“Hadiah kamu.” Haven memberikan satu kotak. Gaby menerimanya dan membuka kotak tersebut. Sebuah kalung berwarna silver yang indah. Dengan gandul huruf g. “Uwaaah…” Gaby mengambil kalung itu. “Biar aku yang memasangkannya.” Haven meraih kalung itu. Kemudian memasangkannya ke leher Gaby. Haven mengecup tengkuk Gab pelan. Melihat bayangan mereka di hadapan kaca. Haven tersenyum. “Kamu sangat cantik.” Kemudian mencuri satu kecupan di pipi istrinya. Gaby memutar tubuhnya. “Terima kasih ya. Kamu benar-benar membuktikan jika kehidupan pernikahan tidak semenakutkan itu.” “Selama pernikahan kita, aku selalu bahagia.” Haven menyatukan dahi mereka. merangkul pinggang Gaby dengan kedua tangannya. Meresapi setiap moment kebersamaan mereka. “Aku minta maaf,” ucap Gaby. Ia mendongak. “Aku minta maaf karena menyusahkan kamu. Aku minta maaf atas semua perlakuan burukku terhadap kamu.” Haven tersenyum. “Tidak masalah. Sudah seharusnya kamu melakukannya. aku tidak keberatan.”
5 bulan berlalu. Gaby positif hamil. Belum tahu bayi perempuan atau laki-laki. Tapi Gaby maupun Haven sangat bahagia. Ada saja keinginan Gaby yang aneh saat hamil. Seperti saat ini. tiba-tiba ingin ke rumah neneknya di kampung. Ingin melihat sungai di samping desa. Demi istrinya yang tercinta. Haven rela membatalkan jadwal pentingnya untuk menemani istrinya pergi ke desa. Menempuh perjalanan berjam-jam, akhirnya mereka sampai juga di rumah kecil milik nenek Gaby. “Aduh cucu nenek…” nenek keluar dari rumah menyambut Gaby dan Haven. Memang sudah tua, semua rambutnya memutih dan wajahnya terdapat lipatan. Tapi semangatnya masih luar biasa. Nenek tinggal sendirian di rumah. Tidak mau tinggal bersama anaknya. Ingin menghabiskan masa tua di tempat kelahirannya. Gaby memeluk neneknya. “Nenek gimana kabarnya?” tanyanya. “Nenek sehat…” nenek berganti memeluk Haven. “Aduh cucu nenek ada tiga sekarang. Yang tampan ada dua..” Nenek menepuk pelan bahu Haven. “Tinggi sekali seperti
Sore itu, Gaby dan Haven pergi ke sungai. Seperti keinginan Gaby yang ingin bermain di sungai dekat sawah. Katanya sekalian melihat matahari terbenam dari sana. Katanya, itu bukan keinginan Gaby, melainka keinginan dari baby mereka yang ada di dalam perut. Haven menurut saja. selagi istrinya senang, ia akan melakukannya. Berjalan sebentar dan sampai. “Waah..” lirih Gaby. Ia mengambil duduk di pinggir dan memasukkan kakinya ke dalam air. “Jernih sekali..” lirihnya. “Ayo kamu ke sini.” Haven menuruti keinginan Gaby. Ia duduk di pinggir sembari memasukkan kakinya ke dalam kolam. “Kamu mau tahu gak cerita mama sama papaku dulu?” tanya Gaby sembari mendekat. Haven mengernyit. “Memangnya apa?” “Sedikit menakutkan sih.” “Memangnya apa?” Haven semakin penasaran. “Dulu papa itu disuruh belajar bela diri di dekat hutan sana.” menunjuk sebuah hutan. “Di dalam sana ada sebuah pondok untuk belajar bela diri.” “Lalu…” balas Haven. ia menatap ke bawah. Ternyata kakinya digigit oleh i
Extra chapter 1 tahun berlalu. “Chelyn… ayo makan nak.” Gaby menyuapi Chelyn yang susah makan. Bayi berusia 6 bulan itu berada di atas tempat duduk. anak pertama dari pasangan Haven dan Gabriella. Balita mungil nan cantik itu nampak memanggil Gaby dengan sebutan mama… “Aaaa…” “Pintarnya..” Gaby tersenyum ketika Chelyn mau makan. Sedangkan dari pintu, seorang pria baru saja pulang dari kantor. Langkahnya pelan menuju istri dan anaknya yang sedang berada di ruang keluarga. Bibir Haven tidak bisa berhenti tersenyum. hatinya selalu menghangat ketika melihat istri dan anaknya di rumah. Haven tidak pernah meminta Gaby untuk menjadi ibu rumah tangga saja di rumah. Namun Gaby sendiri yang memutuskan untuk di rumah saja, mengurus anak mereka. Juga… Haven telah membutnya hamil lagi. Saat ini ia mengandung anak mereka yang kedua. Kehamilannya baru berusia 1 bulan. “Halo anak papa…” Haven mengecup singkat pipi Gaby sebelum mendekati anaknya. “Makan sama papa ya.
