Gaby mengangguk. “Hm.” “Aku ingin berenang.” Gaby menunjuk kolam. “Ya sudah berenang saja.” Haven mengusap puncak kepala Gaby pelan. Gaby melenggang masuk dan berganti pakaian. Menggunakan pakaian renang yang tentunya tidak seksi. Ia berenang dengan sesuka hati. Sedangkan Haven berada di pinggir kolam sembari membuk tablet. Pria itu nampak santai mengotak-atik tablet. “Kamu harus makan!” Haven menatap Gaby yang betah di dalam kolam. Di atas meja sudah tersusun beberapa makanan. Gaby akhirnya keluar dari kolam dan mendekati Haven. “Kamu yang seharusnya makan lebih dulu. bukan aku.” Gaby mendengus melihat Haven yang masih saja bekerja. “Iya-iya.” Haven menyingkirkan tablet. “Aku tidak bekerja, aku hanya membaca buku.” “Tidak percaya,” balas Gaby. “Aku membaca laporan keuangan.” “Tuh-tuh..” Gaby mendongak. “Liburan itu menikmati waktu. Bersantai, menikmati suasana yang indah ini. Bukannya terus bekerja tanpa henti.” “Iya..” pasrah Haven. Seperti suami pada umumnya yang pa
Gaby dan Haven menginjakkan kakinya di klub. “Sudah lama sekali aku tidak ke sini.” Gaby bersindekap. “Tidak ke klub tepatnya.” “Memangnya iya?” tanya Haven. “Aku jarang ke klub.” Gaby mendongak. Haven membuka kemejanya. Kemudian ditaruh di pundak Gaby. Karena dress yang digunakan Gaby sangat terbuka. Di sini banyak pria hidung belang, tentu saja ia tidak rela tubuh Gaby dilihat oleh pria lain. Mengambil satu tempat untuk duduk dan bersantai. Gaby membuka botol alkohol itu dengan lincah. Menuangkannya di gelas. Kemudian mengangkatnya. “Cheers.” Haven tersenyum pelan kemudian menganggak gelasnya juga. “Cheers.” Setelah meminum minuman berakhohol itu tubuh Gaby merasa ringan. Sepertinya efek alkohol sudah merasuki tubuhnya. Berbeda dengan Haven yang hanya minum satu gelas saja. Ia harus tetap sadar untuk menjaga Gaby. “Gaby..” panggil Haven. Gaby mendekat dan menyandarkan kepalanya di bahu Haven. “Ya..” “Ayo pulang.” Gaby menegakkan tubuhnya. “Apa pulang?” tanyanya.
Gaby terkikik geli kembali ke tempatnya. “Jangan main-main sayang,” balas Haven. “Memangnya kenapa kalau aku main-main?” Gaby memang sepenuhnya sudah dikuasai oleh alkohol. Mendekat dan mengecup bibir Haven lagi. “Aku suka menciummu.” “Apa?” Haven mengernyit. Gaby hanya mengangguk saja. Haven mendekat. “Sekali lagi kau menciumku, aku tidak akan menahan diriku—” Cup! Gaby memejamkan mata dan mencium bibir Haven. Haven tidak menyia-nyiakannya. Ia menarik tengkuk Gaby dan melumat bibir wanita itu. Melumat bibir wanita yang selama ini ia cintai. Haven tersenyum… ia memperdalam ciuman mereka. Mengusap tengkuk Gaby pelan. “Ahh..” suara Gaby membuat Haven gila. Haven menarik pinggang Gaby hingga berada di atas pangkuannya. “Aku mencintaimu Gab..” lirihnya. Mengusap kedua pipi Gaby. “Aku tidak bisa menyentuhmu saat kau tidak sadar sepert ini,” lirihnya. Gaby membuka mata. Ia memegang kedua bahu Haven. “Aku sadar.” Haven mengusap rambut Gaby ke belakang. “
21++ Pagi harinya. Gaby terbangun dengan kepala yang begitu berat. Sinar matahari yang masuk membuatnya terbanngun meski masih begitu mengantuk. Gaby bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Apa yang ia ingat tentang tadi malam. ia mengingat semuanya. Bibirnya menyunggingkan senyum. Ia percaya Haven berubah. Pria itu tidak seperti dulu lagi. Selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar. Melihat Haven yang sibuk membuat sarapan. “Dia rajin juga.” Gaby mendekat. “Buat apa?” Haven menoleh ke belakang. “Sarapan buat kamu.” kemudian mendekat dan mengecup bibir Gaby. Gaby tidak bisa menahan senyumnya. Setelah itu Haven kembali fokus dengan masakannya. Gaby mendekat dan memberanikan diri untuk memeluk pria itu dari belakang. “Jangan menggodaku,” lirih Haven. Gaby tertawa pelan. “Kalau aku menggodamu bagaimana?” Haven mematikan kompor dan berbalik. “Gaby..” Gaby lagi-lagi hanya tertawa. Ia mendongak dan menatap Haven. “Dilihat-lihat kamu tampan juga ya..”
