Sayup – sayup derap langkah seseorang di balik pintu terdengar mendekat. Ditambahkan gemerincing anak kunci yang memberitahu suatu informasi di sana. Ada yang akan masuk, tetapi sebagian di antara mereka harus bersikap waspada.
Moreau melirik ke sekitar walau tidak menemukan apa pun—semua gelap, hanya sedikit diterima capi lilin yang menyala. Mereka perlu memulai hitungan mundur, maka ketika saatnya tiba ... dia akan memutar bagian bawah peletup konfetti dengan kuat. Tiga .... Dua .... Satu .... Suara letupan keras dan kertas – kertas bertebangan langsung menyebar ke seluruh tempat. “Selamat bertambah usia, Darling. Aku mencintaimu.” Suara Barbara menjadi yang pertama kali mencuak ke permukaan setelah ruang gelap menggurita menyala terang. Ini bagian dari rencana wanita itu. Suaminya dimintai pergi selama beberapa waktu dengan melibatkan Roger, yang meskipun sang dokter sempat menolak, tetapi akhirnya setuju untuk menculik dan mengembalik“Kenapa langsung ke kamar? Kau tidak mau makan kue ulang tahunmu dulu?” Pertanyaan ibunya membuat Moreau menahan napas. Itu terjadi secara naluriah, bukan disebabkan hal – hal lain. Yang cukup relevan mungkin dapat dikaitan dengan sikap Abihirt saat ini. “Besok saja.” Pria tersebut menambahkan sambil melangkah pergi. Terlalu dingin untuk membiarkan semua orang nyaris terpaku, tetapi juga tidak berusaha mencegah. “Aku sudah bilang kepadamu. Selain tidak menyukai pesta, Abi sama sekali tidak tertarik diberi kejutan. Kau lihat ekspresinya tadi. Sebaiknya kalian bubar.” Roger mengungkapkan pernyataan demikian sebagai hidangan akhir. Pria itu turut melangkah pergi, setidaknya akan kembali ke kamar dan tidur di samping Froy. Kebetulan empat kamar membuat situasi terasa lebih cukup. Tiba – tiba Moreau mendengar Barbara mendengkus kasar, antara kesal, tetapi sudah terlalu larut andai wanita itu ingin melampiaskannya. “Ambil ini. Simpan saja ke kulka
Mereka sedang terkunci di satu kamar berdua, itulah mengapa tingkat kewaspadaan Moreau berhamburan saat mengamati sebentuk tubuh jangkung ayah sambungnya telah menjulang tinggi dan bahkan hampir hanya menyisakan bayangan gelap. Secara naluriah Moreau bergeser untuk menyalakan lampu tidur. Sudut – sudut temaram seketika menjadi terang. Wajah ayah sambungnya masih terlampau dingin sama seperti saat pria itu berada di ruang tamu. Apa yang Abihirt pikirkan? Menghukumnya sebagai bentuk pelampiasan yang tak tersampaikan kepada Barbara? Kekhawatiran Moreau menjadi desakan tak beraturan. Dia bernapas tidak tenang cukup dengan mengetahui ayah sambungnya menderak di atas ranjang. Rambut gelap pria itu bahkan terlihat masih sangat lembab. Benar – benar mandi seperti yang dikatakan kepada Barbara di awal. “Apa yang kau lakukan di sini, Abi? Sudah malam. Kau seharusnya ada di kamar bersama ibuku.” Moreau bicara diliputi tekanan jantung melonjak tinggi. Tak ingin situasi d
“Tidak tahu. Insting mengatakan untuk mendatangimu.” Suara serak dan dalam ayah sambungnya terdengar nyaris menyerupai gumaman. Ntah apakah Abihirt diliputi keadaan sadar saat menyampaikan pernyataan tersebut. Mungkin tidak. Atau hanya setengahnya. Semua terasa seperti ... Moreau tidak berdaya menafsirkan. “Berarti tujuanmu memang tidak jelas.” Sekarang giliran untuk memulai satu ungkapan dengan sesuatu terasa mencekik di rongga dada. Dia kembali menelan ludah kasar usai mengatakan hal tersebut. Samar – samar merasakan wajah Abihirt bergerak, tetapi pria itu terduga cukup memiliki niat serius untuk menghirup aroma tubuh di ceruk lehernya. “Abi, berhenti.” Moreau menipiskan bibir merasakan gigitan samar, seolah di sanalah dia harus bertaruh risiko. Lebih baik menghindar. Tidak ingin ada bekas. Terlalu riskan. “Wajahmu kasar, Abi. Sedikit menusuk kulitku. Saat tidak bisa tidur, lebih baik kau pergi bercukur.” Moreau yakin dia mengatakan perintah—nt
“Bagaimana menurutmu?" Pertanyaan Barbara mencuak ke permukaan. Sedikit menuntut Moreau sekadar mengangguk samar. “Enak, Mom. Krim buatanmu tidak terlalu manis dan terasa gurih.” Dia bicara. Kembali memulai suapan tambahan, sesekali menyadari betapa Abihirt sedang menatap dengan kelam di wajahnya. Moreau mengangkat sebelah alis tinggi. Itu dilakukan terlalu samar, meski dia juga tidak berusaha membayangi akan terus – terus berada dalam pengawasan. Setiap apa pun yang dilakukan seperti tidak pernah lepas dari perhatian ayah sambungnya. Lupakan. Moreau tak ingin melakukan kontak mata lebih lama. Segera menunduk sambil mendekatkan mangkok berisi tumpukan stroberi. Asam dan rasa manis yang pas akan menjadi perpaduan kompleks—menggambarkan bagaimana posisi di sini. Lagi. Masih berperan sebagai orang ketiga yang harus menyaksikan ibu dan ayah sambungnya terlalu dekat. Tiba – tiba ponsel Barbara di atas meja makan bergetar. Wanita itu menoleh sebentar. Sediki
