Pria itu langsung menoleh, persis telah menuntaskan makan malam dan meneguk setengah gelas air, dan mengusap mulut dengan kain kering.
“Kau perlu sabar untuk masalah pemindaian nama. Aku perlu mengurus beberapa hal lain.” Tentu saja. Barbara akan dengan senang hati menantikan momen paling menguntungkan. Dia tersenyum lembut kepada suaminya. Memastikan niat tertahan menyeruak lagi pada kebutuhan utama. Kaki yang bergerak di bawah kolong meja ... berhenti. Diliputi napas setengah menggebu Barbara beranjak lebih dekat di hadapan Abihirt. Pria itu sedang meneliti hasrat di sekitar bahunya dengan mata mendelik cerdas, walau tidak terungkap sedikitpun penolakan di sana. “Biar aku di atas.” Barbara lantas berbisik lambat, sengaja menjulurkan lidah untuk menjilat leher suaminya. Dengan keahlian mumpuni, dia menggerakkan telapak tangan secara tentatif mengusap dada liat“Semenjak ibu-mu menikah, aku rasa hidup-mu bukan semakin tenang, malah terlihat bertambah kacau.” Moreau nyaris menahan napas menanggapi pernyataan Juan di hadapannya. Dia mendelik skeptis. Tidak tahu apakah dugaan pria itu benar atau salah, pelbagai perasaan yang sedang bergeliat terlalu rumit diuraikan. Di satu waktu Moreau mencoba tidak memikirkan lebih jauh, tetapi di sisi lainnya dia menolak untuk mengakui penilaian Juan. Masih berharap, andai ... dia tidak pernah melakukan hubungan satu malam dengan pria yang terikat bersama ibunya. Pernikahan, bagi Moreau itu bukan suatu hubungan main – main. Komitmen, keputusan yang diambil berdua, bagian – bagian dari tujuan sebenarnya, dan semua hal yang terlibat; memiliki tingkat tanggung jawab tersendiri. Hampir tanpa sadar Moreau berdecak membayangkan kembali ajakan Abihirt beberapa waktu lalu. Tawaran yang menyampaikan pernyataan mutlak. Pria itu bahkan sangat bergairah kepada Barbara. Menyedihkan sekali. Apakah Abihirt juga akan
Percikan keran air sengaja Moreau biarkan berhamburan sambil berusaha menghitung, kira – kira berapa lama Abihirt akan meninggalkan restoran? Dia menduga sesuatu, bahwa jika melibatkan Froy di tempat serupa, artinya kebutuhan paman dan keponakan itu adalah untuk membicarakan sesuatu—hal penting, barangkali. Moreau tidak terlalu yakin. Hanya merasa ingin, benar – benar berharap Abihirt meninggalkan restoran, tetapi apakah dia harus dengan sengaja membiarkan Juan menunggu lama di meja mereka? Ini pilihan komplit. Bukan hal yang pernah disiratkan, meskipun Juan akan mengerti. Ya, Moreau mungkin bisa menunggu lebih lama. Sudah memastikan tekadnya. Namun, dia melupakan sesuatu. Ponsel. Bagaimana cara mengetahui Abihirt telah menyelesaikan urusan bersama Froy, sementara dia tak sedang membawa seluler genggam sampai ke kamar mandi? Tidak ada yang dapat Moreau lakukan selain menatap pantulan dirinya di depan cermin. Perasaan meny
Ujung jari Abihirt bergerak tentatif sekadar menyusuri wajahnya. Moreau memejam dan tegang merasakan bagaimana jempol pria itu berhenti lekat di bagian bibir. Usapan ringan, bahkan Abihirt melibatkan hasrat untuk menekan di sana, semakin menambahkan perasaan bimbang. Moreau tanpa sadar mengepalkan jari – jari tangan. Susah payah mempertahankan kewarasan. Namun, sepertinya dia harus menghadapi masa – masa sulit yang terjal. “Sejak di restoran kau terlihat takut kepadaku. Ada apa, Moreau?” Suara serak dan dalam itu berbisik lambat, membuat keadaan mencekam di sekitar semakin berhamburan. Lagi – lagi Moreau menelan ludah kasar saat memutuskan untuk memberanikan diri membuka kelopak mata. Bibir pria itu persis begitu dekat di wajahnya, hal yang tidak pernah Moreau pikirkan sedang terjadi. Tangannya diam – diam bergerak, ingin sekali menjauhkan dada liat Abihirt, walau ternyata ... pria itu begit
“Aku tidak takut kepadamu.” Meski tidak sepenuhnya benar, tetapi Moreau telah mengungapkan sisi tersembunyi dari nalurinya yang riskan. Abihirt mungkin sedang menyimpulkan sesuatu sehingga sudut bibir yang berkedut samar seperti berusaha membeberkan beberapa hal. “Jika tidak takut, mengapa kau seperti ingin menghindariku?” Sesaat Moreau menahan napas menghadapi pertanyaan dari ayah sambungnya. Semudah itukah Abihirt menyingkirkan tembok – tombok menjulang tinggi di sekitar mereka? Moreau sudah berusaha keras tidak terlihat mencolok dan pada akhirnya dia seperti ditangkap dalam keadaan tubuh yang basah. Tidak. Moreau menggeleng samar, memiliki beberapa alasan untuk menyangkal. “Aku menghindar, karena tidak mau kau ajak berbuat dosa. Aku tidak mau mengkhianati ibuku!” ucapnya nyaris meninggikan suara, tetapi segera menyadari di mana dia terjebak saat ini.