Hubungan Gaby dan Haven kian membaik. Kian harmonis dan romantis. Setiap jam makan siang, Haven akan menyempatkan waktunya untuk pergi ke kantor Gaby. Mereka akan pergi ke restoran dan makan siang bersama. Meski statusnya sebagai istri. Ia tetap bekerja dan menikmati waktunya sesekali bersama temannya. “Apa mungkin kau hamil ya?” ucap Laura yang saat ini sedang bersama Gaby. Seperti biasa, mereka akan jalan-jalan ke mall. Gaby yang sering mengantar Laura berbelanja barang mahal. Sedangkan dirinya akan menunggu sahabatnya itu belanja. “Dari mana kau berkata seperti itu?” tanya Gaby. “Aku merasa tubuhmu..” kemudian menutup mulutnya. Soal berat badan itu sangat sensitif bagi wanita. Laura cengengesan. “Kau sedikit… berisi. Semakin hot..” menilai tubuh Gaby dari atas hingga bawah. “Itu aku bahagia. Bukan berarti aku hamil.” Gaby menonyor bahu temannya itu dengan gemas. Laura mengusap perut Gaby. “Tapi aku berharap kau segera hamil. Aku ingin melihat anakmu..” G
“Laura? Kenapa tiba-tiba mati?” tanya Gaby panik. “Laura kau di mana?” Gaby hampir berteriak. Namun beberapa detik kemudian, semua lampu dinyalakan. Sampai akhirnya Gaby berbalik—melihat Haven yang sudah membawa kue berserta lilin diatasnya. “Happy birthday sayang,” ucap Haven sembari mendekat membawa kue tersebut. Gaby menyipitkan mata. “Bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanyanya. Haven mendekat. “Bisa dong..” balasnya. “Sekarang make a wish dulu.” Gaby mengangguk. mengepalkan tangan dan memejamkan mata. Memanjatkan harapannya di ulang tahunnya ini. ‘Semoga semua orang terdekatku merasakan kebahagiaan. Semoga aku dan Haven segera mendapatkan babby kita.’ Setelah itu meniup lilin sampai padam. “Selamat ulang tahun ya..” Haven mengusap puncak kepala Gaby. Gaby menatap ruangan yang sudah terlihat berbeda. Bukan lagi ruangan yang penuh dengan pakaian dan tas. Semua berganti dengan dekorasi sederhana, balon.. dan lampu kemerlip. Sejak kapan? Seperti sulap
“Hadiah kamu.” Haven memberikan satu kotak. Gaby menerimanya dan membuka kotak tersebut. Sebuah kalung berwarna silver yang indah. Dengan gandul huruf g. “Uwaaah…” Gaby mengambil kalung itu. “Biar aku yang memasangkannya.” Haven meraih kalung itu. Kemudian memasangkannya ke leher Gaby. Haven mengecup tengkuk Gab pelan. Melihat bayangan mereka di hadapan kaca. Haven tersenyum. “Kamu sangat cantik.” Kemudian mencuri satu kecupan di pipi istrinya. Gaby memutar tubuhnya. “Terima kasih ya. Kamu benar-benar membuktikan jika kehidupan pernikahan tidak semenakutkan itu.” “Selama pernikahan kita, aku selalu bahagia.” Haven menyatukan dahi mereka. merangkul pinggang Gaby dengan kedua tangannya. Meresapi setiap moment kebersamaan mereka. “Aku minta maaf,” ucap Gaby. Ia mendongak. “Aku minta maaf karena menyusahkan kamu. Aku minta maaf atas semua perlakuan burukku terhadap kamu.” Haven tersenyum. “Tidak masalah. Sudah seharusnya kamu melakukannya. aku tidak keberatan.”
