Percikan keran air sengaja Moreau biarkan berhamburan sambil berusaha menghitung, kira – kira berapa lama Abihirt akan meninggalkan restoran? Dia menduga sesuatu, bahwa jika melibatkan Froy di tempat serupa, artinya kebutuhan paman dan keponakan itu adalah untuk membicarakan sesuatu—hal penting, barangkali. Moreau tidak terlalu yakin. Hanya merasa ingin, benar – benar berharap Abihirt meninggalkan restoran, tetapi apakah dia harus dengan sengaja membiarkan Juan menunggu lama di meja mereka?
Ini pilihan komplit. Bukan hal yang pernah disiratkan, meskipun Juan akan mengerti. Ya, Moreau mungkin bisa menunggu lebih lama. Sudah memastikan tekadnya. Namun, dia melupakan sesuatu. Ponsel. Bagaimana cara mengetahui Abihirt telah menyelesaikan urusan bersama Froy, sementara dia tak sedang membawa seluler genggam sampai ke kamar mandi? Tidak ada yang dapat Moreau lakukan selain menatap pantulan dirinya di depan cermin. Perasaan menyUjung jari Abihirt bergerak tentatif sekadar menyusuri wajahnya. Moreau memejam dan tegang merasakan bagaimana jempol pria itu berhenti lekat di bagian bibir. Usapan ringan, bahkan Abihirt melibatkan hasrat untuk menekan di sana, semakin menambahkan perasaan bimbang. Moreau tanpa sadar mengepalkan jari – jari tangan. Susah payah mempertahankan kewarasan. Namun, sepertinya dia harus menghadapi masa – masa sulit yang terjal. “Sejak di restoran kau terlihat takut kepadaku. Ada apa, Moreau?” Suara serak dan dalam itu berbisik lambat, membuat keadaan mencekam di sekitar semakin berhamburan. Lagi – lagi Moreau menelan ludah kasar saat memutuskan untuk memberanikan diri membuka kelopak mata. Bibir pria itu persis begitu dekat di wajahnya, hal yang tidak pernah Moreau pikirkan sedang terjadi. Tangannya diam – diam bergerak, ingin sekali menjauhkan dada liat Abihirt, walau ternyata ... pria itu begit
“Aku tidak takut kepadamu.” Meski tidak sepenuhnya benar, tetapi Moreau telah mengungapkan sisi tersembunyi dari nalurinya yang riskan. Abihirt mungkin sedang menyimpulkan sesuatu sehingga sudut bibir yang berkedut samar seperti berusaha membeberkan beberapa hal. “Jika tidak takut, mengapa kau seperti ingin menghindariku?” Sesaat Moreau menahan napas menghadapi pertanyaan dari ayah sambungnya. Semudah itukah Abihirt menyingkirkan tembok – tombok menjulang tinggi di sekitar mereka? Moreau sudah berusaha keras tidak terlihat mencolok dan pada akhirnya dia seperti ditangkap dalam keadaan tubuh yang basah. Tidak. Moreau menggeleng samar, memiliki beberapa alasan untuk menyangkal. “Aku menghindar, karena tidak mau kau ajak berbuat dosa. Aku tidak mau mengkhianati ibuku!” ucapnya nyaris meninggikan suara, tetapi segera menyadari di mana dia terjebak saat ini.
