“Darling, di mana cincinmu? Mengapa kau tidak memakainya?”
Mereka sebenarnya nyaris menyelesaikan makan malam bersama, tetapi Barbara secara naluriah mengajukan pertanyaan di antara keheningan. Kening wanita itu mengernyit dalam. Barangkali baru menyadari selang beberapa jam bertemu pria yang tiba – tiba diam, seperti sedang memikirkan sesuatu, meski tidak pula terlihat cemas menghadapi hal yang terlalu dekat. Sikap yang sungguh bertolak belakang dari bagaimana Moreau mengendalikan diri. Sejak awal dia sudah berusaha keras untuk berbaur. Berusaha tidak terlihat mencolok, atau berharap tidak meninggalkan kesan ganjil di hadapan semua orang, hingga apa pun yang dilakukan terasa sangat membekukan. Hanya sedikit bersyukur bahwa Roger tidak terlihat di mana pun di dalam rumah saat Abihirt keluar dari kamarnya. Sekarang, bahkan pria itu terlihat santai memperhatikan percakapan sepihak—masih menggantung di udara. Pertanyaan Barbara harus segera menemukan jawaban, walau MoreaNyaris tidak ada pun yang dapat ditemukan. Barangkali memang tidak tercecer di permukaan lantai. Dia langsung meletakkan satu tangan untuk menyentuh permukaan kasur. Bentuk ranjang setidaknya menjadi gambaran di mana perhatian singkat dapat dialihkan. Moreau memulai dengan menyingkirkan selimut tebal berserak, lalu mengangkat bantal demi mencari jawaban. Sedikit merasa aneh saat tidak menemukan sesuatu. Sekarang itu, perlahan membuatnya khawatir. Dapat dipastikan Barbara akan selalu mengajukan pertanyaan sampai wanita tersebut mendapati Abihirt telah menyematkan kembali cincin pernikahan mereka. Ada di mana prospek terbaik akan membawanya pada kelegaan? Moreau bertanya – tanya. Hampir tidak ada petunjuk. Dia mendengkus, setengah menegakkan tubuh dengan putus asa. Semestinya pencarian ini tidak menjadi bagian tersulit. Barangkali masih perlu pelbagai upaya, sementara benaknya terlalu mudah menyerah. Sambil perlahan mengembuskan napas kasar, dia sekali lagi me
Keberadaan Abihirt terlalu samar, tetapi tak dimungkiri pria itu terlihat sangat berbahaya di balik jendela. Moreau memang belum menarik tirai. Semua murni karena kesalahan yang tidak pernah masuk ke dalam daftar. Dia menelan ludah kasar dan bagaimanapun harus mengambil satu langkah lebih dekat. Memberi ayah sambungnya ruang supaya tidak terbatasi sekat di antara mereka. “Apa yang kau lakukan di sini?” Satu pertanyaan segera terungkap setelah membuka jendela kamar. Moreau menatap Abihirt diliputi ketegangan yang terasa berhamburan di bahunya. Terkadang, dia akan mengedarkan pandangan hanya untuk memastikan bahwa pria itu sedang sendiri, menjulang tinggi, seolah tidak ada satu pun hal dapat menghancurkan keinginan Abihirt. “Ingin mengambil cincinku.” Itu dijabarkan dengan suara serak dan dalam yang tenang. Napas Moreau berembus tanpa sadar. Dia harus melanjutkan kebutuhan teringgal sebelum bisa menyerahkan benda tersebut kepada pemilik asli. “Tu
Moreau merasa ada sesuatu yang ganjil setelah situasi kompleks di antara mereka sudah mereda. Tidak ada lagi hal – hal yang coba diangkat ke permukaan. Froy sudah tidak berusaha mencari celah sejak terakhir dia mengusir pria itu dari kamar. Atau sebenarnya, sedikit dihadapkan oleh beberapa kegiatan antara harus mengurus acara pernikahan yang akan datang, sekaligus melangsungkan satu kebutuhan mengenai perhatian sang paman. Beberapa kali Moreau pernah mendapati Froy seperti berusaha membujuk. Cenderung sering, mungkin. Hanya saja Abihirt tampaknya tidak menaruh minat apa pun. Apalagi sekadar menanggapi. Pada akhirnya pria itu menyerah dan memutuskan untuk tidak menunjukkan sikap secara signifikan. Froy berada di bawah pengawasan Gloriya. Barangkali pula ... masa – masa seperti ini memberi tekanan. Bagus, jika memang begitu. Moreau tidak akan menghadapi pelbagai tuduhan. Beberapa hari di sini terasa lebih baik. Bahkan terkadang pesan dari Juan terabaikan. Dia ingin memberi