Giorgino Hendra Winston. Putra sulung keluarga Ethan Winston, sekaligus pewaris utama Winston corp. Diumurnya yang menginjak 33 tahun, nampaknya masih betah untuk melajang. Selain pekerjaan dan karir, tidak ada yang ia pikirkan. Hidup Gio hanya bergelut sebatas bekerja dan bekerja. Bahkan keluarganya pun sudah lelah memberitahunya untuk sesekali menikmati hidup. Jika ada penghargaan untuk pria terlurus, tidak macam-macam, pendiam mungkin Gio sudah mendapatkannya berkali-kali. Sering kali menjadi incaran para bapak-bapak pejabat untuk dinikahkan dengan putri mereka. Sering kali menjadi menantu idaman bagi teman ibunya. Namun Gio tetaplah Gio yang belum memikirkan masalah percintaan. Malam ini. langkahnya begitu tegap menuju ruang restoran. Beberapa mata memandangnya. Selain postur tubuhnya yang sempurna. Wajahnya juga sempurna. Setiap pahatan di wajahnya seakan diciptakan tanpa cela.Malam ini akan rapat dengan kliennya yang berasal dari Spanyol. Baru saja masuk ke dalam re
Gio sampai tidak bisa berkata-kata lagi dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu. Ia menunjuk wanita itu. “Kau—” Wanita itu menarik Gio dan menggandeng lengan Gio lagi. Gio yang sudah tidak bisa berdebat lagi akhirnya membiarkan wanita itu. Daripada ia harus telat dan membuat kliennya menunggunya. Wanita itu tersenyum ketika berhasil masuk ke dalam restoran. Ia berhenti dan menatap Gio. “Namaku Agatha, Agatha Ethelind Harper.” “Karena kau telah membantuku, aku akan mentraktirmu nanti. Tapi aku harus buru-buru pergi.” wanita itu mengulurkan tangannya. Tapi Gio hanya menatap tangan wanita itu tanpa berniat menjabatnya. “Aku tidak mau berurusan denganmu.” Gio menatap wanita itu datar. Agatha mengangguk. “Baiklah. Tapi aku ingin berterima kasih.” “Berikan aku tanda pengenalmu.” Mengulurkan tangannya lagi. Kali ini lebih memaksa untuk mendapatkan kartu nama Gio. “Tidak,” balas Gio dengan datar. Gio menatap jam tangannya. Sudah telat satu menit. “Tunggu.” Agatha mendekat. R
Agatha berkacak pinggang. “KENAPA KALAU AKU MISKIN? KENAPA? SETIDAKNYA AKU TIDAK MENJADI JALANG YANG MEREBUT KEKASIH ORANG LAIN!” Agatha menyesal datang ke sini. Mempertaruhkan harga dirinya dengan mencium orang asing untuk masuk ke dalam sini. Yang ia temukan adalah kenyatahan pahit. Tunangannya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Sahabat yang selama ini berada di sisinya di saat ia susah. Luna. Perempuan yang ia kira baik selama ini ternyata menusuknya dari belakang. “TUTUP MULUTMU JALANG!” Luna menarik rambut Agatha. “Akh!” Agatha kesakitan. Ia mencoba melepaskan tangan Luna dari rambutnya. Namun tarikan Luna semakin kuat. Tidak mau kalah, akhirnya Agatha menarik rambut Luna juga. “Lepaskan aku bitch!” teriak Agatha. “Tidak usah sok cantik kau jalang! Kau hanyalah miskin yang dibuang orang tuamu!” teriak Luna. Agatha mendorong Luna sekuat tenaga. Agatha menatap Luna penuh kemarahannya. Selama ini ia menceritakan semuanya pada temannya itu. Ia tidak berharap dikas
