Share

Permata Yang Kau Buang
Permata Yang Kau Buang
Author: Kak_put

Peristiwa kelam

Author: Kak_put
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah.

"Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"

Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk.

"Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara."

"Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."

Shita menepis tangan pria itu, air matanya nyaris tumpah. "Tidak! Menjauh dariku, sialan! Harga diri suamiku ada padaku... Dan aku tidak akan Sudi menyerahkannya padamu." Shita menatapnya benci.

"Kalau begitu jangan salahkan aku," desisnya, wajahnya memerah karena amarah. "Kau akan menyesal."

Saat Shita di tarik dengan paksa, tubuhnya yang kuat menekan tubuh Shita yang lemah. Shita menjerit, berusaha melepaskan diri. Dia menendang, menggaruk, menggigit, tapi pria itu terlalu kuat.

"Tolong...!" Shita memohon, suaranya teredam oleh napas pria itu yang kasar.

Tiba-tiba, suara tangisan anak kecil yang nyaring menggema di ruangan. Gio, putra kecil Shita terbangun dari tidurnya. Tangisannya yang pilu menggema di ruangan, menggema di hati Shita.

Pria itu terdiam sejenak, matanya menyorot ketakutan. "Sial," desisnya. "Anak itu."

Dia melepaskan Shita, tubuhnya gemetar. "Kau lolos kali ini," desisnya, matanya menatap Shita dengan penuh kebencian. "Tapi aku akan kembali."

Pria itu berlari keluar rumah, menghilang dalam kegelapan. Shita terduduk di lantai, tubuhnya lemas, napasnya tersengal-sengal. Gio merangkak ke arahnya, memeluknya erat-erat.

"Mama...," Gio menangis, suaranya kecil dan rapuh.

Shita memeluk putranya erat-erat, tubuhnya gemetar hebat. Gio yang masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, hanya menangis tersedu-sedu di pelukan ibunya. Shita mencium rambut Gio, aroma yang lembut itu menjadi satu-satunya hal yang membuatnya merasa tenang di tengah kekacauan ini. Namun, di balik rasa lega itu, sebuah ketakutan baru muncul. Pria jahat itu telah pergi, tapi dia pasti akan kembali. Dan kali ini, dia mungkin tidak akan segan-segan untuk menyakiti putranya.

*

Tiba-tiba, ketukan keras terdengar di pintu. Shita tersentak, jantungnya berdebar kencang. Siapa yang datang di tengah malam seperti ini?

"Shita, kau baik-baik saja?" Suara Mia, sahabatnya, terdengar cemas di balik pintu.

Shita terdiam sejenak. Mia? Apa yang membuatnya datang ke sini?

"Mia? Kenapa kau datang?" tanya Shita suaranya gemetar.

"Aku khawatir," jawab Mia. "Aku mencoba menghubungimu, tapi tidak tersambung. Aku memutuskan untuk datang saja."

Shita menghela nafas lega. Rasa takut di dalam dirinya hampir saja membuatnya curiga pada sahabatnya sendiri.

Mia berdiri di ambang pintu, wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Apalagi melihat penampilan Shita yang tak biasa.

"Ada apa ini?" tanya Mia, matanya tertuju pada kekacauan di dalam rumah. "Kenapa rumahmu berantakan seperti ini?"

Shita terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana dia bisa menjelaskan semuanya kepada Mia? Bagaimana dia bisa menceritakan tentang pria jahat itu, tentang ketakutannya, tentang rasa sakitnya?

"Shita, katakan padaku. Apa yang terjadi?" tanya Mia, suaranya lembut.

Shita menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Mengingatkan dirinya tentang kejadian yang menjijikan yang baru saja terjadi. "Lucas... dia..." Shita tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat.

Mia melangkah masuk ke dalam rumah, matanya menyapu ruangan dengan cepat. Dia melihat guci yang pecah, melihat baju Shita yang robek, melihat Gio yang menangis ketakutan. Dia melihat semua tanda-tanda kekerasan yang terjadi di sini.

"Shita, apa yang dia lakukan padamu?" tanya Mia, suaranya bergetar, namun cukup menuntut.

Shita terdiam, matanya menatap Mia dengan penuh ketakutan. Dia merasakan sesuatu yang tidak beres. Mia mulai mengerti dengan apa yang terjadi, maka dengan cepat Mia memeluk sahabatnya.

"Mia, aku... aku takut," ucap Shita, suaranya teredam oleh isak tangis.

Mia mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Shita dengan lembut. "Jangan takut, Shita. Aku di sini untukmu."

Mia kemudian mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat mengambil beberapa foto kekacauan di rumah Sahabatnya.

"Apa yang kau lakukan?" Shita bertanya dengan raut bingung.

"Aku akan menghubungi Hans. Dia harus tahu apa yang terjadi."