5 bulan berlalu. Gaby positif hamil. Belum tahu bayi perempuan atau laki-laki. Tapi Gaby maupun Haven sangat bahagia. Ada saja keinginan Gaby yang aneh saat hamil. Seperti saat ini. tiba-tiba ingin ke rumah neneknya di kampung. Ingin melihat sungai di samping desa. Demi istrinya yang tercinta. Haven rela membatalkan jadwal pentingnya untuk menemani istrinya pergi ke desa. Menempuh perjalanan berjam-jam, akhirnya mereka sampai juga di rumah kecil milik nenek Gaby. “Aduh cucu nenek…” nenek keluar dari rumah menyambut Gaby dan Haven. Memang sudah tua, semua rambutnya memutih dan wajahnya terdapat lipatan. Tapi semangatnya masih luar biasa. Nenek tinggal sendirian di rumah. Tidak mau tinggal bersama anaknya. Ingin menghabiskan masa tua di tempat kelahirannya. Gaby memeluk neneknya. “Nenek gimana kabarnya?” tanyanya. “Nenek sehat…” nenek berganti memeluk Haven. “Aduh cucu nenek ada tiga sekarang. Yang tampan ada dua..” Nenek menepuk pelan bahu Haven. “Tinggi sekali seperti
“Saya tadi mencari anda. Tapi anda langsung pergi. saya bertanya pada bodyguard anda, katanya anda sedang pergi ke gereja.” Polisi yang membantu penyelidikan kasus Agatha. Gio mengangguk. mereka duduk di sebuah bangku. Polisi itu mengeluarkan rokok, menyulutnya kemudian menghisapnya perlahan. “Terima kasih,” ucap Gio. “Terima kasih sudah membantu saya. Kapanpun anda membutuhkan bantuan, anda bisa menghubungi saya.” Polisi itu mengangguk.“Saya dulu yang memegang kasus Bryan Harper.” Gio menoleh. baru tahu mengenai hal itu. “Dari awal saya memang menemukan keanehan pada kasus itu. namun, para atasan menyuruh saya untuk diam saja. waktu itu saya memberontak dan berusaha untuk mengungkap kasus tersebut, tapi karena saya membangkang. Saya diturunkan jabatan…” “Dari sanalah saya tidak memegang kasus besar. Tapi anda datang, membantu saya juga…” polisi itu menatap Gio. “Saya juga berterima kasih pada anda. Karena anda, saya bisa menempati posisi awal saya.” Gio mengangguk. “Ternya
“Ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan bukti….” Semua dijelaskan secara rinci. Semua yang membuktikan Levin sebagai dalang dibalik pembunuhan dan perencanaan pembunuhan. “Sebelum itu, ada hal yang ingi disampaikan?” tanya Hakim. Levin menatap semua orang yang ada di sana. Tidak ada satupun keluarga Levin yang datang ke pengadilah. Saudara, anak bahkan istrinya tidak ada yang datang. Tidak tahu apa yang terjadi. Tapi mereka tidak ada yang datang. “Tidak ada.” “DASAR BAJINGAN!” teriak Jessika. “KAU TIDAK HANYA MEMBUNUH SAUDARAMU SENDIRI, KAU MEMBUNUH ANAK SAUDARAMU JUGA. KAU TIDAK MERASA BERSALAH?” Pak Rudi berusaha menenangkan Jessika lagi. “Tenang Jessika…” Jessika memberontak. Ia melepaskan tangan pak Rudi di lengannya. “DASAR BAJINGAN! DASAR IBLIS! SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKANMU!” “Iya Jessika. Iya… tenang dulu ya..” pak Rudi membawa Jessika untuk duduk kembali. “Jangan berteriak. Nanti kau bisa diusir..” ucap Pak Rudi lagi. Sementara