Berpikir Juan akan menyerah pada rahasia – rahasia di sekitar. Tidak. Moreau salah menganggap pria itu akan melupakan segala sesuatu yang paling tidak memiliki kesan di antara mereka. Dengan rasa ingin tahu membludak, sengaja menghubunginya di waktu – waktu tertentu, di dapur setelah Moreau hampir selesai menyiapkan makan malam untuk Abihirt. Ya, persis permintaan Barbara di restoran beberapa saat lalu. Dia tidak terlalu yakin, tetapi menu yang sama seperti semalam terdengar tidak terlalu buruk. [Cepatlah cerita, Amiga. Bagaimana bisa mantan kekasihmu ternyata keponakan dari ayah sambungmu?] Moreau mendengkus sesaat, lalu menatap ke layar ponselnya dengan setengah minat. Wajah Juan masih terungkap begitu dekat di sana, seperti sengaja menunjukkan betapa pria itu membutuhkan jawaban cepat. Tidak ada yang bisa Moreau katakan dengan pasti. Beberapa hal berada di luar kendali. Sama seperti dia begitu terkejut mengetahui pertama kali bahwa Abihirt menikahi Barbara, pria yang nyata – ny
Celakalah. Moreau begitu terkejut dan secara naluriah mendorong Abihirt jauh beberapa jarak, sementara dia buru – buru melompat turun dan membenahi celana yang pria itu lucuti. Ketegangan begitu menyakitkan. Jantung Moreau menggebu – gebu, nyaris tak mengerti mengapa Abihirt begitu tenang mengambil sepiring pasta di atas meja, bahkan pria itu seperti tidak sama sekali menghadapi masalah ketika mengatur posisi persis menatap ke sumber suara. Di sana Barbara muncul dengan pakaian kerja seperti biasanya. Hampir saja. Moreau sungguh tak bisa mengatakan apa pun selama sesaat mengambil jeda untuk menenangkan diri. Harus benar – benar bersembunyi di belakang tubuh ayah sambungnya, sambil sesekali mencoba menutupi keganjilan di antara mereka. Sebagai tambahan, dia tak berani melirik ke wajah Barbara ketika langkah wanita itu berakhir lebih dekat. Aroma parfum semerbak menyeruak memaksa Moreau menahan napas sejenak. Barusan Barbara mencium ra
Seketika Moreau menahan napas menyimpulkan hal yang nyaris tidak pernah dia pikirkan. Barbara sedang menyerahkan tawaran agar dia menjadi tumbal? Apa yang wanita itu pikirkan sebenarnya? Menyedihkan. Ternyata Moreau sudah berusaha berada di pihak yang salah. Pernyataan ibunya tidak lebih baik dari pilihan yang Abihirt berikan. Padahal dia mati – matian tidak menjadi sumbu perusak, tetapi niat Barbara yang jahat segera mengubah beberapa sudut pandang Moreau. Dia tidak akan lagi memikirkan tentang perasaan ibunya saat wanita itu sendiri bahkan sama sekali tidak peduli apakah dia akan baik – baik saja atau celaka. Yang Barbara inginkan hanyalah keuntungan, kebebasan, keindahan, dan kekayaan. Wanita itu tidak akan pernah bersimpati pada apa pun, termasuk jika dia sebenarnya adalah sumber penting dalam pengambilan langkah Barbara. Mungkin masih, tetapi Moreau tidak akan membiarkan Barbara mengambil tindakan terlalu jauh. D
Moreau tersentak, dan baru kali ini dia mendapati ayah sambungnya seperti merasakan hal serupa. Tautan bibir mereka terlepas, secara kompak melirik ke arah pintu. “Sembunyi.” Itu perintah darurat yang nyaris tak dapat Moreau hadapi. Dia masih menahan napas, kebingungan mencari tempat persembunyian yang layak. Kamar mandi? Tidak. Ibunya bahkan belum sama sekali menginjakkan kaki di kamar, selain lebih dulu mendatangi dapur. Satu – satunya tempat paling mungkin dilalui Barbara terduga di sana. Wanita itu akan melakukan ritual membasah setelah sepanjang hari berada di kantor. Balkon? Benak Moreau memberi sugesti, tetapi dia juga menolak tempat tersebut. Bagaimana jika secara tak terduga Barbara melangkahkan kaki mencari udara segar lainnya? Moreau tak ingin mengambil risiko besar atas keputusannya beberapa saat lalu. Dia menunduk. Akhirnya menemukan tempat pa