Belum apa – apa, dan Barbara lebih dulu memulai. Napas Moreau berembus sedikit kasar diliputi desakan untuk menatap wajah ibunya. Hasrat wanita itu masih sama rata terhadap sikap terdahulu. Sayang sekali, tetap ada keinginan untuk menolak. Moreau mengerjap sesaat, nyaris tanpa sadar mengeluarkan suara decakan. “Memangnya kau buat kue itu untuk apa?” Dia bahkan harus kehilangan kendali ketika akhirnya mengajukan pertanyaan. “Besok Abi ulang tahun. Dia tidak ingin dibuatkan pesta, jadi aku berinisiatif memberikannya kue saja.” Itu cukup mengejutkan. Moreau sama sekali tidak mendapat petunjuk tentang hal penting dari ayah sambungnya. Tidak ada yang mencolok atau dia sedikit memahami jika ternyata Abihirt tidak memiliki sikap antusiasme tentang hari besok. “Ulang tahun yang ke berapa kalau aku boleh tahu?” tanya Moreau sekadar ingin memastikan tentang beberapa hal pernah di urai sebagai kesimpulan. Mungkin ada yang salah, atau memang tidak pernah tepat me
Sayup – sayup derap langkah seseorang di balik pintu terdengar mendekat. Ditambahkan gemerincing anak kunci yang memberitahu suatu informasi di sana. Ada yang akan masuk, tetapi sebagian di antara mereka harus bersikap waspada. Moreau melirik ke sekitar walau tidak menemukan apa pun—semua gelap, hanya sedikit diterima capi lilin yang menyala. Mereka perlu memulai hitungan mundur, maka ketika saatnya tiba ... dia akan memutar bagian bawah peletup konfetti dengan kuat. Tiga .... Dua .... Satu .... Suara letupan keras dan kertas – kertas bertebangan langsung menyebar ke seluruh tempat. “Selamat bertambah usia, Darling. Aku mencintaimu.” Suara Barbara menjadi yang pertama kali mencuak ke permukaan setelah ruang gelap menggurita menyala terang. Ini bagian dari rencana wanita itu. Suaminya dimintai pergi selama beberapa waktu dengan melibatkan Roger, yang meskipun sang dokter sempat menolak, tetapi akhirnya setuju untuk menculik dan mengembalik
“Kenapa langsung ke kamar? Kau tidak mau makan kue ulang tahunmu dulu?” Pertanyaan ibunya membuat Moreau menahan napas. Itu terjadi secara naluriah, bukan disebabkan hal – hal lain. Yang cukup relevan mungkin dapat dikaitan dengan sikap Abihirt saat ini. “Besok saja.” Pria tersebut menambahkan sambil melangkah pergi. Terlalu dingin untuk membiarkan semua orang nyaris terpaku, tetapi juga tidak berusaha mencegah. “Aku sudah bilang kepadamu. Selain tidak menyukai pesta, Abi sama sekali tidak tertarik diberi kejutan. Kau lihat ekspresinya tadi. Sebaiknya kalian bubar.” Roger mengungkapkan pernyataan demikian sebagai hidangan akhir. Pria itu turut melangkah pergi, setidaknya akan kembali ke kamar dan tidur di samping Froy. Kebetulan empat kamar membuat situasi terasa lebih cukup. Tiba – tiba Moreau mendengar Barbara mendengkus kasar, antara kesal, tetapi sudah terlalu larut andai wanita itu ingin melampiaskannya. “Ambil ini. Simpan saja ke kulka