Semua berjalan begitu saja. Dan Agatha masih sama. tidak kunjung bangun. Kata dokter, tidak ada perubahan pada Agatha. Dan yang terakhir. Dokter itu menegaskan. Tidak ada harapan, tubuh Agatha hanya ditopang oleh alat-alat medis. Jika tanpa alat medis tersebut—Agatha tidak akan bertahan. Tapi Gio bersikukuh mempertahankan Agatha. ia akan menunggu—sampai kapanpun. Ia akan menunggu selama apapun. Ia akan tetap menunggu Agatha bangun. “Dia terlihat lelah bukan…” Aluna berada di samping Gio. Menatap kaca yang menampilkan Agatha terbaring lemah. Kian hari kian kurus.. Kian hari tubuhnya—seluruh tubuhnya termasuk wajahnya juga pucat. Gio menghela napas. Kemudian mengangguk. Hanya anggukan untuk menjawab ucapan mamanya. “Jangan bilang mama juga menyuruhku untuk melepaskan Agatha, seperti orang-orang lain yang menyuruhku untuk menyerah saja?” tanya Gio. Aluna menggeleng. “Tidak.” “Mama tidak akan menyuruh kamu melepaskan. Jika mama ada di posisi kamu. mama juga
Semua bukti telah diberikan kepada polisi. Dengan semua bukti yang telah lengkap itu, kasus langsung ke kejaksaan. Semua orang dipanggil… Calista menjadi tersangka utama dalam kasus itu. Calista yang terbukti menjadi orang yang menyuruh pria untuk membunuh Agatha. Sampai akhirnya Calista ditetapkan menjadi tersangka. Karena tidak ingin hancur sendirian. Ia juga menyeret nama Levin. Sampai Levin pun sekarang menjadi terdakwa… Menjadi orang yang dicurigai menjadi dalang utama dari rencana pembunuhan Agatha. Satu persatu terbuka… Kasus yang telah ditutup pun akhirnya dibuka juga. Kasus kecelakaan Jordy dan kecelakaan Bryan Harper. Rumah Levin digrebek. Ruangan kantor Levin juga tidak luput dari penyelidikan. Penangkapan Levin pun menjadi perbincangan karena, pria itu ditangkap saat berada di bandara. Hendak melarikan diri keluar negeri. Ada banyak bukti-bukti yang di dapatkan setelah penggrebekan itu. Ponsel-ponsel yang disembunyikan oleh Levin… Ponsel yan
Gio mengangguk mengerti. “Saya punya kenalan seorang hakim yang sangat tegas…” polisi itu berhenti sejenak. “Tapi saya tidak bisa memilik hakim saat kasus sudah masuk ke kejaksaan.”“Siapa hakim itu?” tanya Gio. “Saya akan mengirimkan detailnya.” Gio berdiri dari duduknya. “Jika kau berhasil mengerjakan kasusku dengan baik. aku akan memberimu bayaran tambahan.”Polisi itu ikut berdiri kemudian menggeleng. “Tidak. Sudah menjadi tugas saja menangani kasus dengan benar. Anda datang ke sini menandakan bahwa saya adalah penegak hukum yang dapat dipercaya.” “Anda tidak perlu membayar saya lagi. karena memang sudah tugas saya.” Gio mengernyit. tapi kemudian berjalan mendekat. “Jika suatu nanti kau memerlukan bantuan. Kau bisa menghubungiku.” Setelah itu Gio pergi. [Keadaan Agatha memburuk] sebuah pesan dari bodyguard. Gio langsung pergi ke rumah sakit. Meski jadwalnya yang begitu padat. Gio tidak peduli. Ia tetap pergi ke rumah sakit untuk melihat bagaimana keadaan kekasihnya. Ses
Sudah beberapa hari Agatha dirawat. Meski mendapatkan penjagaan ketat, Gio masih mengijinkan orang-orang terdekat Agatha menjenguk. Bukan hanya terdekat, karyawan Agatha, teman-teman Agatha. Silih berganti orang-orang datang—mereka hanya bisa melihat Agatha dari jendela. Semuanya berhati-hati. keadaan Agatha belum stabil. Gio menunduk—di sela-sela kesibukannya. Ia menyempatkan diri untuk datang menjenguk Agatha. “Babe..” panggil Gio. “Kamu tidak bosan terus tidur seperti ini?” tanya Gio. “Semua orang menyayangi kamu.” Gio mengambil tangan Agatha. Mengenggamnya perlahan. Mengusapnya dengan sayang. Sesekali mengecupnya. Wajah Agatha kian hari kian pucat. Kata dokter, mengajak pasien koma berbicara dan bercerita bisa membantu mereka pulih. Untuk itu, Gio selalu berbicara. Meski ia tidak terlalu bisa bercerita. “Hari ini.. semua karyawanmu datang menjenguk. Ada perempuan yang mengajak kamu minum juga. Aku tidak tahu namanya.” “Tapi dia terlihat begitu sedih melih
