21++ Pagi harinya. Gaby terbangun dengan kepala yang begitu berat. Sinar matahari yang masuk membuatnya terbanngun meski masih begitu mengantuk. Gaby bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Apa yang ia ingat tentang tadi malam. ia mengingat semuanya. Bibirnya menyunggingkan senyum. Ia percaya Haven berubah. Pria itu tidak seperti dulu lagi. Selesai membersihkan diri, ia keluar dari kamar. Melihat Haven yang sibuk membuat sarapan. “Dia rajin juga.” Gaby mendekat. “Buat apa?” Haven menoleh ke belakang. “Sarapan buat kamu.” kemudian mendekat dan mengecup bibir Gaby. Gaby tidak bisa menahan senyumnya. Setelah itu Haven kembali fokus dengan masakannya. Gaby mendekat dan memberanikan diri untuk memeluk pria itu dari belakang. “Jangan menggodaku,” lirih Haven. Gaby tertawa pelan. “Kalau aku menggodamu bagaimana?” Haven mematikan kompor dan berbalik. “Gaby..” Gaby lagi-lagi hanya tertawa. Ia mendongak dan menatap Haven. “Dilihat-lihat kamu tampan juga ya..”
Hubungan Gaby dan Haven kian membaik. Kian harmonis dan romantis. Setiap jam makan siang, Haven akan menyempatkan waktunya untuk pergi ke kantor Gaby. Mereka akan pergi ke restoran dan makan siang bersama. Meski statusnya sebagai istri. Ia tetap bekerja dan menikmati waktunya sesekali bersama temannya. “Apa mungkin kau hamil ya?” ucap Laura yang saat ini sedang bersama Gaby. Seperti biasa, mereka akan jalan-jalan ke mall. Gaby yang sering mengantar Laura berbelanja barang mahal. Sedangkan dirinya akan menunggu sahabatnya itu belanja. “Dari mana kau berkata seperti itu?” tanya Gaby. “Aku merasa tubuhmu..” kemudian menutup mulutnya. Soal berat badan itu sangat sensitif bagi wanita. Laura cengengesan. “Kau sedikit… berisi. Semakin hot..” menilai tubuh Gaby dari atas hingga bawah. “Itu aku bahagia. Bukan berarti aku hamil.” Gaby menonyor bahu temannya itu dengan gemas. Laura mengusap perut Gaby. “Tapi aku berharap kau segera hamil. Aku ingin melihat anakmu..” G
“Laura? Kenapa tiba-tiba mati?” tanya Gaby panik. “Laura kau di mana?” Gaby hampir berteriak. Namun beberapa detik kemudian, semua lampu dinyalakan. Sampai akhirnya Gaby berbalik—melihat Haven yang sudah membawa kue berserta lilin diatasnya. “Happy birthday sayang,” ucap Haven sembari mendekat membawa kue tersebut. Gaby menyipitkan mata. “Bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanyanya. Haven mendekat. “Bisa dong..” balasnya. “Sekarang make a wish dulu.” Gaby mengangguk. mengepalkan tangan dan memejamkan mata. Memanjatkan harapannya di ulang tahunnya ini. ‘Semoga semua orang terdekatku merasakan kebahagiaan. Semoga aku dan Haven segera mendapatkan babby kita.’ Setelah itu meniup lilin sampai padam. “Selamat ulang tahun ya..” Haven mengusap puncak kepala Gaby. Gaby menatap ruangan yang sudah terlihat berbeda. Bukan lagi ruangan yang penuh dengan pakaian dan tas. Semua berganti dengan dekorasi sederhana, balon.. dan lampu kemerlip. Sejak kapan? Seperti sulap
“Hadiah kamu.” Haven memberikan satu kotak. Gaby menerimanya dan membuka kotak tersebut. Sebuah kalung berwarna silver yang indah. Dengan gandul huruf g. “Uwaaah…” Gaby mengambil kalung itu. “Biar aku yang memasangkannya.” Haven meraih kalung itu. Kemudian memasangkannya ke leher Gaby. Haven mengecup tengkuk Gab pelan. Melihat bayangan mereka di hadapan kaca. Haven tersenyum. “Kamu sangat cantik.” Kemudian mencuri satu kecupan di pipi istrinya. Gaby memutar tubuhnya. “Terima kasih ya. Kamu benar-benar membuktikan jika kehidupan pernikahan tidak semenakutkan itu.” “Selama pernikahan kita, aku selalu bahagia.” Haven menyatukan dahi mereka. merangkul pinggang Gaby dengan kedua tangannya. Meresapi setiap moment kebersamaan mereka. “Aku minta maaf,” ucap Gaby. Ia mendongak. “Aku minta maaf karena menyusahkan kamu. Aku minta maaf atas semua perlakuan burukku terhadap kamu.” Haven tersenyum. “Tidak masalah. Sudah seharusnya kamu melakukannya. aku tidak keberatan.”