“AKH!” Agatha meringis kesakitan ketika pantatnya membentur lantai. Matanya nyalang kepada dua manusia itu. Aris buru-buru menyembunyikan Luna di belakangnya. Sigap membentengi Luna apapun yang terjadi. “Jangan lakukan apapun.” Aris menunjuk Agatha. “Hubunganku denganmu berakhir. jangan ganggu aku lagi, apalagi Luna.” Aris memeluk pinggang Luna dari belakang. “Mulai sekarang, semuanya batal. Semuanya berakhir!” teriak Aris. Agatha mengambil sepatunya. “Pergi dari sini.” Agatha mengangkat sepatunya. Aris dan Luna mengerjapkan mata. mereka berdua saling merangkul satu sama lain. “Pergi dari sini!” teriak Agatha lagi. Ia melempar sepatunya ke sembarang arah. Sembari berteriak seperti orang kesetanan. “PERGI!!!” Agatha menutup matanya dan memegang kepalanya frustasi.BRUKKBRUKKEntah ke mana sepatunya. Sampai akhirnya ia membuka mata. Tidak melihat adanya dua orang itu lagi. Tapi ada satu manusia yang saat ini berada di hadapannya. Memegang sepatunya. Wajahnya nampak datar
“Saya tadi mencari anda. Tapi anda langsung pergi. saya bertanya pada bodyguard anda, katanya anda sedang pergi ke gereja.” Polisi yang membantu penyelidikan kasus Agatha. Gio mengangguk. mereka duduk di sebuah bangku. Polisi itu mengeluarkan rokok, menyulutnya kemudian menghisapnya perlahan. “Terima kasih,” ucap Gio. “Terima kasih sudah membantu saya. Kapanpun anda membutuhkan bantuan, anda bisa menghubungi saya.” Polisi itu mengangguk.“Saya dulu yang memegang kasus Bryan Harper.” Gio menoleh. baru tahu mengenai hal itu. “Dari awal saya memang menemukan keanehan pada kasus itu. namun, para atasan menyuruh saya untuk diam saja. waktu itu saya memberontak dan berusaha untuk mengungkap kasus tersebut, tapi karena saya membangkang. Saya diturunkan jabatan…” “Dari sanalah saya tidak memegang kasus besar. Tapi anda datang, membantu saya juga…” polisi itu menatap Gio. “Saya juga berterima kasih pada anda. Karena anda, saya bisa menempati posisi awal saya.” Gio mengangguk. “Ternya
“Ditetapkan menjadi tersangka berdasarkan bukti….” Semua dijelaskan secara rinci. Semua yang membuktikan Levin sebagai dalang dibalik pembunuhan dan perencanaan pembunuhan. “Sebelum itu, ada hal yang ingi disampaikan?” tanya Hakim. Levin menatap semua orang yang ada di sana. Tidak ada satupun keluarga Levin yang datang ke pengadilah. Saudara, anak bahkan istrinya tidak ada yang datang. Tidak tahu apa yang terjadi. Tapi mereka tidak ada yang datang. “Tidak ada.” “DASAR BAJINGAN!” teriak Jessika. “KAU TIDAK HANYA MEMBUNUH SAUDARAMU SENDIRI, KAU MEMBUNUH ANAK SAUDARAMU JUGA. KAU TIDAK MERASA BERSALAH?” Pak Rudi berusaha menenangkan Jessika lagi. “Tenang Jessika…” Jessika memberontak. Ia melepaskan tangan pak Rudi di lengannya. “DASAR BAJINGAN! DASAR IBLIS! SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKANMU!” “Iya Jessika. Iya… tenang dulu ya..” pak Rudi membawa Jessika untuk duduk kembali. “Jangan berteriak. Nanti kau bisa diusir..” ucap Pak Rudi lagi. Sementara
