“Bagaimana menurutmu?"
Pertanyaan Barbara mencuak ke permukaan. Sedikit menuntut Moreau sekadar mengangguk samar. “Enak, Mom. Krim buatanmu tidak terlalu manis dan terasa gurih.” Dia bicara. Kembali memulai suapan tambahan, sesekali menyadari betapa Abihirt sedang menatap dengan kelam di wajahnya. Moreau mengangkat sebelah alis tinggi. Itu dilakukan terlalu samar, meski dia juga tidak berusaha membayangi akan terus – terus berada dalam pengawasan. Setiap apa pun yang dilakukan seperti tidak pernah lepas dari perhatian ayah sambungnya. Lupakan. Moreau tak ingin melakukan kontak mata lebih lama. Segera menunduk sambil mendekatkan mangkok berisi tumpukan stroberi. Asam dan rasa manis yang pas akan menjadi perpaduan kompleks—menggambarkan bagaimana posisi di sini. Lagi. Masih berperan sebagai orang ketiga yang harus menyaksikan ibu dan ayah sambungnya terlalu dekat. Tiba – tiba ponsel Barbara di atas meja makan bergetar. Wanita itu menoleh sebentar. SedikiIni menjadi hari terakhir berada di pedesaan. Siang untuk sedikit bersantai, dan sore akan melakukan persiapan; merapikan pakaian ke dalam koper atau pelbagai keperluan lainnya. Moreau pikir itu bukan ide yang buruk, tetapi sedikit merasa ganjil setelah sarapan pagi yang terlalu mengejutkan. Dia tidak lagi menemukan keberadaan Abihirt sejak terakhir kali pria itu meninggalkan dapur. Barbara juga tidak mengatakan apa – apa, selain terlihat berkeliaran bersama ponsel di tangan. Seperti terlalu sibuk. Cukup berlebihan dan tiba – tiba berakhir di sini. Duduk di hadapannya walau Moreau tidak bersuara sedikitpun. Hanya terkadang mendapati wanita tersebut tersenyum sumringah. Dia segera menunduk; secara asal menggeser layar ponsel. Juan belum terlihat akan membalas pesan; barusan ... Moreau mengirim foto pemandangan dari rerumputan hijau. Mungkin itu sedikit membuat dia tergelitik untuk membuka profil ayah sambungnya. Abihirt tidak aktif sejak malam kemarin. Benar – be
“Kau masih saja mendiami-ku, Paman. Aku minta maaf soal Moreau. Tapi, bisakah jangan menghapus namaku dari daftar pemegang proyek besar? Itu sedikit membuatku kurang konsentrasi, karena aku tidak akan mendapat kesempatan untuk selangkah lebih maju. Mengertilah ... semua kulakukan karena—“ Froy tidak cukup yakin apakah ini adalah saat – saat yang tepat mengungkapkan hal yang belakangan menjadi akar permasalahan. Namun, salinan email sudah menegaskan beberapa bagian sebagai bencana besar. Semua karena peristiwa di dapur hari itu. Dia kelepasan. Kalap. Menyesali bahwa tidak benar – benar mau memahami segala bentuk nasihat dari ibunya. Sekarang ... apa yang coba diperbaiki sudah telanjur masuk pada taraf untuk tidak dapat diatur kembali. Sulit membujuk paman yang terlalu dingin. Abihirt bahkan tidak menaruh minat sedikitpun sekedar menoleh, sibuk memberi makan anjing—sesuatu yang membuat Froy sedikit muak. Dia menarik napas dalam – dalam. Berjuang keras untuk bersika
Froy segera menggenggam ganggang kapak. Ini memang terlalu gila. Seringai sinis menyerbuk di sudut bibirnya. Dia tahu Abihirt telah mendeteksi apa pun—menjadi kemungkinan di antara mereka dan mungkin menganggap prospek paling dekat sebagai sesuatu yang mustahil. “Mungkin anjing kesayanganmu akan membuatmu sembuh dari amnesia tentang hubunganmu dan Moreau, Paman. Kau berdiri di jendela dan diam mengamati kami saat di kolam, tidak lama dari itu aku juga mendapatimu keluar kamar Moreau. Aku tidak bodoh. Bukankah itu tidak bisa disebut kebetulan?” Froy mengambil sikap dengan genggaman tangan yang mantap untuk diayunkan ke depan. Tak dimungkiri bahwa dia harus lebih dulu menghadapi kewaspadaan dari wajah Abihirt. Pria itu tidak akan mengatakan apa pun sekadar membuatnya mengurungkan niat. Memang bukan suatu kebiasaan, barangkali sang paman hanya ingin memastikan sampai kapan kekacauan ini akan mengakhiri hubungan mereka. “Kau tak ingin bernegosiasi denganku dulu, Paman?