Shita menggeleng cepat. Dia tidak setuju dengan keputusan Mia. Bagaimana jika Hans marah? Bagaimana jika Hans kecewa padanya?

"Tidak, jangan Mia. Ini bukan saat yang tepat," ucap Shita, suaranya gemetar.

"Ini masalah serius, Shita. Hans harus segera pulang dan bertindak pada bajingan itu. Bagaimana jika pria itu mencoba menyakitimu lagi? Hari ini kamu beruntung, tapi bagaimana dengan besok dan seterusnya? Hans harus segera pulang dan melindungi kalian."

Shita sadar yang di ucapkan Mia ada benarnya. Bagaimana jika nanti yang menjadi korban bukan hanya dirinya, tapi... putranya? Shita tentu tidak ingin hal itu terjadi.

"Kalau begitu biar aku saja yang menghubungi suamiku, Mia. Aku akan menjelaskan semuanya."

Mia segera menahan Shita. "Tidak Shita. Dalam keadaan seperti ini, aku yakin kamu tidak bisa berkata banyak pada Hans. Biar aku saja. Kalian sebaiknya istirahat dan tenangkan dirimu dulu Shita. Percaya padaku."

Shita tak dapat menyela lagi. Sikap Mia yang begitu perhatian membuatnya luluh dan percaya.

Percaya bahwa sahabatnya akan membantu rumah tangganya agar tetap aman.

Related chapters

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

Latest chapter

  • Permata Yang Kau Buang   Keputusan Sitha

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Shita?" tanyanya tegas, suaranya terdengar datar namun jelas menunjukkan ketidaksukaan.Shita berbalik, menatap Hans yang berdiri di ambang pintu. Wajahnya penuh dengan kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi di balik itu ada kemarahan yang terpendam. "Aku ingin bertemu dengan Gio. Aku sangat merindukannya, Hans. Aku ibunya!" jawab Shita dengan nada memohon, meskipun hatinya masih didera kemarahan setelah konfrontasinya dengan Mia.Hans melangkah masuk ke ruang tamu, melewati Shita tanpa menatapnya langsung. "Kau tidak bisa seenaknya datang ke sini. Aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai. Gio baik-baik saja tanpa kamu," ujarnya dingin, tanpa sedikitpun rasa simpati.Shita merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Hans yang dulu mencintainya kini berbicara seolah-olah dia adalah orang asing. Sementara Mia berdiri di belakangnya, penuh dengan kepuasan melihat Shita hancur. Shita mengepalkan tangannya, menahan air ma

  • Permata Yang Kau Buang   Malaikat

    Tadinya Sitha ingin menemui Arkan untuk meminta izin pergi kerumah Hans menemui putranya. Dia sudah sangat merindukan Gio dan khawatir dengan keadaan anaknya, namun rumah Arkan yang begitu besar membuat Sitha kesulitan mencari dimana pria itu. Sitha berjalan perlahan hingga sampai di pintu kayu berwarna putih. "Mungkinkah Arkan ada di dalam?" Dugaannya ternyata salah, saat tak sengaja melihat siapa yang ada di dalam. Di dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, Miu terbaring dengan tenang, rambut halusnya tergerai di atas bantal putih. "Dia... Miu?" gumam Sitha. Shita melangkah masuk, Miu menoleh, meskipun terlihat lemah, sorot matanya menyala dengan rasa ingin tahu. “Kamu pasti Miu,” sapa Shita, suaranya lembut. Miu mengangguk pelan, lalu menarik selimutnya lebih erat seolah mencari rasa aman. "Kamu siapa

  • Permata Yang Kau Buang   Pengorbanan yang di minta

    "Ini gila. Bagaimana aku bisa hidup hanya dengan satu ginjal? Apa kau tidak waras?" Arkan menatapnya tajam, dan sebelum Shita bisa menyelesaikan kalimatnya, dia berkata, "Putriku adalah segalanya bagiku." Shita terdiam, pikirannya bercampur aduk antara rasa takut, bingung, dan syok. "Tapi... aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Ini bukan sesuatu yang kecil, Arkan."Arkan bersandar sedikit ke depan, tatapannya semakin tajam dan intens. "Tidak, ini bukan sesuatu yang kecil. Tapi aku sudah menyelamatkan hidupmu. Aku mengambil risiko besar dengan menolongmu, dan sekarang aku hanya meminta satu hal sebagai balasan."Shita terdiam, tenggorokannya terasa kering. Rasa terima kasih yang dia rasakan kini bercampur dengan kebingungan dan ketakutan. Bagaimana mungkin dia bisa mempertimbangkan untuk memberikan ginjalnya kepada seseorang yang tidak dikenalnya, bahkan meski itu putri Arkan?Namun, tatapan Arkan begitu intens dan penuh kepastian, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan

