Share

Musuh dalam selimut

Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.

Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang.

"Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"

Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur.

"Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia duduk di samping Shita, tanpa meminta izin. "Aku benar-benar menyesal. Bagaimana bisa Hans melakukan ini padamu?"

Shita menggeleng pelan, suaranya nyaris tidak keluar. "Aku juga tidak mengerti. Dia berubah, Mia. Seolah-olah bukan lagi orang yang aku kenal."

Mia menghela napas panjang, menggenggam tangan Shita dengan lembut. "Jangan khawatir, Shita. Aku akan selalu ada di sini untukmu."

Shita mengangguk, meski hatinya tetap terasa kosong. Kehadiran Mia yang tiba-tiba entah kenapa tidak sepenuhnya menenangkan, namun Shita terlalu lelah untuk berpikir lebih jauh. Mia adalah satu-satunya orang yang masih bersamanya saat ini, ketika dunia seolah-olah meninggalkannya.

"Ayo, aku bawa kamu ke rumahku. Kita bisa bicarakan semuanya di sana," ajak Mia dengan nada lembut namun sedikit mendesak.

Tanpa ragu, Shita menerima tawaran itu. Dia tidak memiliki tempat lain untuk pergi. Mereka berjalan bersama menuju mobil Mia, dan sepanjang perjalanan, Mia terus berbicara, menyampaikan dukungan dan simpati.

Setibanya di rumah Mia, suasana tampak nyaman dan aman. Mia menyiapkan teh hangat dan duduk di seberang Shita, yang mulai merasa sedikit lebih baik. Namun tanpa disadari oleh Shita, di balik senyum ramah itu, Mia menyusun rencana lain.

"Shita, aku tahu kamu butuh istirahat," Mia berkata, sambil menatap Shita yang tampak lelah. "Aku punya kenalan yang bisa membantu kamu mendapatkan pekerjaan sementara dan tempat tinggal yang lebih baik. Sementara kamu pulih, kamu bisa bekerja di tempat mereka. Percayalah, ini akan membantu."

Shita, dalam keadaan yang rentan, tidak memiliki alasan untuk mencurigai Mia. Dia menerima tawaran itu dengan ragu, tapi juga merasa berterima kasih atas bantuan Mia.

Keesokan harinya, Mia membawa Shita ke sebuah tempat yang tidak dia kenal, sebuah gedung besar yang tampak megah dari luar. Mia berbicara dengan seorang pria yang berpenampilan rapi di pintu masuk. Mereka berbicara dengan cepat, dan sesekali pria itu melirik ke arah Shita dengan senyum samar yang membuatnya tidak nyaman.

"Tempat ini... apa benar ini untuk pekerjaan sementara?" tanya Shita, merasa sedikit curiga.

Mia tersenyum lembut, tapi tatapannya dingin. "Tentu saja, Shita. Jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja di sini."

Tanpa disadari oleh Shita, tempat tersebut bukanlah kantor atau tempat kerja biasa. Gedung megah itu sebenarnya adalah sebuah rumah bordil kelas atas yang tersembunyi di balik kedok bisnis lain. Mia telah bersekongkol dengan pemilik tempat tersebut untuk menjebak Shita di sana, memastikan reputasinya semakin hancur di mata Hans.

Saat Shita mulai merasa ada yang tidak beres, Mia menghilang tanpa jejak. Shita berusaha pergi, tetapi pintu yang ia coba buka terkunci. Ketakutan mulai menyelimuti dirinya saat pria yang berbicara dengan Mia tadi mendekat dengan senyum licik.

"Jadi, kamu Shita, ya? Tenang saja, kami akan merawatmu dengan baik di sini," ucap pria itu dengan nada yang membuat bulu kuduknya meremang.

"Apa... apa maksudmu?" Shita mulai panik. "Aku hanya datang untuk bekerja!"

"Benar, kau memang akan bekerja," ucap pria itu sambil tertawa kecil. "Tapi bukan pekerjaan seperti yang kamu pikirkan."

Shita merasakan darahnya membeku. Dengan cepat, dia menyadari bahwa dirinya terperangkap dalam situasi yang mengerikan. Mia, sahabat yang ia percayai, telah menjebaknya dalam skenario paling mengerikan.

*

Di tempat lain, Mia menghubungi Hans dan, dengan cerdik, menyebarkan kebohongan bahwa Shita kini bekerja sebagai wanita penghibur. Dia mengirimkan foto Shita yang berhasil dia ambil di depan gedung, memastikan Hans melihat apa yang ingin dia yakini.

Hans menerima pesan tersebut dengan penuh amarah. Melihat foto itu membuat kebenciannya terhadap Shita semakin membara. "Aku tahu dia tidak setia," gumamnya penuh rasa jijik.

Mia tersenyum puas di balik layar, tahu bahwa perangkapnya bekerja sempurna. Dia mendekati Hans, menawarkan dukungan palsu dan mulai menanamkan benih kepercayaannya kepada Hans, membuatnya semakin jauh dari Shita.

"Sejak awal sudah aku bilang, Hans. Shita itu jalang rendahan. Aku hanya kasihan padamu yang nyaris sempurna, sungguh tidak pantas bersama wanita seperti itu," ucap Mia dengan senyum kelicikan. Hans tidak menyadari itu. Yang Hans tahu, Mia adalah malaikat yang datang untuk membantunya menunjukkan sifat asli istrinya, Shita.

"Kamu benar, Mia. Sejak awal seharusnya aku sudah mempercayaimu. Seharusnya aku menceraikan Shita dari dulu. Bukan disaat kamu berhasil mengungkap kebusukannya dengan Lucas." Hans berucap dengan geram. Dia begitu membenci Shita.

Sementara Mia begitu senang dalam hatinya. Dia berhasil memanipulasi Hans dengan memanfaatkan kejadian dimana Shita nyaris di lecehkan. 'Tamat sudah riwayatmu, Shita. Entah bagaimana nasibmu sekarang di tempat terkutuk itu. Mulai saat ini Kebahagiaanmu... Akan menjadi milikku.'

*

Sementara itu, Shita mencoba melarikan diri dari tempat itu, tapi semua pintu tertutup rapat.

"Sial! Apa yang harus aku lakukan? Oh Tuhan... tolong aku." Shita begitu ketakutan. Dia tahu tempat seperti ini akan memperlakukan mereka dengan sangat kejam.

Shita duduk di sudut ruangan gelap, merasa cemas dan ketakutan. Pintu terkunci, jendela terlalu tinggi untuk dijangkau, dan tempat itu penuh dengan wanita lain yang tampak apatis, seolah mereka sudah menyerah pada nasib mereka. Shita menolak untuk menyerah. Hatinya masih penuh dengan harapan untuk bertemu kembali dengan Gio, putranya, dan untuk melawan kebohongan yang telah menghancurkan hidupnya.

Namun melihat situasi yang begitu rumit seperti ini, dan dengan setiap detik yang berlalu, harapan untuk kembali kepada Hans dan Gio semakin pudar.

Sementara itu, pria yang tadi berbicara dengannya masuk ke dalam ruangan dengan senyum licik.

"Waktunya bekerja. Jangan khawatir, setelah beberapa waktu, kalian akan terbiasa," ucapnya sambil mendekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status