Share

Terjebak

Penulis: Kak_put
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya.

"Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.

Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.

Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.

Shita merasa napasnya semakin pendek, langkah kakinya hampir tak mampu lagi membawa tubuhnya yang lelah. Pengejar-pengejar itu semakin dekat, suara derap kaki mereka terdengar bagaikan ancaman yang tak terhindarkan. Di depan, jalan buntu menunggunya, dan harapan mulai menguap. Di tengah keputusasaan, matanya menangkap sosok seorang pria yang sedang berdiri tenang di ujung gang.

Pria itu mengenakan mantel hitam yang menambah kesan dingin dan penuh wibawa. Wajahnya tampak tidak terpengaruh oleh kekacauan di sekitarnya, seolah dia adalah bagian dari malam yang tenang.

Dalam sekejap, Shita tahu ini adalah kesempatan terakhirnya. Dia berlari ke arah pria itu, dan meski kata-kata tak mampu keluar dari bibirnya, matanya berbicara. Permintaan tolong yang putus asa terpancar jelas lewat tatapannya.

Arkan, pria asing itu, menatap Shita tanpa berkata apa-apa, seakan dia sudah mengerti semuanya hanya dari sorot mata wanita yang ketakutan itu. Tanpa mengucap satu pun kata, Arkan melangkah maju, berdiri di antara Shita dan para pengejarnya.

Para pengejar itu tiba beberapa detik kemudian, berhenti sejenak melihat kehadiran pria asing yang menghalangi jalan mereka.

Mereka berhenti tepat beberapa meter dari Shita dan pria yang mereka kenal.

Ada rasa takut saat berhadapan dengan pria yang mereka tahu memiliki aura kejam itu.

"Serahkan wanita itu, dia milik kami," seru salah satu dari mereka. "Dia bekerja dengan kami, dan sekarang dia ingin melarikan diri."

"Tidak! aku tidak mau bekerja pada mereka. Aku di jebak." Shita segera menyela dengan raut ketakutan.

Arkan tetap berdiri tegak, tatapannya tajam dan penuh wibawa. Wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut atau gentar. Dengan langkah tenang dan terukur, dia maju sedikit mendekati mereka, matanya menelusuri setiap wajah para pengejar. Tidak ada kata ancaman yang keluar dari mulutnya, tetapi aura dingin dan kekuatan yang terpancar dari dirinya sudah cukup untuk membuat mereka gemetar.

"Pergilah," ucap Arkan pelan, namun dengan nada yang membuat udara di sekitar terasa lebih berat. Suaranya bagaikan perintah yang tak bisa dibantah.

Para pengejar saling bertukar pandang, merasakan tekanan yang semakin kuat. Mereka bisa merasakan sesuatu yang berbeda dari pria ini, sesuatu yang membuat mereka berpikir ulang untuk melawan. Meskipun mereka lebih banyak, tidak satu pun dari mereka yang berani maju.

"Ayo, kita pergi," salah satu dari mereka akhirnya berbisik kepada yang lain, dan tanpa membantah, mereka mundur perlahan, meninggalkan Shita dan Arkan sendirian di tengah kegelapan gang.

Shita masih berdiri gemetar di tempat, tak percaya bahwa dia selamat tanpa satu pun pertarungan terjadi. Dia memandangi punggung Arkan yang tetap tegak di depannya. Saat ancaman itu benar-benar pergi, pria itu berbalik menghadap Shita, matanya menatapnya dalam-dalam.

"Kau aman sekarang," ucapnya tenang, namun masih dengan nada tegas yang menandakan bahwa dirinya bukan orang sembarangan.

Shita membuka mulutnya, ingin mengucapkan terima kasih, namun kata-kata terasa tersangkut di tenggorokannya. "Terima kasih..." akhirnya dia berbisik, suaranya penuh emosi.

Arkan menatapnya sesaat, kemudian mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. "Ikut aku."

Shita mengangguk pelan, masih belum bisa sepenuhnya mencerna apa yang baru saja terjadi. Tanpa banyak pilihan, dia mengikuti langkah Arkan yang penuh keyakinan. Di sepanjang jalan, Shita bertanya-tanya siapa sebenarnya pria ini, dan kenapa dia begitu tenang menghadapi bahaya yang hampir menghancurkan hidupnya.

Mereka terus berjalan dalam diam, sampai akhirnya Shita memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa... kenapa kau membantuku?"

Arkan menoleh padanya, sorot matanya dalam dan penuh misteri. "Setiap orang punya alasan kenapa dia mau menolong orang lain," jawabnya singkat, sebelum melanjutkan, "Karena di dunia ini tidak ada yang gratis, Nona."

Shita terdiam mendengar jawabannya. Jelas ada sesuatu yang lebih besar di balik niat pria ini. Tetapi untuk saat ini, dia tidak memiliki kekuatan untuk bertanya lebih jauh. Yang dia tahu hanyalah bahwa pria bernama Arkan Gaffi ini bukanlah orang biasa. Ada kekuatan besar yang tersembunyi di balik ketenangannya, dan meskipun dia tidak tahu pasti apakah harus mempercayainya, Shita tahu dia tidak punya pilihan selain mengikuti.

Mereka berbelok ke sebuah gang sempit hingga tiba di sebuah mobil yang terparkir di tempat tersembunyi.

"Masuklah," kata Arkan sambil membukakan pintu mobil.

Setelah ragu sejenak, Shita akhirnya masuk ke dalam mobil. Saat mesin dinyalakan, mereka segera melaju menjauh dari tempat itu.

Di dalam mobil, suasana hening. Shita hanya bisa menatap keluar jendela, pikirannya berputar tentang apa yang baru saja terjadi dan siapa sebenarnya pria ini.

"Apa yang kau inginkan dariku?"

Arkan menatapnya lama, seakan menimbang-nimbang apakah dia harus mengungkapkan niat sebenarnya.

"Ucapan terima kasih saja tidak cukup."

Shita terdiam, kaget mendengar nada tajam yang tidak biasa dari Arkan. Jantungnya berdebar tak menentu.

"Ada sesuatu yang aku butuhkan darimu," lanjut Arkan dengan tenang, namun suaranya semakin dalam dan serius.

Shita menatapnya bingung, namun dia bisa merasakan bahwa ini bukan permintaan biasa. "Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas semua kebaikanmu? Kau sudah menyelamatkanku dari situasi yang mengerikan..."

"Aku punya seorang putri. Dia sedang sekarat, dan satu-satunya harapan untuk menyelamatkannya adalah donor ginjal."

Kata-kata itu menghantam Shita bagaikan palu. Mulutnya menganga, tak mampu berkata-kata untuk beberapa detik. "Aku... aku tidak mengerti..." bisiknya, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Aku akan memeriksa kesehatanmu dan melakukan beberapa tes. Jika cocok, aku ingin agar kau menyerahkan salah satu ginjalmu untuk putriku," ucap Arkan tanpa basa-basi.

Shita merasa dunianya terbalik. Jantungnya berdetak semakin cepat, dan matanya membesar karena terkejut. "Ginjal...? Kau... kau ingin aku mendonorkan ginjalku?"

Arkan mengangguk dengan tenang, seolah-olah permintaan itu adalah hal yang wajar. "Ya. Putriku butuh pendonor yang tepat, dan aku yakin kau adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkannya."

Bab terkait

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

Bab terbaru

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

DMCA.com Protection Status