Semua berjalan begitu saja. Dan Agatha masih sama. tidak kunjung bangun. Kata dokter, tidak ada perubahan pada Agatha. Dan yang terakhir. Dokter itu menegaskan. Tidak ada harapan, tubuh Agatha hanya ditopang oleh alat-alat medis. Jika tanpa alat medis tersebut—Agatha tidak akan bertahan. Tapi Gio bersikukuh mempertahankan Agatha. ia akan menunggu—sampai kapanpun. Ia akan menunggu selama apapun. Ia akan tetap menunggu Agatha bangun. “Dia terlihat lelah bukan…” Aluna berada di samping Gio. Menatap kaca yang menampilkan Agatha terbaring lemah. Kian hari kian kurus.. Kian hari tubuhnya—seluruh tubuhnya termasuk wajahnya juga pucat. Gio menghela napas. Kemudian mengangguk. Hanya anggukan untuk menjawab ucapan mamanya. “Jangan bilang mama juga menyuruhku untuk melepaskan Agatha, seperti orang-orang lain yang menyuruhku untuk menyerah saja?” tanya Gio. Aluna menggeleng. “Tidak.” “Mama tidak akan menyuruh kamu melepaskan. Jika mama ada di posisi kamu. mama juga
Semua bukti telah diberikan kepada polisi. Dengan semua bukti yang telah lengkap itu, kasus langsung ke kejaksaan. Semua orang dipanggil… Calista menjadi tersangka utama dalam kasus itu. Calista yang terbukti menjadi orang yang menyuruh pria untuk membunuh Agatha. Sampai akhirnya Calista ditetapkan menjadi tersangka. Karena tidak ingin hancur sendirian. Ia juga menyeret nama Levin. Sampai Levin pun sekarang menjadi terdakwa… Menjadi orang yang dicurigai menjadi dalang utama dari rencana pembunuhan Agatha. Satu persatu terbuka… Kasus yang telah ditutup pun akhirnya dibuka juga. Kasus kecelakaan Jordy dan kecelakaan Bryan Harper. Rumah Levin digrebek. Ruangan kantor Levin juga tidak luput dari penyelidikan. Penangkapan Levin pun menjadi perbincangan karena, pria itu ditangkap saat berada di bandara. Hendak melarikan diri keluar negeri. Ada banyak bukti-bukti yang di dapatkan setelah penggrebekan itu. Ponsel-ponsel yang disembunyikan oleh Levin… Ponsel yan
Gio mengangguk mengerti. “Saya punya kenalan seorang hakim yang sangat tegas…” polisi itu berhenti sejenak. “Tapi saya tidak bisa memilik hakim saat kasus sudah masuk ke kejaksaan.”“Siapa hakim itu?” tanya Gio. “Saya akan mengirimkan detailnya.” Gio berdiri dari duduknya. “Jika kau berhasil mengerjakan kasusku dengan baik. aku akan memberimu bayaran tambahan.”Polisi itu ikut berdiri kemudian menggeleng. “Tidak. Sudah menjadi tugas saja menangani kasus dengan benar. Anda datang ke sini menandakan bahwa saya adalah penegak hukum yang dapat dipercaya.” “Anda tidak perlu membayar saya lagi. karena memang sudah tugas saya.” Gio mengernyit. tapi kemudian berjalan mendekat. “Jika suatu nanti kau memerlukan bantuan. Kau bisa menghubungiku.” Setelah itu Gio pergi. [Keadaan Agatha memburuk] sebuah pesan dari bodyguard. Gio langsung pergi ke rumah sakit. Meski jadwalnya yang begitu padat. Gio tidak peduli. Ia tetap pergi ke rumah sakit untuk melihat bagaimana keadaan kekasihnya. Ses
Sudah beberapa hari Agatha dirawat. Meski mendapatkan penjagaan ketat, Gio masih mengijinkan orang-orang terdekat Agatha menjenguk. Bukan hanya terdekat, karyawan Agatha, teman-teman Agatha. Silih berganti orang-orang datang—mereka hanya bisa melihat Agatha dari jendela. Semuanya berhati-hati. keadaan Agatha belum stabil. Gio menunduk—di sela-sela kesibukannya. Ia menyempatkan diri untuk datang menjenguk Agatha. “Babe..” panggil Gio. “Kamu tidak bosan terus tidur seperti ini?” tanya Gio. “Semua orang menyayangi kamu.” Gio mengambil tangan Agatha. Mengenggamnya perlahan. Mengusapnya dengan sayang. Sesekali mengecupnya. Wajah Agatha kian hari kian pucat. Kata dokter, mengajak pasien koma berbicara dan bercerita bisa membantu mereka pulih. Untuk itu, Gio selalu berbicara. Meski ia tidak terlalu bisa bercerita. “Hari ini.. semua karyawanmu datang menjenguk. Ada perempuan yang mengajak kamu minum juga. Aku tidak tahu namanya.” “Tapi dia terlihat begitu sedih melih