Mereka sedang terkunci di satu kamar berdua, itulah mengapa tingkat kewaspadaan Moreau berhamburan saat mengamati sebentuk tubuh jangkung ayah sambungnya telah menjulang tinggi dan bahkan hampir hanya menyisakan bayangan gelap. Secara naluriah Moreau bergeser untuk menyalakan lampu tidur. Sudut – sudut temaram seketika menjadi terang. Wajah ayah sambungnya masih terlampau dingin sama seperti saat pria itu berada di ruang tamu. Apa yang Abihirt pikirkan? Menghukumnya sebagai bentuk pelampiasan yang tak tersampaikan kepada Barbara? Kekhawatiran Moreau menjadi desakan tak beraturan. Dia bernapas tidak tenang cukup dengan mengetahui ayah sambungnya menderak di atas ranjang. Rambut gelap pria itu bahkan terlihat masih sangat lembab. Benar – benar mandi seperti yang dikatakan kepada Barbara di awal. “Apa yang kau lakukan di sini, Abi? Sudah malam. Kau seharusnya ada di kamar bersama ibuku.” Moreau bicara diliputi tekanan jantung melonjak tinggi. Tak ingin situasi d
“Tidak tahu. Insting mengatakan untuk mendatangimu.” Suara serak dan dalam ayah sambungnya terdengar nyaris menyerupai gumaman. Ntah apakah Abihirt diliputi keadaan sadar saat menyampaikan pernyataan tersebut. Mungkin tidak. Atau hanya setengahnya. Semua terasa seperti ... Moreau tidak berdaya menafsirkan. “Berarti tujuanmu memang tidak jelas.” Sekarang giliran untuk memulai satu ungkapan dengan sesuatu terasa mencekik di rongga dada. Dia kembali menelan ludah kasar usai mengatakan hal tersebut. Samar – samar merasakan wajah Abihirt bergerak, tetapi pria itu terduga cukup memiliki niat serius untuk menghirup aroma tubuh di ceruk lehernya. “Abi, berhenti.” Moreau menipiskan bibir merasakan gigitan samar, seolah di sanalah dia harus bertaruh risiko. Lebih baik menghindar. Tidak ingin ada bekas. Terlalu riskan. “Wajahmu kasar, Abi. Sedikit menusuk kulitku. Saat tidak bisa tidur, lebih baik kau pergi bercukur.” Moreau yakin dia mengatakan perintah—nt
“Mengejutkan sekali kau masih mengingat kapan aku berulang tahun. Kupikir kau tidak pernah peduli terhadap apa pun lagi, selain berkencan dengan putriku.” Itu yang Barbara katakan. Betapa dengan sengaja menyindir. Dapat dipastikan wanita tersebut tidak akan berhenti sampai mereka mengakui sesuatu yang masih coba Abihirt tutupi. Secara diam – diam Moreau mengatur posisi supaya bisa sedikit mengintip bagaimana kondisi ibunya saat ini. Tidak banyak. Hanya mengetahui wajah Barbara yang masih begitu masam dan bagaimana wanita itu melipat kedua lengan di depan dada; seolah radar menantang terlalu pekat untuk dihindari. “Mengapa kau diam, Abi? Apa Moreau yang memberitahumu hari ulang tahunku? Jadi, kalian bisa mencari alasan supaya aku tidak merasa curiga?” “Kau mengatur tanggal ulang tahunmu sebagai kode pengaman di ponselku. Bagaimana aku akan lupa?” Tidak tahu apa yang bisa Moreau katakan. Dia terkejut, sekaligus merasa butuh waktu lebih lama agar memahami
Moreau tidak berusaha membantah. Rasa sakit dari tamparan Barbara masih meninggalkan efek tertentu seperti tak ingin hilang, tetapi dia berusaha menghindari sorot mata wanita yang menatap nyalang dan tiba - tiba pula menepis sentuhan Abihirt di lengannya. Nyaris—bahu Moreau mendadak tegang saat Barbara terduga akan kembali menyerang. Dia telah membuat tameng perlindungan dengan lengan terangkat menutup wajah. Namun, Abihirt segera menegahi; menjadi tembok tinggi untuk melindunginya di belakang. Benar – benar membuat Barbara terdiam—sepertinya wanita itu tak menyangka jika pria yang dinikahi ternyata akan melakukan pembelaan besar. “Tidak bisakah kau duduk tenang dan dengarkan penjelasanku terlebih dahulu?” Sekarang suara serak dan dalam Abihirt mengambil tempat. Pria itu selalu terdengar tenang, walau Moreau tidak tahu apa yang ingin ayah sambungnya jelaskan. “Tidak. Pelacur kecil sepertinya pantas diberi pelajaran.” Barbara menyangga tidak pada atura
