Beranda / Romansa / Permata Yang Kau Buang / Pengorbanan yang di minta

Share

Pengorbanan yang di minta

Penulis: Kak_put
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?"

Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku."

Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."

Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."

Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?

Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan. "Ini bukan tentang pilihan, Shita. Ini tentang hidup dan mati. Sama seperti aku menyelamatkanmu, kau juga bisa menyelamatkan nyawa putriku."

Shita merasa terjebak. Ucapan Arkan seperti belenggu yang mengikatnya. Dia berhutang budi, tapi bisakah dia melakukan pengorbanan sebesar itu? Semua kenangan pahit tentang rumah tangganya, tentang Hans yang telah mencampakkannya, seolah memudar di hadapan keputusan besar ini.

"Aku... aku butuh waktu untuk berpikir," ucap Shita lemah.

Arkan diam saja. Fokus pada kemudi yang akan membawa Shita kerumahnya. Dan memaksa wanita itu agar mau mengikuti keinginannya.

*

.Shita duduk di sebuah kursi kayu di dalam ruangan yang telah disediakan Arkan untuknya.

Matanya menatap kosong ke arah jendela, mencoba mencerna semua yang terjadi. Hidupnya yang dulu bahagia kini terasa hancur berantakan. Tapi meski begitu, dia merasa berhutang budi pada Arkan, yang telah menyelamatkan hidupnya.

Saat sedang larut dalam pikirannya, Arkan masuk ke ruangan itu dengan langkah tenang, wajahnya serius namun tenang seperti biasanya.

"Kau sudah merasa lebih baik?" tanya Arkan, nada suaranya lembut namun tetap terasa otoritatif.

"Entahlah. Aku tidak mengerti takdir apa yang sedang aku jalani. Seolah aku sedang di permainkan. Rasa sakit kehilangan belum juga hilang, sekarang masalah baru lagi terjadi begitu saja. Tidak sedikitpun memberi jeda untukku bernafas," ucap Shita dalam keputusasaan.

Arkan berjalan mendekat, duduk di sebelah Shita. Dia terdiam sesaat, sebelum akhirnya mulai berbicara.

"Putriku," ucap Arkan perlahan. "Dia terkena penyakit ginjal yang sangat langka. Penyakit itu sudah ada sejak dia lahir. Dan ironisnya, sejak hari kelahirannya, ibunya meninggalkan kami."

Shita menatap Arkan dengan terkejut. "Ibunya... meninggalkan kalian?"

Arkan tersenyum pahit, menundukkan kepala sejenak. "Ya. Wanita itu memilih pergi begitu saja, tanpa pernah melihat wajah putrinya. Mungkin karena dia tidak siap menjadi seorang ibu, atau mungkin karena dia tidak mampu menerima kenyataan bahwa putrinya sakit parah."

Shita merasakan simpati mendalam. "Bagaimana kau bisa menghadapi semua itu sendirian?"

"Ketika kau memiliki seseorang yang sangat bergantung padamu, seperti putriku, kau tidak punya pilihan lain selain menjadi kuat," jawab Arkan, matanya tampak berkaca-kaca.

"Aku melakukan segala cara untuk memastikan dia bisa hidup, meskipun itu berarti melakukan hal-hal yang... tidak selalu mudah."

Shita merasakan ada kesedihan yang dalam di balik wibawa dan kekuatan Arkan. Dia mulai memahami bahwa di balik kekerasan sikap pria ini, ada beban besar yang harus dipikulnya sendirian.

"Bagaimana penyakitnya bisa semakin parah?" tanya Shita dengan lembut, mencoba memahami lebih jauh.

"Penyakitnya memburuk karena dia tidak mendapatkan perawatan yang tepat di awal. Aku melakukan yang terbaik, tetapi waktu... waktu tidak berpihak pada kami. Kini, satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan transplantasi ginjal." Arkan memandang Shita dalam-dalam. "Dan kau... kau adalah satu-satunya harapan terakhirku."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Arkan berbalik dan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Shita yang masih duduk terpaku. Hatinya bergemuruh. Apa yang harus dia lakukan?

Keputusasaan mengguncang seluruh tubuhnya. Bagaimana dia bisa membuat keputusan sebesar ini, di saat hidupnya sendiri tengah hancur? Namun di balik semua kekacauan, satu hal jelas: Arkan Gaffi bukanlah pria yang menolong tanpa alasan. Dan kini, waktunya bagi Shita untuk memutuskan apa yang akan dia korbankan.

*

Pikiran tentang permintaan Arkan berputar dalam benaknya, menyesakkan dada dan membuat napasnya tak beraturan. "Ginjalku... untuk putrinya," bisik Shita pada dirinya sendiri. Tawaran ini adalah sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Arkan menatapnya dari seberang ruangan, sosoknya tegar dan penuh karisma. Matanya yang tajam seolah bisa membaca pikiran Shita, tapi Shita tahu dia harus kuat. Tak ada yang datang dengan mudah, terutama setelah semuanya telah diambil darinya—rumah, suami, bahkan anaknya.

Dengan tatapan tegas, Shita memberanikan diri membuka mulut. "Aku akan setuju untuk mendonorkan ginjalku... Tapi aku punya syarat."

Arkan menaikkan alisnya, sedikit terkejut. "Syarat?"

Shita mengangguk, menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku ingin kau membantuku mendapatkan kembali hak asuh putraku, Gio."

Keheningan memenuhi ruangan. Arkan menatapnya lekat-lekat, menimbang permintaan itu. Dalam hati, Shita tahu bahwa Arkan adalah pria yang licik, dan setiap keputusan yang dia buat pasti memiliki keuntungan bagi dirinya sendiri. Namun, dia juga melihat kekuatan di balik tatapan dingin itu—kekuatan yang bisa membantunya mendapatkan keadilan untuk dirinya dan putranya.

Arkan tersenyum tipis. "Menarik," ucapnya dengan nada datar. "Kau tahu, membantu merebut hak asuh anak dari mantan suamimu bukanlah hal yang sederhana."

Shita menelan ludah. "Aku tahu. Tapi jika aku melakukan ini untukmu, aku ingin kau melakukan sesuatu yang besar untukku. Anak itu... dia adalah hidupku."

Arkan mendekat, berdiri di hadapannya. Sosoknya yang tinggi membuat Shita merasa kecil, tapi tekadnya tidak goyah.

"Baiklah," kata Arkan akhirnya. "Aku akan membantu. Tapi ingat, Shita... sekali kau melibatkan dirimu lebih jauh dalam hidupku, kau tidak bisa mundur."

Bab terkait

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

Bab terbaru

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

DMCA.com Protection Status