“Kenapa langsung ke kamar? Kau tidak mau makan kue ulang tahunmu dulu?”
Pertanyaan ibunya membuat Moreau menahan napas. Itu terjadi secara naluriah, bukan disebabkan hal – hal lain. Yang cukup relevan mungkin dapat dikaitan dengan sikap Abihirt saat ini. “Besok saja.” Pria tersebut menambahkan sambil melangkah pergi. Terlalu dingin untuk membiarkan semua orang nyaris terpaku, tetapi juga tidak berusaha mencegah. “Aku sudah bilang kepadamu. Selain tidak menyukai pesta, Abi sama sekali tidak tertarik diberi kejutan. Kau lihat ekspresinya tadi. Sebaiknya kalian bubar.” Roger mengungkapkan pernyataan demikian sebagai hidangan akhir. Pria itu turut melangkah pergi, setidaknya akan kembali ke kamar dan tidur di samping Froy. Kebetulan empat kamar membuat situasi terasa lebih cukup. Tiba – tiba Moreau mendengar Barbara mendengkus kasar, antara kesal, tetapi sudah terlalu larut andai wanita itu ingin melampiaskannya. “Ambil ini. Simpan saja ke kulkaMereka sedang terkunci di satu kamar berdua, itulah mengapa tingkat kewaspadaan Moreau berhamburan saat mengamati sebentuk tubuh jangkung ayah sambungnya telah menjulang tinggi dan bahkan hampir hanya menyisakan bayangan gelap. Secara naluriah Moreau bergeser untuk menyalakan lampu tidur. Sudut – sudut temaram seketika menjadi terang. Wajah ayah sambungnya masih terlampau dingin sama seperti saat pria itu berada di ruang tamu. Apa yang Abihirt pikirkan? Menghukumnya sebagai bentuk pelampiasan yang tak tersampaikan kepada Barbara? Kekhawatiran Moreau menjadi desakan tak beraturan. Dia bernapas tidak tenang cukup dengan mengetahui ayah sambungnya menderak di atas ranjang. Rambut gelap pria itu bahkan terlihat masih sangat lembab. Benar – benar mandi seperti yang dikatakan kepada Barbara di awal. “Apa yang kau lakukan di sini, Abi? Sudah malam. Kau seharusnya ada di kamar bersama ibuku.” Moreau bicara diliputi tekanan jantung melonjak tinggi. Tak ingin situasi d
“Tidak tahu. Insting mengatakan untuk mendatangimu.” Suara serak dan dalam ayah sambungnya terdengar nyaris menyerupai gumaman. Ntah apakah Abihirt diliputi keadaan sadar saat menyampaikan pernyataan tersebut. Mungkin tidak. Atau hanya setengahnya. Semua terasa seperti ... Moreau tidak berdaya menafsirkan. “Berarti tujuanmu memang tidak jelas.” Sekarang giliran untuk memulai satu ungkapan dengan sesuatu terasa mencekik di rongga dada. Dia kembali menelan ludah kasar usai mengatakan hal tersebut. Samar – samar merasakan wajah Abihirt bergerak, tetapi pria itu terduga cukup memiliki niat serius untuk menghirup aroma tubuh di ceruk lehernya. “Abi, berhenti.” Moreau menipiskan bibir merasakan gigitan samar, seolah di sanalah dia harus bertaruh risiko. Lebih baik menghindar. Tidak ingin ada bekas. Terlalu riskan. “Wajahmu kasar, Abi. Sedikit menusuk kulitku. Saat tidak bisa tidur, lebih baik kau pergi bercukur.” Moreau yakin dia mengatakan perintah—nt
“Bagaimana menurutmu?" Pertanyaan Barbara mencuak ke permukaan. Sedikit menuntut Moreau sekadar mengangguk samar. “Enak, Mom. Krim buatanmu tidak terlalu manis dan terasa gurih.” Dia bicara. Kembali memulai suapan tambahan, sesekali menyadari betapa Abihirt sedang menatap dengan kelam di wajahnya. Moreau mengangkat sebelah alis tinggi. Itu dilakukan terlalu samar, meski dia juga tidak berusaha membayangi akan terus – terus berada dalam pengawasan. Setiap apa pun yang dilakukan seperti tidak pernah lepas dari perhatian ayah sambungnya. Lupakan. Moreau tak ingin melakukan kontak mata lebih lama. Segera menunduk sambil mendekatkan mangkok berisi tumpukan stroberi. Asam dan rasa manis yang pas akan menjadi perpaduan kompleks—menggambarkan bagaimana posisi di sini. Lagi. Masih berperan sebagai orang ketiga yang harus menyaksikan ibu dan ayah sambungnya terlalu dekat. Tiba – tiba ponsel Barbara di atas meja makan bergetar. Wanita itu menoleh sebentar. Sediki