Mereka sudah menghabiskan waktu hampir satu setengah jam untuk sarapan pagi dan melakukan sisa – sisa perjalanan lain, tetapi Moreau tidak memahami motivasi ayah sambungnya terhadap apa pun yang telah berlalu tadi. Abihirt tidak banyak bicara. Tidak dimungkiri bahwa mereka sempat berkeliling hanya untuk mencarikan sesuatu, membeli perlengkapan yang Moreau yakin adalah kegemaran ibunya. Ya, seharusnya beberapa bagian tersebut akan cukup jelas. Dia hanya merasa masih terlalu ambigu, apalagi ketika sampai pada agenda pulang, Abihirt tidak bersikap seakan ada prospek spesifik mengenai apa yang akan terjadi. Meminta supaya mereka tetap di sini, terjebak sesaat di tengah gemuruh keheningan, sementara waktu terus memburu dan beranjak terlalu jauh. Dia tidak menginginkan itu. “Sekarang kita akan masuk?” Moreau tidak bisa menahan diri sekadar diam. Terlalu lama di mobil tidak membuat situasi terasa lebih baik. Ada begitu banyak keabsahan. Mereka tidak bisa meninggalkan bagi
Udara dari celah bibir Barbara berembus kasar. Dia menatap Samuel setengah enggan, tetapi merasa pria itu mungkin akan memberi solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Samuel biasanya cukup cakap. Ntah apa yang mungkin akan pria itu katakan. Hanya sedikit tidak siap jika ternyata muncul serentatan kalimat tak menyenangkan dan makin membuat dia didesak ketakutan. “Bukannya tadi kau dan suamimu baik – baik saja? Kenapa tiba – tiba kau ingin pulang dan mengatakan kalau Froy benar tentang hubungan rahasia suamimu bersama anak gadismu?” Bagaimanapun, Samuel menginginkan rangkaian cerita lebih runut. Membuat Barbara ntah harus kali ke berapa menekan segerombol perasaan tidak tenang. Dia masih sangat memikirkan pelbagai kemungkinan buruk. Ditambahkan sikap Abihirt yang dia tahu tidak akan mudah dipoles. Suaminya bahkan tidak menunjukkan itikad baik sekadar menjelaskan segala bentuk hal yang sedang menjadi permasalahan mereka. “Aku mendengar suara Moreau di telep
[Abi, boleh aku pinjam ponselmu untuk mengirim foto – fotoku yang ada di padang pasir ....] Rasanya sekujur tubuh Barbara mendidih membayangkan apa yang sedang logikanya uraikan. Abihirt berkata jika pria itu masih Dubai; akan segera pulang, tetapi sangat mengejutkan mengetahui suara Moreau menyelinap masuk di tengah pembicaraan mereka. Ini tidak dapat disesali. Betapa pun Barbara mencoba sekadar menyangkal. Dia telah menyaring segala sesuatu yang terjadi di sana, dengan jelas ... dengan sangat jelas bahwa Moreau butuh foto – foto di padang pasir untuk dikirim ke ponsel gadis itu. Barangkali juga tidak diharapkan penjelasan lebih tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sialnya, Barbara bahkan belum mengucapkan apa – apa dan menuntut Abihirt membicarakan semua yang telah suaminya sembunyikan, termasuk saat Abihirt mengaku tidak mengetahui keberadaan Moreau di kali terakhir dia menghubungi pria itu sambil membicarakan keberadaan putrinya yang tidak berkabar. Namun, pa
