Haven menjalankan mobilnya sampai di halaman depan. Ia mengernyit melihat kediamannya yang begitu gelap. Lalu, saat ia turun. ia mendapati seorang satpam yang tengah tertidur. Haven mencoba membangunkan satpam tersebut. Namun sepertinya, Satpam tersebut telah dibius. “Pak!” Haven berusaha menyadarkan satpam itu. Namun tidak kunjung bangun. Haven merasa ini semua ganjal. Akhirnya ia memilih untuk mengamati cctv yang ada di rumahnya. Melalui ponselnya, ada satu cctv yang masih berfungsi. Cctv itu berada di lorong ruangan. Namun melalui cctv itu, ia bisa mendengarkan percakapan yang ada di dalam. “Sial,” umpat Haven. Segera setelah ia mendapatkan bukti penyergapan itu, Haven langsung menghubungi polisi. Ia berjalan ke arah mobilnya. Mengambil satu pistol di sana. Memasukkan satu peluru di sana. Setelah itu Haven memilih untuk berjalan. Dengan berhati-hati Haven masuk ke dalam rumahnya yang sudah benar-benar gelap. ‘Bajingan itu..’ ‘Jika dia menyent
Gaby tidak boleh hanya diam saja. Keterdiamannya ini sama saja membunuhnya dan Haven. Pria gila yang sudah tidak mempunyai tujuan adalah manusia paling berbahaya. Pria seperti Damian bisa melakukan apa saja. Saat Damian merogoh kantung belakangnya untuk mencari sesuatu. “Bisakah kau mengerti posisiku?” tanya Gaby. “Aku putri bungsu keluargaku. Aku disayang oleh mereka. aku mendapatkan apapun, tapi ada pria yang datang dan merusaknya.” “Pria yang aku percaya bisa menyembuhkan lukaku di masa lalu, ternyata pria bajingan..” lirihnya. Damian menekan pisau itu. “Tidak usah banyak bicara.” “Kau tahu Damian apa yang membuatku paling bersedih? Karena kau. kau yang sudah aku anggap sebagai temanku, sahabatku, tempatku bersandar… ternyata kau juga menghianatiku.” “Perasaanku tulus. Aku tidak pernah berniat apapun padamu. Aku bahkan berusaha mencintaimu sebelum kita menikah…” “Tapi apa? kau justru yang menjadi penjahat di sini..” Damian terdiam. Ia mendengarkan semua ucapan
Peluru itu dilepaskan. Tepat mengarah pada Gaby. Namun dengan cepat Haven memutar tubuh Gaby yang berada di pelukannya. Menarik tubuh mereka berdua untuk menghindari tembakan itu. Namun sayangnya, kilatan tembakan itu terjadi lagi. Hingga peluru yang kedua berhasil menembus punggung Haven. “Akh!” Haven masih memeluk Gaby. DOOR DOOR Itu suara peluru yang dilepaskan. Peluru itu mengenai kaki Damian hingga pria itu terjatuh kesakitan. Polisi datang dan mengamankan pria itu. Gaby meraba punggung Haven. “Haven kamu..” suara Gaby gemetar. Ia menarik tangannya dan melihat telapak tangannya sudah basah karena darah yang mengucur dair pria itu. “Haven kamu tertembak..” lirih Gaby. Haven menggeleng. “Aku baik-baik saja asal kamu selamat.” Haven kembali memeluk Gaby. Mengusap pelan punggung Gaby. Tubuh Haven melemah. “Tunggu… kamu harus bertahan..” Gaby hendak melepaskan pelukannya. Tapi tubuh Haven yang sudah lemah itu tidak memperbolehkannya. Haven masih meme
Gaby menunggu Haven di samping ranjang pria itu terbaring. Sampai matanya tidak kuat menahan kantuk dan tertidur. Ia merasakan ada yang mengusap puncak kepalanya. gaby membuka mata. Mendapati Haven yang sudah siuman sembari menatapnya. “Apa yang kamu butuhkan?” tanya Gaby. “Masih sakit?” tanyanya. Haven menggeleng. “Mau aku panggilan dokter?” tanya Gaby. Haven menggeleng lagi. Kali ini tangannya yang tertancap infus itu meraih tangan Gaby. “Tetap di sini,” ucapnya dengan suara yang memelas. Gaby menuruti keinginan Haven. Ia tetap berada di samping pria itu. Meski untuk beberapa saat sungguh canggung sekali. Gaby berdehem pelan. “Terima kasih.” “Hm?” “Terima kasih sudah menyelamatkanku.” Haven menatap Gaby. “Sudah kewajibanku sebagai suamimu.” Gaby hanya mengangguk. “Ayo perbaiki hubungan ini Gab..” lirih Haven. “Beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku benar-benar mencintaimu.”“Aku akan berusaha untuk melakukan yang terbaik pada hubungan kita.” “Kalau kamu