  • Permata Yang Kau Buang   Terjebak

    Shita merasa panik, tapi dia berusaha tetap tenang. Saat pria itu mendekat, dia melihat ke sekeliling ruangan, mencari cara untuk kabur. Di pojok ruangan, ada jendela kecil yang tak terkunci, tetapi harus melewati pria itu untuk bisa mendekatinya."Aku harus berpikir cepat," gumamnya dalam hati. Tanpa banyak berpikir, Shita memberanikan diri untuk menendang kaki pria itu sekuat tenaga. Pria itu terhuyung-huyung, terkejut oleh serangan mendadak dari Shita, yang memanfaatkan momen itu untuk berlari ke arah jendela.Dengan cepat, Shita membuka jendela kecil itu dan melompat keluar. Jatuhnya tidak sempurna, tubuhnya terbentur keras ke tanah, tapi adrenalin membuatnya tidak merasakan sakit. Dia segera bangkit dan berlari tanpa melihat ke belakang.Saat dia berlari di jalanan yang sepi, jantungnya berdetak kencang, dan suara langkah kaki pria itu yang mengejarnya semakin mendekat. "Jangan biarkan dia kabur!" teriak pria itu kepada orang-orang lain di dalam gedung.Shita merasa napasnya sema

  • Permata Yang Kau Buang   Musuh dalam selimut

    Shita duduk di bangku taman, pandangannya kosong menatap langit yang beranjak kelam. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, mencari sedikit kehangatan di tengah angin malam yang dingin. Air mata yang semula mengalir kini sudah mengering, menyisakan bekas luka di pipi yang pucat. Kehidupannya kini terasa seperti puing-puing yang berserakan—tanpa rumah, tanpa suami, tanpa anak. Hanya kesunyian yang menyelimuti dirinya.Di saat dia tenggelam dalam lamunannya, suara yang sudah lama tidak didengarnya menyapa dengan riang dari belakang."Shita! Ya Tuhan, aku sudah mencarimu ke mana-mana!"Shita berbalik dan mendapati Mia, sahabatnya yang tersenyum lebar, menghampirinya dengan langkah cepat. Shita mengerjap, terkejut. Mia, dengan pakaian modis dan wangi parfum mahal, tampak seperti sosok sempurna di tengah dunia yang hancur."Mia..." suara Shita terdengar serak, nyaris hilang di telan angin. "Apa yang kamu lakukan di sini?""Aku mendengar tentang apa yang terjadi antara kamu dan Hans," Mia dudu

  • Permata Yang Kau Buang   Tak Terduga

    "MEMALUKAN!" Hans berteriak, suaranya bergema di ruangan, menghantam telinga Shita seperti petir. Matanya, yang biasanya memancarkan kasih sayang, kini menyala-nyala dengan amarah. "Katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa Lucas bisa masuk ke rumah ini? Apa yang kau lakukan sehingga dia berani menyentuhmu?"Shita terdiam, tubuhnya gemetar hebat. Air mata mengalir di pipinya, membasahi wajahnya yang pucat. Rasa sakit yang menusuk jantungnya membuatnya sulit untuk bernapas.Setelah menanti kehadiran suami selama beberapa hari, seharusnya saat mereka bertemu, Hans memeluk Shita. Bersikap melindungi sebagaimana seharusnya di lakukan seorang pria. Sialnya kenyataan tidak sesuai harapan. Hans pulang dengan mata menyala dan emosi yang memuncak. Merasa harga diri dijatuhkan lalu di injak-injak. "Kenapa kau berpikir begitu? Kau tahu sendiri bagaimana aku. Aku tidak pernah sekalipun membiarkan pria manapun masuk kedalam rumah, disaat kamu pergi. Pria itu... dia...""Lalu bagaima

  • Permata Yang Kau Buang   Peristiwa kelam

    "Pergi! Pergi dari sini!" Shita menjerit, suaranya bergetar dan terengah-engah. Tangannya yang gemetar mendorong dada pria dewasa yang merupakan teman baik suaminya. Sayangnya kekuatan Shita tak sebanding. Bau keringat dan napas pria itu yang membusuk memenuhi hidungnya, membuatnya ingin muntah."Jangan munafik, Shita. Aku tahu kau juga menginginkanku," ucap pria itu, senyum licik mengembang di wajahnya. Matanya, yang biasanya bersinar ramah, kini memancarkan cahaya dingin dan haus. "Suamimu seringkali mengabaikanmu, bukan?"Shita terhuyung mundur, kakinya lemas. Bajunya yang longgar jatuh ke tangan, memperlihatkan kulitnya yang putih pucat. Dia teringat saat-saat indah bersama suaminya, saat-saat yang kini terasa seperti mimpi buruk."Jangan lakukan itu," ucap Shita, suaranya bergetar dan mata yang berkaca-kaca. "Suamiku menganggapmu sebagai saudara.""Dia tidak akan tahu," ucapnya, tangannya meraba dagu Shita dengan kasar. "Kau akan menikmatinya, Shita. Percayalah."S

DMCA.com Protection Status