan beberapa pakaian dan kebutuhan untuk dibawa pergi. Shita menatap putranya dengan pilu.

Bagaimana bisa anak sekecil ini harus menghadapi situasi dimana keluarganya sudah tidak lengkap. Hal itu membuat Shita menangis pilu memikirkan nasib putranya.

"Maaf jika harus menghadapi situasi seperti ini, Nak. Mama janji akan memberikan yang terbaik untuk Gio," bisik Shita pada putranya.

"Ayo pergi sayang. Disini sudah tidak ada lagi tempat untuk kita. Kita akan memulai kehidupan baru."

Gio yang masih kecil pun hanya tersenyum lalu merentangkan tangan agar di gendong oleh Shita. Namun suara Hans tiba-tiba menghentikan mereka.

"Apa maksudmu ingin membawa Gio pergi dariku? Gio tidak akan kemana-mana. Dia akan tetap disini bersamaku. Wanita sepertimu tidak akan bisa mendidik anakku dengan benar. Seharusnya sejak awal aku mendengarkan nasihat ibuku. Bahwa tidak seharusnya aku menikahi wanita yang lahir tanpa seorang ayah," ucap Hans dengan tajamnya. Menusuk tepat dijantung Shita.

"Apa itu kesalahanku juga? Apa kau pikir aku senang dengan kenyataan bahwa aku tidak memiliki seorang ayah? Aku tidak akan membiarkan Gio jauh dariku. Dia anakku. Aku yang melahirkannya. Kau bahkan selalu sibuk dengan pekerjaanmu, bagaimana bisa kau menjaganya?"

"Aku akan berusaha menjaganya. Jika perlu, aku akan mencari penggantimu secepatnya. Untuk menjaga dan menyayangi anakku."

Shita kembali dibuat terbelalak oleh pernyataan Hans. Seakan tidak cukup puas telah menyakiti Shita sedari tadi. Kini dia menghantamkan kembali batu besar yang seakan mengenai kepala Shita.

"Tidak akan ada yang mau menyayangi anakku melebihi aku. Tidak akan pernah ada Hans. Berhenti memikirkan egomu yang hanya akan menjadikan Gio sebagai korban. Aku tidak percaya jika Gio akan aman bersama wanita lain!"

"Lalu apa kau pikir Gio akan aman bersama wanita yang gemar menjajakan tubuhnya untuk laki-laki lain sepertimu?" ucap Hans dengan sinis dan menyela secara terang-terangan. "Aku tidak ingin anakku menjadi tidak bermoral jika berada ditangan wanita tidak benar," sambungnya lagi.

Nafas Shita memburu. Namun dia tidak ingin terpancing emosi lagi. Dia sudah muak dan ingin segera pergi.

"Kau boleh menghinaku semaumu. Aku juga sudah ikhlas ketika kau menceraikanku. Tapi biarkan aku membawa Gio bersamaku. Dia adalah duniaku. Bagaimana bisa aku bertahan hidup jauh dari anakku. Aku tidak akan pernah sanggup, jadi jangan pisahkan aku dari anakku," ucap Shita dengan tenang.

"Tidak. Sekarang pergilah dari sini, Shita. Aku benar-benar muak melihatmu. Jangan pernah memperlihatkan wajahmu kembali dihadapanku. Dan untuk surat cerai kita. Akan aku urus secepatnya," ucap Hans setelah merebut Gio darinya.

Shita terbelalak kaget.

Tanpa rasa iba, Hans mengusir Shita dari rumahnya. Meski Shita telah berlutut dan memohon untuk membiarkan Gio pergi bersamanya. Namun Hans tetap tidak mengizinkan hal itu. Hans bahkan tidak memperdulikan tangisan histeris dari Gio yang ingin ikut dengan Shita.

"PERGILAH DARI SINI SHITA!! DAN JANGAN PERNAH KEMBALI LAGI," usir Hans sembari menutup pintu dengan kasar. Membiarkan Shita sendirian berada diluar rumahnya tanpa membawa apapun.

Shita terhuyung mundur, tubuhnya lemas, matanya berkaca-kaca. Dia terdiam di depan pintu, tidak tahu harus berbuat apa. Dia sendirian, tanpa tempat berteduh, tanpa harapan.

Tiba-tiba, pintu terbuka kembali. Hans muncul dengan wajah dingin dan tanpa ekspresi. Dia melempar tas Shita.

"Gio sayang, jangan menangis. Kita akan bersama Ayah sekarang," ucap Hans dengan suara lembut, namun matanya tetap dingin.

Shita tersentak. Dia tidak mengizinkan Shita membawa anaknya.

"Hans... kumohon," ucap Shita, suaranya teredam oleh isak tangis.

Hans tidak menghiraukannya. Dia berjalan menjauh, meninggalkan Shita yang terduduk di depan pintu, matanya kosong menatap punggung Hans yang menjauh.

Shita merasakan tubuhnya lemas, jiwanya hancur berkeping-keping. Dia tidak hanya kehilangan suaminya, dia juga kehilangan anaknya. Dia sendirian, tanpa tempat berteduh, tanpa harapan.

Dan di kejauhan, di balik bayangan malam yang gelap, sebuah bayangan lain muncul. Sebuah bayangan yang penuh dengan dendam dan kelicikan. Dia telah berhasil memanipulasi Hans, dan kini dia siap untuk merebut apa yang menjadi milik Shita.

Bab terkait

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

Bab terbaru

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

DMCA.com Protection Status