Gaby berdecak. “Begitu saja marah..” “Malu dengan tubuhmu yang besar itu!” Gaby menunjuk tubuh Haven. Sebenarnya panik karena pria itu terlihat diam saja. “Kenapa harus malu? tubuhku bagus. mau lihat?” tanyanya. “Gila!” umpat Gaby berjalan menjauh. Ia berjalan ke arah sofa. kemudian membaringkan diri di sana. Menaikkan selimut sampai sebatas lehernya. “Aku akan tidur..” “Jangan tidur,” balas Haven. “Aku harus tidur karena aku lelah. Kau tidak kasihan denganku?” Haven menatap Gaby dari tempatnya berbaring. “Apa kau menyukai bajingan itu?” tanyanya. Gaby menutup mata namun masih bisa mendengarkan pertanyaan Haven. “Hm..” “Benarkah?” tanya Haven lagi kini dengan nada yang tidak terima. “Sampai kapan kau akan terus berbicara?” tanya Gaby pelan. “Aku mengantuk.” “Dulu kau tidak secerewet ini..” lirihnya. “Memangnya tidak boleh berubah menjadi banyak bicara. Aku senang banyak bicara jika bersamamu,” balas Haven. Gaby berdecak tidak menanggapi ucapan pria it
Gaby menatap punggung Haven. “Kau berbicara dengan siapa?” tanya Gaby. Haven menunjukkan ponselnya. “Sekretarisku. Kau mengenalnya.” Kemudian menyodorkan ponselnya pada Gaby. “Periksa saja ponselku. Aku tidak pernah berhubungan dengan wanita lain,” ucapnya. Gaby menyipitkan mata. “Kau yakin? aku tidak mengganggu privasimu?” Haven menggeleng. “Tidak. Kau bisa mengelola akun sosial mediaku.” “Kau sungguh ingin aku melakukannya?” tanya Gaby. “Aku ingin kau percaya padaku Gab..” Gaby memegang ponsel Haven. “Aku bukan tipe yang posesive. Setelah aku melihatnya. Dan aku memastikan kau tidak bermain di belakangku, aku akan menyerahkan semuanya padamu.” Gaby membawa ponsel Haven bersamanya. kemudian mengambil duduk di sofa. Kemudian memeriksa pesan dan akun sosial media pria itu. “Ini..” Gaby melotot. “Kenapa banyak artis yang mengirimmu pesan di 1nstagram?” tanya Gaby. “Aku tidak tahu karena aku tidak pernah membukanya.” “Apa-apaan mereka?!” Gaby berdecak. “Tidak tahu kalau kau
“Bagaimana kalau kita kencan?” tanya Haven. “Sembuh saja belum. Mau kencan ke mana?” tanya Gaby. “Ke Jepang?” tanya Haven. “Tidak. Jangan, sudah.” Haven berpikir lagi. “Ke Bali?” tanyanya. Gaby mengangguk. “Mangkanya cepat sembuh..” lirihnya. “Saat aku sembuh ayo segera ke sana.” Haven mengambil tangan Gaby. “Aaa.. aku sangat senang.” Gaby terkekeh geli. “Sesenang itu?” Haven mengangguk. “Hm. Aku sangat senang.” Haven mengusap helaian rambut Gaby ke belakang. Kemudian menatap Gaby. Tatapan mereka semakin dalam. Suasana yang hening…. Gaby terbawa suasana. Ia memejamkan mata ketika Haven mengikis jarak di antara mereka. Haven mendekat—semakin dekat dan hidung mereka sudah bersentuhan. Krieet! “Ups!” Gaby melotot dan langsung berdiri salah tingkah. “Aku menganggu kalian?” tanya Galang, sekretaris sekaligus teman Haven. “Waktunya tidak tepat ya aku ke sini?” tanyanya lagi. Ia bertanya karena mendapat tatapan membunuh dari Haven. “Haiii!” Laura muncul da
Gaby tidak tahu pasti bagaimana hukuman yang dijalani oleh Damian. Tapi kata Haven, pria itu mendekam di penjara seumur hidup karena merencanakan membunuh Gaby. Tidak mau berlarut-larut memikirkan hal yang tidak perlu. Gaby menatap awan melalui jendela sampingnya. Ya, saat ini sedang berjalan ke Bali untuk liburan. Haven sudah berjanji akan mengajak Gaby pergi ke Bali setelah sembuh. “Ada tempat lain yang ingin kamu kunjungi?” tanya Haven mengusap pelan punggung tangan Gaby. Gaby mengangguk. “Hmm.. mungkin spansh..” lirihnya. “Tapi aku tidak yakin.” “Kalau bersamaku harus yakin. aku akan membawamu ke tempat yang kamu ingin.” Haven tersenyum. Hubungan mereka membaik. Meski tidak ada sentuhan fisik yang berarti. Tapi bagi Haven cukup sekali. Itu tandanya hubungan mereka berjaaln baik dengan perlahan. Tanpa tergesa, saling memahami tanpa harus berurusan dengan sex. Apalagi Gaby sudah nyaman berada di dekatnya. “Gab..” “Ya?” “Angle kamu benar-benar kiri ya