Berpikir Juan akan menyerah pada rahasia – rahasia di sekitar. Tidak. Moreau salah menganggap pria itu akan melupakan segala sesuatu yang paling tidak memiliki kesan di antara mereka. Dengan rasa ingin tahu membludak, sengaja menghubunginya di waktu – waktu tertentu, di dapur setelah Moreau hampir selesai menyiapkan makan malam untuk Abihirt. Ya, persis permintaan Barbara di restoran beberapa saat lalu. Dia tidak terlalu yakin, tetapi menu yang sama seperti semalam terdengar tidak terlalu buruk. [Cepatlah cerita, Amiga. Bagaimana bisa mantan kekasihmu ternyata keponakan dari ayah sambungmu?] Moreau mendengkus sesaat, lalu menatap ke layar ponselnya dengan setengah minat. Wajah Juan masih terungkap begitu dekat di sana, seperti sengaja menunjukkan betapa pria itu membutuhkan jawaban cepat. Tidak ada yang bisa Moreau katakan dengan pasti. Beberapa hal berada di luar kendali. Sama seperti dia begitu terkejut mengetahui pertama kali bahwa Abihirt menikahi Barbara, pria yang nyata – ny
Celakalah. Moreau begitu terkejut dan secara naluriah mendorong Abihirt jauh beberapa jarak, sementara dia buru – buru melompat turun dan membenahi celana yang pria itu lucuti. Ketegangan begitu menyakitkan. Jantung Moreau menggebu – gebu, nyaris tak mengerti mengapa Abihirt begitu tenang mengambil sepiring pasta di atas meja, bahkan pria itu seperti tidak sama sekali menghadapi masalah ketika mengatur posisi persis menatap ke sumber suara. Di sana Barbara muncul dengan pakaian kerja seperti biasanya. Hampir saja. Moreau sungguh tak bisa mengatakan apa pun selama sesaat mengambil jeda untuk menenangkan diri. Harus benar – benar bersembunyi di belakang tubuh ayah sambungnya, sambil sesekali mencoba menutupi keganjilan di antara mereka. Sebagai tambahan, dia tak berani melirik ke wajah Barbara ketika langkah wanita itu berakhir lebih dekat. Aroma parfum semerbak menyeruak memaksa Moreau menahan napas sejenak. Barusan Barbara mencium ra
Seketika Moreau menahan napas menyimpulkan hal yang nyaris tidak pernah dia pikirkan. Barbara sedang menyerahkan tawaran agar dia menjadi tumbal? Apa yang wanita itu pikirkan sebenarnya? Menyedihkan. Ternyata Moreau sudah berusaha berada di pihak yang salah. Pernyataan ibunya tidak lebih baik dari pilihan yang Abihirt berikan. Padahal dia mati – matian tidak menjadi sumbu perusak, tetapi niat Barbara yang jahat segera mengubah beberapa sudut pandang Moreau. Dia tidak akan lagi memikirkan tentang perasaan ibunya saat wanita itu sendiri bahkan sama sekali tidak peduli apakah dia akan baik – baik saja atau celaka. Yang Barbara inginkan hanyalah keuntungan, kebebasan, keindahan, dan kekayaan. Wanita itu tidak akan pernah bersimpati pada apa pun, termasuk jika dia sebenarnya adalah sumber penting dalam pengambilan langkah Barbara. Mungkin masih, tetapi Moreau tidak akan membiarkan Barbara mengambil tindakan terlalu jauh. D
Moreau tersentak, dan baru kali ini dia mendapati ayah sambungnya seperti merasakan hal serupa. Tautan bibir mereka terlepas, secara kompak melirik ke arah pintu. “Sembunyi.” Itu perintah darurat yang nyaris tak dapat Moreau hadapi. Dia masih menahan napas, kebingungan mencari tempat persembunyian yang layak. Kamar mandi? Tidak. Ibunya bahkan belum sama sekali menginjakkan kaki di kamar, selain lebih dulu mendatangi dapur. Satu – satunya tempat paling mungkin dilalui Barbara terduga di sana. Wanita itu akan melakukan ritual membasah setelah sepanjang hari berada di kantor. Balkon? Benak Moreau memberi sugesti, tetapi dia juga menolak tempat tersebut. Bagaimana jika secara tak terduga Barbara melangkahkan kaki mencari udara segar lainnya? Moreau tak ingin mengambil risiko besar atas keputusannya beberapa saat lalu. Dia menunduk. Akhirnya menemukan tempat pa