Gio bisa menarik kesimpulan bahwa… Calista yang merencanakan membunuh Agatha. Tapi pasti ada yang menyuruh Calista untuk melakukannya. Untuk itu…. “Serahkan semua pada polisi.” Gio berkacak pinggang. “Jangan serahkan pada polisi biasa. Mereka pasti akan disuap lagi.” “Serahkan pada polisi yang memang bertanggung jawab. Supaya bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut.” Detekti itu mengangguk. “Saya ada kenalan orang dalam kepolisian. Apa anda ingin bertemu lebih dahulu dengannya?” Gio berpikir sejenak. Kemudian mengangguk. Sebelum itu Gio mengambil ponselnya. “Saya minta tolong pada anda, sekarang juga. Pindahkan kakak ipar Agatha beserta anak-anaknya ke tempat yang saya siapkan..” Pak Rudi di balik telepon pasti sangat terkejut dengan perkataan Gio. Tiba-tiba saja meminta untuk memindahkan keluarga Agatha. “memangnya apa yang terjadi?” “Saya akan menjelaskan semuanya saat sudah selesai,” balas Gio. “Juga.. awasi Calista. Jangan sampai keluar dari mansion. Usa
7 bulan yang lalu… Seorang wanita tengah berjalan ke sebuah restoran. Langkahnya begitu mantap memasuki sebuah restoran. Calista masuk ke sebuah ruang makan yang tertutup. di sanalah ia bertemu dengan seorang pria… “kau terlambat 10 menit.” Levin duduk santai. Di meja sudah ada beberapa makanan pembuka. Calista duduk di hadapan Levin. “Sudah lama tidak bertemu denganmu seperti ini,” ucap Levin. Calista menatap Levin. Kemudian tertawa pelan. “Hm. Tepatnya sejak kau takut hubungan kita diketahui oleh banyak orang.” Levin tersenyum miring. Matanya menatap tubuh Calista dari atas hingga bawah. “Kau masih sama seperti dulu. tubuhmu… cara berpakaian. Caramu duduk…” Calista tersenyum miring. “Kau masih memperhatikanku?” kemudian menggeleng. “Tidak berguna.” Levin tersenyum. “Kau semakin berani. Dulu kau bahkan tidak berani menatap mataku. Tapi sekarang kau terang-terangan menghinaku.” “Ada banyak hal yang berubah.” Calista berdecih pelan. Levin mengambil rokoknya—k
Gio berada di dalam ruangan Agatha. Alat-alat medis itu tertancap di tubuh Agatha. Gio pun menggunakan pakaian khusus saat berada di dalam sana. Gio mengusap punggung tangan Agatha. “Banyak yang menyayangimu.” Gio menunduk. “Kau harus bangun…” Tidak ada pergerakan. Tubuh Agatha seakan kaku. Seperti mayat hidup. Gio mengecup beberapa kali punggung tangan Agatha. “Agatha…” lirih Gio. “Jangan tinggalkan aku.” Gio memejamkan mata. satu tetes air matanya keluar. Gio cepat-cepat mengusapnya. Takutnya Agatha melihatnya. “Aku mencintaimu.” Gio berdiri—mengecup dahi Agatha. “Aku mencintaimu. Dari dulu sampai sekarang. Dan tidak akan pernah berubah.” Gio tersenyum tipis. “Jangan lama-lama tidurnya.” Tangannya mengusap pipi Agatha pelan. Ia berhenti sampai ada bunyi dering ponselnya. Gio menjauh—merogoh saku celananya dan mengangkat siapa yang meneleponnya. “Kami sudah menangkapnya, Sir. Kami sudah membawa dia ke tempat yang anda inginkan.” “Aku akan ke sana.” Gio