“Apa yang terjadi kepadamu, Abi? Kenapa sampai berdarah seperti ini?” Moreau masih dalam keadaan yang tenang memainkan ponsel ketika tiba – tiba suara ibunya—sarat nada khawatir, membuat situasi mendadak terasa mengejutkan. Dia ikut menoleh pada titik di mana Abihirt berjalan sambil memegangi bahu dan segumpal kain yang sepertinya tidak lagi dengan wujud bagus. Sebagian tubuh pria itu juga tampak berdarah – darah. Apa yang terjadi? Benak Moreau bertanya – tanya tak mengerti. Ada Chicao di belakang—persis mengekor di bawah kaki ayah sambungnya, tetapi Abihirt tidak mengatakan apa pun sekadar menanggapi reaksi Barbara. Hanya berjalan lurus—dapat diketahui bahwa kamar merupakan tujuan utama. “Siapa yang melakukan ini kepadamu?” Sekarang Moreau harus menelan ludah kasar mengamati ibunya telah berjalan mendatangi Abihirt. Barbara berusaha memberi sentuhan ringan; ada sedikit penolakan hingga wanita itu mengurung niat, memutuskan hanya menatap saat telapak tangan
“Tidak ada yang benar – benar tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau bisa tanyakan langsung kepada Abi. Aku akan ambilkan air supaya lukanya bisa dibersihkan." Kendati Barbara terlihat tidak puas terhadap situasi yang mereka hadapi, wanita itu tidak berusaha membuat ketegangan terasa seperti kilat menyambar. Hanya hentakkan kaki—mulai meninggalkan ruang tamu. Moreau menelan ludah kasar menghadapi keheningan mendadak seperti gemuruh liar. Tidak ada sisa – sisa suara, tetapi keterdiam di antara mereka; Gloriya tampak tidak berusaha berkata apa – apa, atau ayah sambungnya yang sudah terlihat melampaui pucat, lemas, dan harus berjuang tetap dalam keadaan sadar, sementara satu tangan pria itu mulai begerak, merogoh ponsel di saku celananya. “Apa yang ingin kau lakukan, Abi?” Barangkali secara sadar Gloriya menyadari apa yang menjadi kemungkinan paling besar, sehingga wanita itu mengajukan pertanyaan dengan kekhawatiran meliputi suara di ujung tenggorokan. “
“Dan kau menyelamatkan anjing-mu, begitu?” Semua masuk akal ketika Abihirt tidak lagi mengatakan apa pun. Pria itu memilih diam, selain mengamati setiap detil tindakan yang Moreau lakukan. Sedikit mengganggu. Dia gugup. Namun, tidak mengatakan protes agar iris kelabu—kelam—berhenti menatap wajahnya. Untunglah jika Abihirt mengerti untuk tidak meninggalkan kesan tertentu. Pria itu memalingkan separuh wajah, berusaha menatap luka di belakang bahu disertai warna pucat yang cukup mengkhawatirkan. “Lain kali cobalah untuk mementingkan dirimu sendiri. Bagaimana kalau Froy sampai melukai bagian tubuhmu yang fatal? Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Gloriya tidak bisakah kau hubungi Froy dan suruh dia kemari?” Segala bentuk nasihat Barbara diakhiri solusi yang ingin wanita tersebut selesaikan. Mungkin seharusnya seperti itu. Moreau tak ingin mencampuri hal – hal yang terikat, sementara dia juga akan mendapati Gloriya menghela napas putus asa. Sempat m