“Hari ini kau tidak terlalu sibuk, kan, Moreau? Aku mau meminta bantuanmu.” Moreau mengangkat sebelah alis tinggi, berusaha memastikan apa tujuan Barbara ketika memutuskan untuk mendatanginya pada saat – saat seperti ini. Di tangan wanita itu terdapat beberapa berkas yang dibalut satu ke dalam map. Barangkali terlalu penting hingga ekspresi wajah yang menatap ke sekitar, seolah mencari pelbagai cara untuk menyelesaikan masalah. Moreau menahan napas sebentar, mengembuskannya nyaris tanpa memberi petunjuk. Dia tak lupa bahwa kemunculan wanita itu di sini adalah untuk menuntaskan rencana yang dibuat bersama seseorang di telepon semalam. Sambil mencoba melupakan raut wajah Barbara yang terlihat ganjil. Moreau kembali melanjutkan kegiatan menyusun setangkai demi tangkai bunga lily yang dicampur dengan krisan dan anyelir merah. Perpaduan beberapa bunga ... menawarkan kedamaian, cinta hingga keka
Lengan Moreau terulur, secara tentatif meletakkan buket bunga yang dia buat di samping nisan bertuliskan nama ayahnya, Jeremias Riveri, dengan perasaan ntah harus berdecak kagum atau justru diliputi pelbagai perasaan ganjil. Moreau mengurai senyum begitu tipis. Ujung jarinya mengusap permukaan keramik licin sarat tindakan hati – hati dan lembut. Dia tidak membawakan hadiah. Tidak tahu apa yang perlu dijadikan pilihan. Bisanya akan selalu dengan permintaan. Moreau bertanya kemudian ayahnya akan menjawab—apa yang pria itu mau, dan kertas kado bercorak apa yang perlu digunakan. Kali kedua perayaan ulang tahun ini terasa berbeda, tetapi Moreau berinisiatif terhadap sesuatu. Dalam perjalanan menuju makam, dia berhenti untuk beberapa saat sekadar memilih kue yang dibaluri lelehan krim. Ayahnya menyukai cokelat dan Moreau telah membeli kue dengan taburan warna gelap. Dia tanpa sadar kembali tersenyum saat membuka kotak membungkus itu. Korek sudah
“Kau bisa datang ke rumahku pukul enam sore. Tapi pastikan jangan sampai membuat suamiku curiga. Dia tidak boleh tahu kalau aku mengundangmu untuk melakukan uji kebohongan kepada putriku. Anggaplah kau datang sekadar berkunjung.” “Tapi bagaimana dengan alat yang perlu kubawa?” “Serahkan kepadaku nanti. Jika suamiku bertanya, kau hanya perlu memperkenalkan diri sebagai rekan kerja. Katakan juga kepadanya kalau ini akan menjadi kunjungan kerja sama. Kurasa, semua akan baik – baik saja. Asal jangan terlihat mencurigakan. Jangan sampai dia tahu kalau kau seorang ahli poligraf.” “Baiklah, akan kucoba.” Semua percakapan di sana ... secara tak terduga memberi Moreau petunjuk. Dia segera menarik diri mundur—mengenyakkan punggung di dinding kafetaria, supaya sisi dari jendela terbuka itu tidak meninggalkan jejak tertentu, atau setidaknya sampai ibunya mencurigai sesuatu. Moreau menatap wajah Juan dengan isyarat tertahan. Sejak awal, ketika Barbara baru saja menginja
Nada protes di balik suara Samuel persis dugaan Barbara. Dia sangat mengerti bagaimana rasanya berada pada situasi seperti ini. Tidak ada yang berharap bahwa mereka akan mengakhiri semua ini, tetapi Abihirt adalah satu – satunya pelaku terduga. Barbara tak ingin terjebak di antara keputusan yang tidak akan pernah selesai. Apa pun itu, dia harus memberi Samuel pengertian, supaya pria itu bisa lebih sabar sampai waktunya tiba. “Abi tidak akan membiarkan kita terus menjalani hubungan gelap ini, aku mengenalnya.” Mula – mula, demikian yang Barbara katakan. Cukup yakin jika sebenarnya Samuel sedang memikirkan beberapa hal. Sikap penolakan dan pelbagai usaha untuk menyangkal adalah sesuatu yang tidak sepadan. Pria itu berusaha menahan diri, tetapi memang terlalu sulit. Hanya kebetulan Barbara mendeteksi perubahan signifikan dari reaksi Samuel, dia mungkin akan terjebak pada pemikiran yang mungkir dipahami dengan baik. Pria itu tampak berbeda, semacam telah diingatkan ol