Ini menjadi hari terakhir berada di pedesaan. Siang untuk sedikit bersantai, dan sore akan melakukan persiapan; merapikan pakaian ke dalam koper atau pelbagai keperluan lainnya. Moreau pikir itu bukan ide yang buruk, tetapi sedikit merasa ganjil setelah sarapan pagi yang terlalu mengejutkan. Dia tidak lagi menemukan keberadaan Abihirt sejak terakhir kali pria itu meninggalkan dapur. Barbara juga tidak mengatakan apa – apa, selain terlihat berkeliaran bersama ponsel di tangan. Seperti terlalu sibuk. Cukup berlebihan dan tiba – tiba berakhir di sini. Duduk di hadapannya walau Moreau tidak bersuara sedikitpun. Hanya terkadang mendapati wanita tersebut tersenyum sumringah. Dia segera menunduk; secara asal menggeser layar ponsel. Juan belum terlihat akan membalas pesan; barusan ... Moreau mengirim foto pemandangan dari rerumputan hijau. Mungkin itu sedikit membuat dia tergelitik untuk membuka profil ayah sambungnya. Abihirt tidak aktif sejak malam kemarin. Benar – be
“Kau masih saja mendiami-ku, Paman. Aku minta maaf soal Moreau. Tapi, bisakah jangan menghapus namaku dari daftar pemegang proyek besar? Itu sedikit membuatku kurang konsentrasi, karena aku tidak akan mendapat kesempatan untuk selangkah lebih maju. Mengertilah ... semua kulakukan karena—“ Froy tidak cukup yakin apakah ini adalah saat – saat yang tepat mengungkapkan hal yang belakangan menjadi akar permasalahan. Namun, salinan email sudah menegaskan beberapa bagian sebagai bencana besar. Semua karena peristiwa di dapur hari itu. Dia kelepasan. Kalap. Menyesali bahwa tidak benar – benar mau memahami segala bentuk nasihat dari ibunya. Sekarang ... apa yang coba diperbaiki sudah telanjur masuk pada taraf untuk tidak dapat diatur kembali. Sulit membujuk paman yang terlalu dingin. Abihirt bahkan tidak menaruh minat sedikitpun sekedar menoleh, sibuk memberi makan anjing—sesuatu yang membuat Froy sedikit muak. Dia menarik napas dalam – dalam. Berjuang keras untuk bersika
Froy segera menggenggam ganggang kapak. Ini memang terlalu gila. Seringai sinis menyerbuk di sudut bibirnya. Dia tahu Abihirt telah mendeteksi apa pun—menjadi kemungkinan di antara mereka dan mungkin menganggap prospek paling dekat sebagai sesuatu yang mustahil. “Mungkin anjing kesayanganmu akan membuatmu sembuh dari amnesia tentang hubunganmu dan Moreau, Paman. Kau berdiri di jendela dan diam mengamati kami saat di kolam, tidak lama dari itu aku juga mendapatimu keluar kamar Moreau. Aku tidak bodoh. Bukankah itu tidak bisa disebut kebetulan?” Froy mengambil sikap dengan genggaman tangan yang mantap untuk diayunkan ke depan. Tak dimungkiri bahwa dia harus lebih dulu menghadapi kewaspadaan dari wajah Abihirt. Pria itu tidak akan mengatakan apa pun sekadar membuatnya mengurungkan niat. Memang bukan suatu kebiasaan, barangkali sang paman hanya ingin memastikan sampai kapan kekacauan ini akan mengakhiri hubungan mereka. “Kau tak ingin bernegosiasi denganku dulu, Paman?