“Moreau, bisa kau panggilkan Abi sebentar? Dia mungkin masih di kamar. Atau kalau tidak, kau bisa sekalian mencarinya di halaman depan.” Butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya Moreau bersikap setuju. Perlahan, meletakkan satu gelas kosong yang baru saja ditenggak ... ke atas meja bar. Perlu menggarisbawahi pernyataan Barbara; Abihirt mungkin masih di kamar. Dapat dipastikan akan ada pembicaraan serius setelah mereka menemukan Gloriya telah meninggalkan pedesaan, dan ... secara kebetulan pisau daging telah hilang dari tempat seharusnya. Sesuatu yang tentu menjadi ketakutan besar di benak Gloriya ketika wanita itu membayangkan barang bukti dapat menguatkan tuntutan hukum terhadap Froy. Moreau yakin hal demikian yang akan Barbara bicarakan. Ini penting untuk menegakkan keadilan. Dia segera melangkah meninggalkan dapur, sementara ibunya menyiapkan sarapan khusus sang suami. Paling tidak, perlu merasa sedikit lega bahwa Barbara tidak menaruh sedikitpun rasa curiga;
“Kau mungkin memang sayang kepada Chicao. Tapi, ibuku dan Bibi Gloriya benar. Bukankah terlalu berbahaya membiarkan Froy sampai melukai bahumu seperti kemarin? Bagaimana jika kapak yang Froy gunakan malah membuat tanganmu putus? Bagaimana kalau—“ “Kenapa? Kau takut tidak ada lagi yang akan memukul bokongmu dengan keras?” Suara Moreau tertahan di ujung tenggorokan. Sialan, sama sekali bukan itu yang dia maksud. Pertanyaan Abihirt barusan membuat bibirnya setengah terbuka, lalu merapat secara naluriah hampir tidak bisa menghadapi prospek terbaik sekadar membantah. Mungkin harus benar – benar menyiapkan diri, meski akhirnya akan sedikit menemukan jalan pintas. “Kau tahu bukan itu yang kumaksud. Atau kau memang tak peduli, tapi ibuku—“ Nyaris tidak ada peringatan ketika tiba – tiba satu kecupan mendarat di bibirnya. Moreau seketika terdiam. Cukup terkejut. Berusaha memahami hal yang tertinggal. Namun, sikap Abihirt masih terlalu tenang untuk memberinya petunjuk
Namun, pada akhirnya ... selalu bukan hal yang akan mengejutkan lagi di sana. Barbara menghela napas kasar mendapati Abihirt sedang duduk di pinggir ranjang. Hanya mengulik ponsel, seakan pria itu tidak memiliki minat menyiapkan diri terlebih dahulu. Ya, suaminya masih dengan pakaian yang sama; kekacauan tampak membuat setiap helai teracak – acak di rambut gelap Abihirt. Ada beberapa bagian berjatuhan di sekitar kening, menambah nilai estetika dari penampilan yang bisa disebut liar dan tampan secara bersamaan. Barbara tidak tahu bagaimana dia selalu mengagumi suaminya, tetapi juga sulit melepaskan Samuel atas keamanan tertentu. Paling tidak, untuk saat ini ... belum ada kesiapan untuk memilih salah satu. Dia masih tidak bersedia. Masih ada keinginan bersenang – senang, tetapi tidak mudah mendapatkan itu pada diri Abihirt. Apa yang bisa Barbara harapkan dari pria yang tak banyak bicara? Semua orang benar tahu bahwa suaminya terlalu kaku. Dia tak bisa membayangkan betapa h
Barbara mengerjap cepat, kemudian berkata, “Lalu, mengapa kemarin kau bilang tidak tahu tentang keberadaan Moreau?" "Aku tidak ingin kau khawatir, karena inilah yang akhirnya bisa kutebak. Kau sangat marah." Itu benar. Barbara pikir pernyataan Abihirt barusan terdengar cukup masuk akal. "Jadi kau bersungguh – sungguh jika tidak ada hubungan apa pun antara kau dan Moreau?” “Ya. Aku memesan dua kamar jika kau masih berpikiran buruk. Akan kutunjukkan kepadamu bukti transaksi hotel. Mungkin nanti kau yang perlu menjelaskan mengapa ada pria lain di sini.” Berikutnya selesai. Abihirt langsung melangkah pergi. Melewati Barbara; melewati tubuh Samuel di sana; meninggalkan sisa keheningan begitu pekat, hingga embusan napas Barbara berakhir kasar. Dia menatap bahu suaminya tanpa pernah bisa mengalihkan perhatian. Ada ketakutan tak berjarak dari pengetahuan Abihirt yang tak terduga. Barbara memikirkan segalanya. Namun bagaimanapun, harus menanam ketenangan