“Bagaimana pertengkaran kalian? Sudah baik – baik saja? Jadi, kita bisa bertemu kembali secara bebas?” Andai saja bisa seperti itu, Barbara tidak akan disergap kekhawatiran berlebihan. Ntahlah—rasanya dia harus menunggu saat – saat yang tepat, menunggu saat dia merasa cukup yakin untuk mendeklarasikan segala bentuk keputusan tak terduga di hidupnya. Ini pilihan sulit. Memutuskan hubungan bersama Samuel sama seperti melempar dirinya ke dalam kolam beku yang Abihirt buat. Barbara akan tergelincir, jatuh, tidak berdaya, seolah hanya akan terperangkap oleh sikap dingin pria itu. Tidak ada jalan keluar. Semengerikan apa pun bayangan dalam benaknya, dia tidak akan pernah tahan terus menghadapi sikap tenang Abihirt atau ketika suaminya benar – benar serius mengabaikan apa pun yang tampak begitu jelas. Menyedihkan. Barbara menghela napas kasar. Sesaat menatap Samuel sambil memikirkan apa yang akan pria itu katakan nanti. Ada satu bagian tidak tepat dari pern
“Kau sejak tadi termenung. Aku tidak yakin kau bisa berlatih dengan baik, Amiga. Mrs. Voudly memang terlihat sibuk, tapi bukan berarti kau akan terus seperti ini. Bagaimana jika kau jatuh, karena tidak fokus? Katakan, apa masalahmu?” Pertanyaan Juan ketika mereka berhenti untuk beberapa saat, secara naluriah menarik Moreau kembali ke permukaan. Dia harus mengerjap beberapa kali sekadar menyadari bahwa benar ... seharusnya tidak membawa masalah dari rumah sampai ke gedung latihan. Semua sudah cukup rumit dan dia tidak ingin menambah masalah menyakitkan lainnya. Telah banyak kegagalan. Moreau tidak bisa berpikir lebih keras ketika Anitta—mungkin menyadari setiap detil kecerobohan yang dia lakukan. Kebetulan wanita itu tampak masih membutuhkan beberapa hal untuk diselesaikan. Lagi—Moreau mengerjap sembari menghela napas kasar. “Maafkan aku, Juan. Aku tidak bermaksud,” ucapnya, berjuang keras supaya menyerahkan senyum kepada Juan. Bagaimanapun, pria itu selalu menger
Lagi—secara tak terduga Barbara mengembuskan napas kasar. Abihirt tidak mengatakan apa pun dan itu membuatnya sedikit diliputi rasa bersalah. “Aku tahu belakangan ini hubungan kita sedikit tidak baik. Hanya berharap kalau kau mau bersedia memberiku kesempatan. Aku tidak ingin bercerai denganmu. Kita bisa memperbaiki semua ini secara pelan – pelan," ucap Barbara beberapa saat, tatapannya seperti menerawang, lalu kembali melanjutkan, "Jangan tidur di sofa lagi, apalagi sampai mabuk seperti ini.” Setelah telah mengatakan pelbagai ketakutan tak bernama di benaknya dan sedikit menunggu kapan Abihirt akan mengatakan sesuatu. Barbara berharap sangat banyak, tidak peduli jika pria itu belum mencoba memikirkan cara terbaik atau sekadar melompat keluar dari lubang yang terasa terjal. Ntahlah, sesaat Barbara memperhatikan satu gerakan singkat, di mana bibir Abihirt hampir bergerak terlalu samar. Pria itu seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi segera menahan diri, seolah butuh pemahaman l