“Apa yang terjadi kepadamu, Abi? Kenapa sampai berdarah seperti ini?” Moreau masih dalam keadaan yang tenang memainkan ponsel ketika tiba – tiba suara ibunya—sarat nada khawatir, membuat situasi mendadak terasa mengejutkan. Dia ikut menoleh pada titik di mana Abihirt berjalan sambil memegangi bahu dan segumpal kain yang sepertinya tidak lagi dengan wujud bagus. Sebagian tubuh pria itu juga tampak berdarah – darah. Apa yang terjadi? Benak Moreau bertanya – tanya tak mengerti. Ada Chicao di belakang—persis mengekor di bawah kaki ayah sambungnya, tetapi Abihirt tidak mengatakan apa pun sekadar menanggapi reaksi Barbara. Hanya berjalan lurus—dapat diketahui bahwa kamar merupakan tujuan utama. “Siapa yang melakukan ini kepadamu?” Sekarang Moreau harus menelan ludah kasar mengamati ibunya telah berjalan mendatangi Abihirt. Barbara berusaha memberi sentuhan ringan; ada sedikit penolakan hingga wanita itu mengurung niat, memutuskan hanya menatap saat telapak tangan
“Tidak ada yang benar – benar tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau bisa tanyakan langsung kepada Abi. Aku akan ambilkan air supaya lukanya bisa dibersihkan." Kendati Barbara terlihat tidak puas terhadap situasi yang mereka hadapi, wanita itu tidak berusaha membuat ketegangan terasa seperti kilat menyambar. Hanya hentakkan kaki—mulai meninggalkan ruang tamu. Moreau menelan ludah kasar menghadapi keheningan mendadak seperti gemuruh liar. Tidak ada sisa – sisa suara, tetapi keterdiam di antara mereka; Gloriya tampak tidak berusaha berkata apa – apa, atau ayah sambungnya yang sudah terlihat melampaui pucat, lemas, dan harus berjuang tetap dalam keadaan sadar, sementara satu tangan pria itu mulai begerak, merogoh ponsel di saku celananya. “Apa yang ingin kau lakukan, Abi?” Barangkali secara sadar Gloriya menyadari apa yang menjadi kemungkinan paling besar, sehingga wanita itu mengajukan pertanyaan dengan kekhawatiran meliputi suara di ujung tenggorokan. “
Ada sesuatu yang ganjil di balik pernyataan ibunya. Moreau tak merasa pernah merefleksikan apa pun kepada wanita itu, tetapi pengetahuan di benak Barbara seperti telah melampaui batas—yang mengambil tindakan diam – diam sekadar memantau pelbagai kemungkinan hal. “Sejak kapan dan bagaimana bisa kau tahu saldo rekeningku?” tanya Moreau untuk memastikan ibunya benar – benar akan memuat pengakuan. Tidak peduli jika pada akhirnya Barbara berdecih sinis sebelum wanita itu memulai. “Sejak kau mulai menjadi pemberontak, dan aku harap kau tak lupa kalau aku tetap ibumu.” Dapat dipastikan tidak ada pembenaran terhadap status di antara mereka. Moreau mengerti jika ibunya berusaha terlihat memiliki kendali. Dia hanya tak suka wanita itu melebihkan – lebihkan sesuatu. Melebih – lebihkan hal di mana Barbara hampir tidak memiliki hak sekadar mengambil pengaturan panjang. “Aku sudah besar, Mom. Semua uang di rekening adalah uangku. Kau tidak memiliki kontribusi apa pun dan bahka
“Sepertinya kau belanja besar – besaran, Moreau ....” Tidak ada informasi mengesankan ketika akhirnya Barbara tiba – tiba muncul setelah membuka pintu kamar dengan sedikit kasar, lalu berdiri angkuh diliputi kedua lengan terlipat di depan dada. Moreau tidak akan memungkiri saat dia menatap lurus di wajah ibunya. Tidak ada senyum. Justru kecenderungan bersikap sinis, seolah sudah berada dalam pengaturan sebelum Barbara menginjakkan kaki di sini. Moreau diam – diam mendengkus. Cukup mengejutkan dan aneh mengetahui ibunya datang secara tak terduga. Wanita itu seharusnya tak tahu apa pun, tetapi mungkin hanya suatu kebiasaan; muncul; berkomentar; dan mengatakan hal – hal tidak pantas. Bagaimanapun, dia juga malas meladeni ibunya. Mengerti akan ada masalah lebih serius jika pada akhirnya mereka melewati batas. Dapat berakhir sebagai prospek buruk andai mengatakan bahwa semua ini dibeli oleh satu orang. Moreau sempat menolak ketika Abihirt menawarkan sesuatu yang