“Mengejutkan sekali kau masih mengingat kapan aku berulang tahun. Kupikir kau tidak pernah peduli terhadap apa pun lagi, selain berkencan dengan putriku.” Itu yang Barbara katakan. Betapa dengan sengaja menyindir. Dapat dipastikan wanita tersebut tidak akan berhenti sampai mereka mengakui sesuatu yang masih coba Abihirt tutupi. Secara diam – diam Moreau mengatur posisi supaya bisa sedikit mengintip bagaimana kondisi ibunya saat ini. Tidak banyak. Hanya mengetahui wajah Barbara yang masih begitu masam dan bagaimana wanita itu melipat kedua lengan di depan dada; seolah radar menantang terlalu pekat untuk dihindari. “Mengapa kau diam, Abi? Apa Moreau yang memberitahumu hari ulang tahunku? Jadi, kalian bisa mencari alasan supaya aku tidak merasa curiga?” “Kau mengatur tanggal ulang tahunmu sebagai kode pengaman di ponselku. Bagaimana aku akan lupa?” Tidak tahu apa yang bisa Moreau katakan. Dia terkejut, sekaligus merasa butuh waktu lebih lama agar memahami
Moreau tidak berusaha membantah. Rasa sakit dari tamparan Barbara masih meninggalkan efek tertentu seperti tak ingin hilang, tetapi dia berusaha menghindari sorot mata wanita yang menatap nyalang dan tiba - tiba pula menepis sentuhan Abihirt di lengannya. Nyaris—bahu Moreau mendadak tegang saat Barbara terduga akan kembali menyerang. Dia telah membuat tameng perlindungan dengan lengan terangkat menutup wajah. Namun, Abihirt segera menegahi; menjadi tembok tinggi untuk melindunginya di belakang. Benar – benar membuat Barbara terdiam—sepertinya wanita itu tak menyangka jika pria yang dinikahi ternyata akan melakukan pembelaan besar. “Tidak bisakah kau duduk tenang dan dengarkan penjelasanku terlebih dahulu?” Sekarang suara serak dan dalam Abihirt mengambil tempat. Pria itu selalu terdengar tenang, walau Moreau tidak tahu apa yang ingin ayah sambungnya jelaskan. “Tidak. Pelacur kecil sepertinya pantas diberi pelajaran.” Barbara menyangga tidak pada atura
Mereka sudah menghabiskan waktu hampir satu setengah jam untuk sarapan pagi dan melakukan sisa – sisa perjalanan lain, tetapi Moreau tidak memahami motivasi ayah sambungnya terhadap apa pun yang telah berlalu tadi. Abihirt tidak banyak bicara. Tidak dimungkiri bahwa mereka sempat berkeliling hanya untuk mencarikan sesuatu, membeli perlengkapan yang Moreau yakin adalah kegemaran ibunya. Ya, seharusnya beberapa bagian tersebut akan cukup jelas. Dia hanya merasa masih terlalu ambigu, apalagi ketika sampai pada agenda pulang, Abihirt tidak bersikap seakan ada prospek spesifik mengenai apa yang akan terjadi. Meminta supaya mereka tetap di sini, terjebak sesaat di tengah gemuruh keheningan, sementara waktu terus memburu dan beranjak terlalu jauh. Dia tidak menginginkan itu. “Sekarang kita akan masuk?” Moreau tidak bisa menahan diri sekadar diam. Terlalu lama di mobil tidak membuat situasi terasa lebih baik. Ada begitu banyak keabsahan. Mereka tidak bisa meninggalkan bagi
Udara dari celah bibir Barbara berembus kasar. Dia menatap Samuel setengah enggan, tetapi merasa pria itu mungkin akan memberi solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Samuel biasanya cukup cakap. Ntah apa yang mungkin akan pria itu katakan. Hanya sedikit tidak siap jika ternyata muncul serentatan kalimat tak menyenangkan dan makin membuat dia didesak ketakutan. “Bukannya tadi kau dan suamimu baik – baik saja? Kenapa tiba – tiba kau ingin pulang dan mengatakan kalau Froy benar tentang hubungan rahasia suamimu bersama anak gadismu?” Bagaimanapun, Samuel menginginkan rangkaian cerita lebih runut. Membuat Barbara ntah harus kali ke berapa menekan segerombol perasaan tidak tenang. Dia masih sangat memikirkan pelbagai kemungkinan buruk. Ditambahkan sikap Abihirt yang dia tahu tidak akan mudah dipoles. Suaminya bahkan tidak menunjukkan itikad baik sekadar menjelaskan segala bentuk hal yang sedang menjadi permasalahan mereka. “Aku mendengar suara Moreau di telep