5 bulan berlalu. Gaby positif hamil. Belum tahu bayi perempuan atau laki-laki. Tapi Gaby maupun Haven sangat bahagia. Ada saja keinginan Gaby yang aneh saat hamil. Seperti saat ini. tiba-tiba ingin ke rumah neneknya di kampung. Ingin melihat sungai di samping desa. Demi istrinya yang tercinta. Haven rela membatalkan jadwal pentingnya untuk menemani istrinya pergi ke desa. Menempuh perjalanan berjam-jam, akhirnya mereka sampai juga di rumah kecil milik nenek Gaby. “Aduh cucu nenek…” nenek keluar dari rumah menyambut Gaby dan Haven. Memang sudah tua, semua rambutnya memutih dan wajahnya terdapat lipatan. Tapi semangatnya masih luar biasa. Nenek tinggal sendirian di rumah. Tidak mau tinggal bersama anaknya. Ingin menghabiskan masa tua di tempat kelahirannya. Gaby memeluk neneknya. “Nenek gimana kabarnya?” tanyanya. “Nenek sehat…” nenek berganti memeluk Haven. “Aduh cucu nenek ada tiga sekarang. Yang tampan ada dua..” Nenek menepuk pelan bahu Haven. “Tinggi sekali seperti
Sore itu, Gaby dan Haven pergi ke sungai. Seperti keinginan Gaby yang ingin bermain di sungai dekat sawah. Katanya sekalian melihat matahari terbenam dari sana. Katanya, itu bukan keinginan Gaby, melainka keinginan dari baby mereka yang ada di dalam perut. Haven menurut saja. selagi istrinya senang, ia akan melakukannya. Berjalan sebentar dan sampai. “Waah..” lirih Gaby. Ia mengambil duduk di pinggir dan memasukkan kakinya ke dalam air. “Jernih sekali..” lirihnya. “Ayo kamu ke sini.” Haven menuruti keinginan Gaby. Ia duduk di pinggir sembari memasukkan kakinya ke dalam kolam. “Kamu mau tahu gak cerita mama sama papaku dulu?” tanya Gaby sembari mendekat. Haven mengernyit. “Memangnya apa?” “Sedikit menakutkan sih.” “Memangnya apa?” Haven semakin penasaran. “Dulu papa itu disuruh belajar bela diri di dekat hutan sana.” menunjuk sebuah hutan. “Di dalam sana ada sebuah pondok untuk belajar bela diri.” “Lalu…” balas Haven. ia menatap ke bawah. Ternyata kakinya digigit oleh i
Extra chapter 1 tahun berlalu. “Chelyn… ayo makan nak.” Gaby menyuapi Chelyn yang susah makan. Bayi berusia 6 bulan itu berada di atas tempat duduk. anak pertama dari pasangan Haven dan Gabriella. Balita mungil nan cantik itu nampak memanggil Gaby dengan sebutan mama… “Aaaa…” “Pintarnya..” Gaby tersenyum ketika Chelyn mau makan. Sedangkan dari pintu, seorang pria baru saja pulang dari kantor. Langkahnya pelan menuju istri dan anaknya yang sedang berada di ruang keluarga. Bibir Haven tidak bisa berhenti tersenyum. hatinya selalu menghangat ketika melihat istri dan anaknya di rumah. Haven tidak pernah meminta Gaby untuk menjadi ibu rumah tangga saja di rumah. Namun Gaby sendiri yang memutuskan untuk di rumah saja, mengurus anak mereka. Juga… Haven telah membutnya hamil lagi. Saat ini ia mengandung anak mereka yang kedua. Kehamilannya baru berusia 1 bulan. “Halo anak papa…” Haven mengecup singkat pipi Gaby sebelum mendekati anaknya. “Makan sama papa ya.