Moreau mengerjap cepat. “Satu cara? Apa?” tanyanya diliputi pelbagai kecurigaan tentang apa yang sedang Barbara rencanakan. Wanita itu cukup berbahaya. Dia takut ibunya akan melakukan cara terburuk demi mendapat satu kebenaran yang mati – matian dia dan Abihirt tutupi. “Kau akan tahu nanti. Sekarang pergilah. Bukankah kau bilang sudah terlambat? Aku juga harus berangkat ke kantor.” Jika ibunya juga akan meninggalkan rumah. Lalu bagaimana dengan Abihirt? Benak Moreau bertanya – tanya tak mengerti, tetapi dia tak punya sedikit keberanian untuk mengatakan sesuatu yang merekat di bahunya. Atau justru perhatiannya kepada Abihirt menimbulkan pelbagai pemikiran di dalam diri Barbara. Tidak lagi. Moreau tidak ingin ibunya mengambil tindakan berlebihan, sementara wanita itu sudah lebih daripada cukup membuatnya didesak rasa ingin tahu yang besar. Cara seperti apa yang akan Barbara gunakan supaya mengetahui kebenaran di antara mereka? Iris biru terang Moreau terus memp
“Sesuatu yang jujur. Aku akan memaafkanmu jika kau katakan sedikit saja tentang kebohonganmu di sini, saat ini. Katakan saja kalau kau memang benar memiliki hubungan bersama suamiku, aku tidak akan marah atau apa pun. Mungkin bukan ide yang buruk untuk mendaftarkanmu ke perguruan tinggi luar negeri.” “A—apa?” Moreau terkejut mendengar pernyataan Barbara. Ini jelas sesuatu yang tidak tepat. Mendaftarkannya ke perguruan tinggi—itu memang gagasan cermelang, tetapi Barbara harus menggarisbawahi satu hal; ya, satu hal yang tak bisa wanita tersebut lupakan begitu saja. Moreau menggeleng samar. Bukan karena tidak ingin melanjutkan pendidikan. Ada sedikit keengganan; dia khawatir tidak akan bisa mengendalikan diri dengan baik, bagaimana jika dia akan merindukan rumah? Barangkali sebaiknya menambahkan satu alasan kepada ibunya secara pasti. “Mom, kau tahu selama ini aku mengikuti program homeschooling. Tidak mungkin jika kau berharap aku bisa beradaptasi dengan cepat pada pendidikan umum
Moreau meringis sebagai reaksi murni. Sudah tahu jika pembicaraan Barbara tidak akan terlalu jauh terhadap apa yang mungkin mereka hadapi pada saat – saat seperti ini. Masih begitu banyak pengetahuan tertinggal di bahu Barbara. Wanita itu tidak akan benar – benar tahu jika dia tidak berusaha mengatakannya. “Sebenarnya, Mom ... aku tidak sengaja menjatuhkan ponselku ke dalam air. Jadi, itu membuatnya rusak.” Ketegangan terasa meraup seluruh atmosfer di sekitar udara. Moreau tidak mengerti ada apa, mengapa ibunya tampak mengerjap sekadar memahami apa yang dia katakan. “Ponselmu rusak? Lalu?” tanya wanita itu seakan ingin memastikan seluruh detil peristiwa yang terjadi di belakang bahunya, tanpa ada satu pun yang tersisa. Oh—bahkan, Barbara kembali meneruskan, “Bagaimana kau bisa menjatuhkan ponselmu ke dalam air?” Haruskah serinci ini? Pertanyaan wanita itu berusaha menyelinap dengan deras. Tanpa sadar Moreau membuka bibir, kemudian menipiskan lagi sambil mencari
Moreau menarik napas sesaat. Cukup dengan hitungan singkat dan secara perlahan mulai berjalan lurus; tidak ada keinginan sekadar menoleh ke ruang tamu. Biarkan Barbara tetap di sana; tetap menunggu suaminya sampai Roger datang untuk melakukan pemeriksaan. “Moreau.” Sial. Suara wanita itu merambat luar biasa jelas di udara. Sesuatu yang membuat Moreau terdesak. Dia merasa sebagian saraf – saraf dalam dirinya seakan berhenti berfungsi, seakan diam membeku di sini adalah satu tindakan terakhir yang dapat digapai, hingga bunyi hentakkan heels Barbara menyiratkan begitu banyak kekhawatiran dan dia tidak bisa lagi menyembunyi ketakutan di antara mereka. Moreau menelan ludah kasar. Masih belum ada keberanian menatap langsung ke wajah ibunya. Sangat jelas bagaimana dia menghindari kontak mata; tetap berdiam diri di tempat, kemudian langkah Barbara berhenti tepat saat jarak di antara mereka sudah begitu dekat. Tiba – tiba tangan wanita itu terulur. Ya, sama sekali tidak a