[Abi, boleh aku pinjam ponselmu untuk mengirim foto – fotoku yang ada di padang pasir ....] Rasanya sekujur tubuh Barbara mendidih membayangkan apa yang sedang logikanya uraikan. Abihirt berkata jika pria itu masih Dubai; akan segera pulang, tetapi sangat mengejutkan mengetahui suara Moreau menyelinap masuk di tengah pembicaraan mereka. Ini tidak dapat disesali. Betapa pun Barbara mencoba sekadar menyangkal. Dia telah menyaring segala sesuatu yang terjadi di sana, dengan jelas ... dengan sangat jelas bahwa Moreau butuh foto – foto di padang pasir untuk dikirim ke ponsel gadis itu. Barangkali juga tidak diharapkan penjelasan lebih tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sialnya, Barbara bahkan belum mengucapkan apa – apa dan menuntut Abihirt membicarakan semua yang telah suaminya sembunyikan, termasuk saat Abihirt mengaku tidak mengetahui keberadaan Moreau di kali terakhir dia menghubungi pria itu sambil membicarakan keberadaan putrinya yang tidak berkabar. Namun, pa
Namun, untuk beberapa saat Moreau menoleh ke arah ayah sambungnya ketika menyentuh gagang pintu. Abihirt terduga merenggut ponsel pria itu di atas nakas. Mungkin ada kesibukan penting, yang secara tidak langsung mengingatkan Moreau bahwa ada satu hal—lupa dia katakan kepada ayah sambungnya. Ini tidak akan lama. Dia hanya akan membasuh wajah dengan percikan air, kemudian kembali kepada pria itu. Memang tidak lama. Ketika Moreau menatap pantulan wajah di depan cermin, tindakan kali pertama dilakukan adalah menarik napas dalam – dalam. Semua perangkat di sini hanya milik Abihirt. Dia akan menggosok gigi, nanti, di rumah. Sekarang sebaiknya menghampiri pria itu di atas ranjang. Mendadak ledakan dalam diri Moreau menjadi antusias. Dia memang tidak sabar ingin mengirim foto – foto di padang pasir hari itu, setelah mulai mengoperasikan ponsel baru pemberian ayah sambungnya. Berharap Abihirt tidak keberatan saat dia mengatakan tujuan yang sedang berkecamuk liar. Mo
Walau ternyata tidak .... Moreau merasakan sesuatu yang berat menindih di sekitar tubuhnya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyadari bahwa biasan cahaya dari jendela berusaha menembus masuk melalui tirai yang menjuntai. Sudah pagi. Sepertinya permintaan tidur semalam membuat dia terlelap nyenyak. Moreau tidak akan berkomentar apa – apa tentang hal tersebut. Semua sudah berlalu dan tidak perlu mengingat kembali sesuatu yang pada akhirnya selalu berujung tidak pasti. Sambil mencoba bergeser, dia menghirup udara sebanyak mungkin, sedikit ingin meregangkan tulang – tulang yang terasa kaku, tetapi segera menyadari jika hampir tidak ada ruang sekadar bergerak. Seseorang seperti membuatnya terperangkap; menghirup aroma maskulin yang menyerbu deras, hingga tanpa sengaja Moreau menyentuh helai rambut—terasa halus, dan dia tetap menyapukan telapak tangan dengan lembut di sana. Ini seperti meninggalkan sensasi tertentu, tidak tahu mengapa secara naluriah sudut bibi