“Aku penasaran. Bagaimana cara menjadi sangat kaya? Hingga kau tak peduli berapa kerugianmu, karena itu tidak akan memberi dampak,” ungkap Moreau saat dia mengambil langkah mundur ke belakang sambil mengulurkan tangan. Memberi Abihirt isyarat supaya pria itu menggenggam jari – jari tangannya erat, maka mereka akan bergerak seperti yang sering dia dan Juan lakukan. Abihirt mungkin bersikap terlalu kaku, tetapi Moreau yakin sesuatu dalam diri pria tersebut masih memiliki sedikit minat untuk menjadi bagian yang tak tergambarkan dari daftar keinginan Barbara—mengingat ibunya tak pernah menyukai hal – hal yang bercabang pada kegiatan olahraga, tetapi memaksanya masuk dan menjadi salah satu bagian. “Bekerja keras.” Suara serak dan dalam Abihirt meliputi persis ketika mereka melakukan dansa di atas lapisan es. Semua tidak harus terburu – buru. Moreau tidak sedang bersama Juan yang akan dengan mudah mengangkat tubuhnya ke atas. “Bagaimana kau bekerja keras? Dari no
“Bukankah bagus jika ibumu mantan figure skating. Kau bisa mempertemukanku dengannya dan aku bisa belajar lebih banyak—“ “Kau ingin bertemu dengannya di alam kubur?” Begitu saja. Mendesak Moreau diam beberapa saat. Dia sungguh tidak pernah bermaksud atau setidaknya sampai membuat Abihirt tersinggung. Pria itu tak mengatakan dari awal dan menjadikan informasi tersebut seperti suatu hal yang mengejutkan. Masih ada krisis setelah hampir terlalu sulit bersikap tenang. Moreau menelan ludah kasar kemudian berkata, “Maaf. Aku tidak tahu.” Secara naluriah dia menggigit bibir bawah. Tidak tahu ternyata itu memberi ayah sambungnya efek tertentu, sehingga Abihirt memalingkan wajah sambil merenggut sepatu skate; memakai nyaris terlalu cepat dan hampir tidak ada batasan ketika mereka saling berhadapan. Moreau butuh menengadahkan wajah, maka paling tidak mereka akan melakukan kontak mata, meski hal ganjil meliputi ketika mata kelabu Abihirt hanya tertuju pada bibirny
“Sepatu skate Anda, Tuan ....” Seorang pengawai datang menyerahkan sesuatu yang Abihirt minta, tetapi perhatiannya terpaku lurus – lurus mengamati sebentuk tubuh indah Moreau masih bergerak di atas lapisan es. Gadis itu berputar. Menggerakkan kaki. Seperti berselancar, tetapi semua terlihat persis pola mengagumkan. Dia ingat bagaimana selalu memutar video tentang ibunya ketika sedang melakukan hal serupa. Hampir ada kemiripan. Yang membedakan hanya Moreau tahu bagaimana cara memberontak, sementara ada ragam keputusasaan dari wanita yang memutuskan untuk mengakhiri hidup setelah menghadapi sikap seorang suami pengecut—bahkan sebagai ayah pun ... bajingan tua itu tidak betanggung jawab. Abihirt tidak ingin mengingat semua peristiwa yang terdaftar sebagai bagian dari hal terburuk dari hidupnya. Sesaat untuk mengalihkan perhatian kepada pria yang masih menunggu jawaban. “Taruh saja di bawah.” Hanya sebuah perintah singkat; langsung dikerjakan, kemudian pri