Namun, untuk beberapa saat Moreau menoleh ke arah ayah sambungnya ketika menyentuh gagang pintu. Abihirt terduga merenggut ponsel pria itu di atas nakas. Mungkin ada kesibukan penting, yang secara tidak langsung mengingatkan Moreau bahwa ada satu hal—lupa dia katakan kepada ayah sambungnya. Ini tidak akan lama. Dia hanya akan membasuh wajah dengan percikan air, kemudian kembali kepada pria itu. Memang tidak lama. Ketika Moreau menatap pantulan wajah di depan cermin, tindakan kali pertama dilakukan adalah menarik napas dalam – dalam. Semua perangkat di sini hanya milik Abihirt. Dia akan menggosok gigi, nanti, di rumah. Sekarang sebaiknya menghampiri pria itu di atas ranjang. Mendadak ledakan dalam diri Moreau menjadi antusias. Dia memang tidak sabar ingin mengirim foto – foto di padang pasir hari itu, setelah mulai mengoperasikan ponsel baru pemberian ayah sambungnya. Berharap Abihirt tidak keberatan saat dia mengatakan tujuan yang sedang berkecamuk liar. Mo
Walau ternyata tidak .... Moreau merasakan sesuatu yang berat menindih di sekitar tubuhnya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyadari bahwa biasan cahaya dari jendela berusaha menembus masuk melalui tirai yang menjuntai. Sudah pagi. Sepertinya permintaan tidur semalam membuat dia terlelap nyenyak. Moreau tidak akan berkomentar apa – apa tentang hal tersebut. Semua sudah berlalu dan tidak perlu mengingat kembali sesuatu yang pada akhirnya selalu berujung tidak pasti. Sambil mencoba bergeser, dia menghirup udara sebanyak mungkin, sedikit ingin meregangkan tulang – tulang yang terasa kaku, tetapi segera menyadari jika hampir tidak ada ruang sekadar bergerak. Seseorang seperti membuatnya terperangkap; menghirup aroma maskulin yang menyerbu deras, hingga tanpa sengaja Moreau menyentuh helai rambut—terasa halus, dan dia tetap menyapukan telapak tangan dengan lembut di sana. Ini seperti meninggalkan sensasi tertentu, tidak tahu mengapa secara naluriah sudut bibi
“Kenapa kau terus menghimpitku seperti ini?” Butuh keberanian penuh tekad dan Moreau akhirnya mengajukan pertanyaan diliputi suara nyaris setengah berbisik. Ingin menoleh ke belakang, tetapi jelas keberadaan wajah Abihirt justru membuat pipi mereka bersentuhan. Pria itu dapat dipastikan tidak akan mengatakan apa – apa. Moreau secara naluriah mengembuskan napas kasar; membiarkan Abihirt mengatur posisi lebih baik dan sekarang wajah pria itu nyaris terperangkap di ceruk lehernya. Abihirt tidak tidur. Demikian yang setidaknya dapat Moreau rasakan. Mungkin juga tidak akan secepatnya terlelap, walau pria itu mengakui sendiri untuk tidak melakukan apa pun setelah mereka melakukan perjalanan jauh. Lagi pula, ada sisa hal di antara mereka yang tidak coba Moreau ungkap begitu saja. Masih tentang Froy dan dia akan mencoba mencari petunjuk. “Aku memikirkan sesuatu.” Mula – mula memulai dengan rasa waspada meningkat deras di benaknya. Ketika Abihirt masuk ke dala
Menyenangkan menggoda Abihirt. Demikian yang Moreau rasakan. Kali ini dia benar – benar berani. Benar – benar akan bersikap menantang ayah sambungnya dan secara tentatif merenggut kain yang dikenakan hingga menyisakan dalaman berenda yang kontras. Membiarkan jeda terjadi beberapa saat, kemudian ragu – ragu melirik Abihirt ketika harus dengan hati – hati menutup beberapa bagian tubuhnya di hadapan pria itu. Dia yang berusaha memancing sesuatu meledak dalam diri Abihirt, tetapi tidak ingin suami ibunya menjadi brutal dan tidak terselamatkan. Sekarang, begitu perlahan memasukkan tangan ke dalam bolongan kain—mengenakan kaus pemberian pria itu dengan tepat. Selesai. Tubuh Moreau terbungkus. Dia seperti tenggelam. Segera menunduk dan menyaksikan bagaimana ujung kain sungguh secara pasti menyentuh di pahanya. Abihirt menebak dengan tepat untuk tidak menambahkan celana. Cukup dengan dalaman satin tipis dan itu membuat Moreau merasa nyaman. “Aku akan tidur sekarang,