Giorgino Hendra Winston. Putra sulung keluarga Ethan Winston, sekaligus pewaris utama Winston corp. Diumurnya yang menginjak 33 tahun, nampaknya masih betah untuk melajang. Selain pekerjaan dan karir, tidak ada yang ia pikirkan. Hidup Gio hanya bergelut sebatas bekerja dan bekerja. Bahkan keluarganya pun sudah lelah memberitahunya untuk sesekali menikmati hidup. Jika ada penghargaan untuk pria terlurus, tidak macam-macam, pendiam mungkin Gio sudah mendapatkannya berkali-kali. Sering kali menjadi incaran para bapak-bapak pejabat untuk dinikahkan dengan putri mereka. Sering kali menjadi menantu idaman bagi teman ibunya. Namun Gio tetaplah Gio yang belum memikirkan masalah percintaan. Malam ini. langkahnya begitu tegap menuju ruang restoran. Beberapa mata memandangnya. Selain postur tubuhnya yang sempurna. Wajahnya juga sempurna. Setiap pahatan di wajahnya seakan diciptakan tanpa cela.Malam ini akan rapat dengan kliennya yang berasal dari Spanyol. Baru saja masuk ke dalam re
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c
Agatha pulang. Berjalan gontai masuk ke dalam penthouse. Tadi.. di rumah sakit. Karena dirinya semuanya malah bertengkar. Orang tua Gio memang berpihak padanya. tapi tidak dengan nenek Gio yang begitu membencinya. Tadi di rumah sakit…. “Jangan lakukan hal itu, Mom.” Aluna lagi-lagi menarik margaret agar menjauh dari Agatha. “Gio bukan anak kecil. Dia dewasa dan dia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Dia ingin melindungi Agatha. aku sebagai orang tua tidak bisa mencegahnya dan akan mendukungnya.” “Kamu gila? setelah melihat anakmuu sekarat kamu mengatakan hal ini?” tanya Margaret memegang lengan Aluna. “Sadarlah Aluna, Gio ditusuk pria yang mengincar wanita itu.” margaret menatap Agatha begitu benci. Aluna memijjit keningnya. “Jangan membahas hal ini lebih dulu. Kita tunggu Gio..” “Gio tahu apa yang harus dilakukannya.” Margaret menatap Ethan. “Apa yang kamu lakukan?” “Semua keputusan ada di tangan Gio. Aku sebagai orang tua tidak bisa memaksanya. Begitupun
Setelah memberikan pidato, Agatha tidak tahu Gio ke mana. Ia langsung pergi dan mencari pria itu bersama bodyguard yang lain. Tapi tubuhnya langsung kaku ketika melihat Gio yang tertusuk. Gio dibawa ke rumah sakit. Sedangkan penjahat itu sudah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Agatha tidak bisa berhenti cemas. Ia menunggu Gio di depan ruang ICU. Tubuhnya berlumuran dengan darah… Agatha tidak peduli pada dirinya sendiri. Ia duduk dengan kepala yang menunduk. menunggu berjam-jam Gio yang masih mendapat perawatan oleh dokter. agatha mendongak ketika mendengar suara langkah kaki. Ia melihat kedua orang tua Gio yang baru datang. “Bagaimana keadaannya?” tanya Ethan pada Agatha. “Gio masih dirawat di dalam,” balas Agatha. Ethan menatap Agatha. “Aku yakin kamu sudah tahu kalau kita orang tua Gio. Kami juga sudah tahu kamu kekasih Gio. Kamu bisa jelaskan pada kami bagaimana semuanya bisa terjadi?” Agatha meremas pelan tangannya. Tapi—elusan lembut di bahuny
Semuanya berjalan dengan lancar. Gio yang melindungi Agatha sehingga membuat Agatha benar-benar aman. Namun, Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Gio yang ada urusan bisnis di luar negeri. Tapi katanya akan pulang hari ini, entah jam berapa. Agatha berada di dalam mobil—ia sampai di sebuah gedung. Acara yang didatangi adalah sebuah peluncuran produk baru dan peresmian kerja sama antara Harper Advertise dengan brand tersebut. Untuk itu Agatha begitu antusias. Agatha keluar dari mobilnya.. Masuk pelan ke dalam gedung. Ternyata sudah ada beberapa orang yang datang. Semuanya berjalan dengan lancar. Sampai seorang mc menyatakan dengan resmi akan terjalin kerja sama. “Untuk Ibu Agatha waktu dipersilahkan…” Agatha mengangkat micnya. Ia tersenyum ke depan. Namun pandangannya tertuju pada satu pria yang sedang berada di antara orang-orang yang hadir. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan tengah tersenyum kepadanya. “Saya Agatha.. saya pemimpin Harper Adve