Ini menjadi hari terakhir berada di pedesaan. Siang untuk sedikit bersantai, dan sore akan melakukan persiapan; merapikan pakaian ke dalam koper atau pelbagai keperluan lainnya. Moreau pikir itu bukan ide yang buruk, tetapi sedikit merasa ganjil setelah sarapan pagi yang terlalu mengejutkan. Dia tidak lagi menemukan keberadaan Abihirt sejak terakhir kali pria itu meninggalkan dapur. Barbara juga tidak mengatakan apa – apa, selain terlihat berkeliaran bersama ponsel di tangan. Seperti terlalu sibuk. Cukup berlebihan dan tiba – tiba berakhir di sini. Duduk di hadapannya walau Moreau tidak bersuara sedikitpun. Hanya terkadang mendapati wanita tersebut tersenyum sumringah. Dia segera menunduk; secara asal menggeser layar ponsel. Juan belum terlihat akan membalas pesan; barusan ... Moreau mengirim foto pemandangan dari rerumputan hijau. Mungkin itu sedikit membuat dia tergelitik untuk membuka profil ayah sambungnya. Abihirt tidak aktif sejak malam kemarin. Benar – be
“Kau masih saja mendiami-ku, Paman. Aku minta maaf soal Moreau. Tapi, bisakah jangan menghapus namaku dari daftar pemegang proyek besar? Itu sedikit membuatku kurang konsentrasi, karena aku tidak akan mendapat kesempatan untuk selangkah lebih maju. Mengertilah ... semua kulakukan karena—“ Froy tidak cukup yakin apakah ini adalah saat – saat yang tepat mengungkapkan hal yang belakangan menjadi akar permasalahan. Namun, salinan email sudah menegaskan beberapa bagian sebagai bencana besar. Semua karena peristiwa di dapur hari itu. Dia kelepasan. Kalap. Menyesali bahwa tidak benar – benar mau memahami segala bentuk nasihat dari ibunya. Sekarang ... apa yang coba diperbaiki sudah telanjur masuk pada taraf untuk tidak dapat diatur kembali. Sulit membujuk paman yang terlalu dingin. Abihirt bahkan tidak menaruh minat sedikitpun sekedar menoleh, sibuk memberi makan anjing—sesuatu yang membuat Froy sedikit muak. Dia menarik napas dalam – dalam. Berjuang keras untuk bersika
Froy segera menggenggam ganggang kapak. Ini memang terlalu gila. Seringai sinis menyerbuk di sudut bibirnya. Dia tahu Abihirt telah mendeteksi apa pun—menjadi kemungkinan di antara mereka dan mungkin menganggap prospek paling dekat sebagai sesuatu yang mustahil. “Mungkin anjing kesayanganmu akan membuatmu sembuh dari amnesia tentang hubunganmu dan Moreau, Paman. Kau berdiri di jendela dan diam mengamati kami saat di kolam, tidak lama dari itu aku juga mendapatimu keluar kamar Moreau. Aku tidak bodoh. Bukankah itu tidak bisa disebut kebetulan?” Froy mengambil sikap dengan genggaman tangan yang mantap untuk diayunkan ke depan. Tak dimungkiri bahwa dia harus lebih dulu menghadapi kewaspadaan dari wajah Abihirt. Pria itu tidak akan mengatakan apa pun sekadar membuatnya mengurungkan niat. Memang bukan suatu kebiasaan, barangkali sang paman hanya ingin memastikan sampai kapan kekacauan ini akan mengakhiri hubungan mereka. “Kau tak ingin bernegosiasi denganku dulu, Paman?
“Apa yang terjadi kepadamu, Abi? Kenapa sampai berdarah seperti ini?” Moreau masih dalam keadaan yang tenang memainkan ponsel ketika tiba – tiba suara ibunya—sarat nada khawatir, membuat situasi mendadak terasa mengejutkan. Dia ikut menoleh pada titik di mana Abihirt berjalan sambil memegangi bahu dan segumpal kain yang sepertinya tidak lagi dengan wujud bagus. Sebagian tubuh pria itu juga tampak berdarah – darah. Apa yang terjadi? Benak Moreau bertanya – tanya tak mengerti. Ada Chicao di belakang—persis mengekor di bawah kaki ayah sambungnya, tetapi Abihirt tidak mengatakan apa pun sekadar menanggapi reaksi Barbara. Hanya berjalan lurus—dapat diketahui bahwa kamar merupakan tujuan utama. “Siapa yang melakukan ini kepadamu?” Sekarang Moreau harus menelan ludah kasar mengamati ibunya telah berjalan mendatangi Abihirt. Barbara berusaha memberi sentuhan ringan; ada sedikit penolakan hingga wanita itu mengurung niat, memutuskan hanya menatap saat telapak tangan