Gio bisa menarik kesimpulan bahwa… Calista yang merencanakan membunuh Agatha. Tapi pasti ada yang menyuruh Calista untuk melakukannya. Untuk itu…. “Serahkan semua pada polisi.” Gio berkacak pinggang. “Jangan serahkan pada polisi biasa. Mereka pasti akan disuap lagi.” “Serahkan pada polisi yang memang bertanggung jawab. Supaya bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut.” Detekti itu mengangguk. “Saya ada kenalan orang dalam kepolisian. Apa anda ingin bertemu lebih dahulu dengannya?” Gio berpikir sejenak. Kemudian mengangguk. Sebelum itu Gio mengambil ponselnya. “Saya minta tolong pada anda, sekarang juga. Pindahkan kakak ipar Agatha beserta anak-anaknya ke tempat yang saya siapkan..” Pak Rudi di balik telepon pasti sangat terkejut dengan perkataan Gio. Tiba-tiba saja meminta untuk memindahkan keluarga Agatha. “memangnya apa yang terjadi?” “Saya akan menjelaskan semuanya saat sudah selesai,” balas Gio. “Juga.. awasi Calista. Jangan sampai keluar dari mansion. Usa
7 bulan yang lalu… Seorang wanita tengah berjalan ke sebuah restoran. Langkahnya begitu mantap memasuki sebuah restoran. Calista masuk ke sebuah ruang makan yang tertutup. di sanalah ia bertemu dengan seorang pria… “kau terlambat 10 menit.” Levin duduk santai. Di meja sudah ada beberapa makanan pembuka. Calista duduk di hadapan Levin. “Sudah lama tidak bertemu denganmu seperti ini,” ucap Levin. Calista menatap Levin. Kemudian tertawa pelan. “Hm. Tepatnya sejak kau takut hubungan kita diketahui oleh banyak orang.” Levin tersenyum miring. Matanya menatap tubuh Calista dari atas hingga bawah. “Kau masih sama seperti dulu. tubuhmu… cara berpakaian. Caramu duduk…” Calista tersenyum miring. “Kau masih memperhatikanku?” kemudian menggeleng. “Tidak berguna.” Levin tersenyum. “Kau semakin berani. Dulu kau bahkan tidak berani menatap mataku. Tapi sekarang kau terang-terangan menghinaku.” “Ada banyak hal yang berubah.” Calista berdecih pelan. Levin mengambil rokoknya—k
Gio berada di dalam ruangan Agatha. Alat-alat medis itu tertancap di tubuh Agatha. Gio pun menggunakan pakaian khusus saat berada di dalam sana. Gio mengusap punggung tangan Agatha. “Banyak yang menyayangimu.” Gio menunduk. “Kau harus bangun…” Tidak ada pergerakan. Tubuh Agatha seakan kaku. Seperti mayat hidup. Gio mengecup beberapa kali punggung tangan Agatha. “Agatha…” lirih Gio. “Jangan tinggalkan aku.” Gio memejamkan mata. satu tetes air matanya keluar. Gio cepat-cepat mengusapnya. Takutnya Agatha melihatnya. “Aku mencintaimu.” Gio berdiri—mengecup dahi Agatha. “Aku mencintaimu. Dari dulu sampai sekarang. Dan tidak akan pernah berubah.” Gio tersenyum tipis. “Jangan lama-lama tidurnya.” Tangannya mengusap pipi Agatha pelan. Ia berhenti sampai ada bunyi dering ponselnya. Gio menjauh—merogoh saku celananya dan mengangkat siapa yang meneleponnya. “Kami sudah menangkapnya, Sir. Kami sudah membawa dia ke tempat yang anda inginkan.” “Aku akan ke sana.” Gio