Suara serak dan dalam Abihirt tiba – tiba terdengar begitu dekat. Sesaat Moreau tersentak setelah hampir tidak ada petunjuk mengenai apa yang pria itu lakukan. Jarak di antara mereka sungguh melewati batas prediksi dan ketika mencoba untuk memahami situasi yang terasa begitu gamblang, dia baru menyadari bahwa pemutaran film selesai. Derap kaki beberapa orang terduga melangkah pada satu titik meninggalkan ruang teater. Akan lebih baik jika melakukan hal serupa. Bukankah mereka tidak datang bersama, maka pergi pun akan seperti itu? Moreau siap mengambil langkah bangun. Namun, pada akhirnya dia harus tertahan dengan Abihirt melakukan pencegahan. Pria itu juga mendesak supaya dia kembali duduk bersandar di tempat semula—persis kemudian beranjak bangun dan membuatnya terkurung di antara lengan yang berpegangan pada masing – masing pembatas kursi. “Ada urusan di kantor dan aku benar – benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku.” Apakah Abihirt berusaha menjelaskan sesuatu da
Ini sudah lebih dari satu jam sejak pemutaran film dimulai. Moreau tidak tahu ke mana Abihirt pergi, tetapi pria itu tidak pernah sampai di tempat yang mereka janjikan. Dia bahkan sudah mengirimkan beberapa pesan, termasuk barcode tiket menonton dan tak satu pun dapat menyiratkan prospek bahwa Abihirt akan membacanya. Mungkin pria itu tak pernah benar – benar berniat, kemudian sengaja membiarkan Moreau menunggu dan akhirnya duduk nyaris sendirian di sini. Memang perlu digaris bawahi tentang keberadaan yang lain—penonton yang sedang menikmati alur cerita. Namun, itu tak sama seperti seseorang telah mengatakan akan hadir, walau pada kenyataannya tidak. Abihirt punya keinginan untuk tidak memberi Juan kesempatan. Dengan ironi, membuat perasaan Moreau setengah kesal. Dia sudah mati – matian menahan diri dengan tidak menyetujui permintaan Juan—saat tawaran nonton bersama kembali diberikan, sementara mereka tahu Abihirt membuat harapannya berhamburan tidak jelas. Tujuan pria it
Bukan sesuatu yang dapat dicampuri. Moreau tak ingin terjerumus terhadap pelbagai pemikiran, di mana seharusnya dia tahu bahwa terdapat risiko menjadi seorang simpanan. “Semua sudah selesai, Nona.” Tiba – tiba Caroline bicara di tengah gemuruh cukup hening. Itu menarik Moreau kembali ke permukaan hingga mengerjap untuk beberapa saat. Perlu disadari bahwa Caroline menyiapkan semua kebutuhannya dengan komplit. Memindahkan Chorrus yang digoreng matang ke atas meja makan, berikut tambahan saus cokelat sebagai pendamping utama. Moreau tersenyum, kemudian mengikuti langkah wanita itu. “Terima kasih, Caroline.” Dia duduk persis ketika tanpa peringatan Caroline menyiapkan ruang duduk untuknya. “Kau mau ikut makan denganku?” dan menambahkan pertanyaan setelah menyadari Caroline tampak memiliki minat menyelesaikan hal tersisa; seperti perangkat masak dan minyak bekas yang masih begitu panas. “Tidak, Nona. Masih ada hal yang harus saya kerjakan. Sepertinya Nyonya Barba
Setelah menarik napas cukup dalam. Moreau menuntut diri supaya siap, lalu berkata, “Kau tahu dari awal kalau aku tidak pernah menginginkan ini. Mungkin kau membuatku terbiasa, atau aku tak akan pernah benar – benar terbiasa. Sesuatu membuatku mendapatkan sudut pandang yang buruk tentang seks.” Dia langsung menatap Abihirt gugup, berharap akan ada sesuatu yang ditemukan, tetapi pria itu nyaris tidak memperlihatkan satu pun reaksi tertentu, selain mengambil langkah mundur; beranjak pergi memunguti helai kain yang tercecer sekadar berpakaian utuh di hadapannya. “Apa pun yang kulakukan, karena kita berada di bawah surat pernjanjian. Mungkin kau bisa memaafkanku jika memang terlalu kasar.” Semua diakhiri dengan pernyataan yang membuat jantung Moreau bertalu – talu keras. Dia terkesiap saat Abihirt bahkan menderap meninggalkan kamar, meninggalkan dirinya sendirian, terpaku, hampir terlalu bingung, tetapi semua masih tentang perjanjian di antara mereka. Tidak lebih. Pria