Ratu Selatan bangun dari tidurnya. Ia kaget menemukan dirinya berada di semak-semak. Matanya melirik benda di atas dada yang dipegangnya. Ia menjerit dan melemparkan benda itu. "Kantong kemenyan siapa itu?" pekik Ratu Selatan kaget. "Dahulu aku sering memotong alat kelamin kalau baru setengah jam saja sudah kelojotan! Siapa yang mempunyai kebiasaan seperti diriku?" Ratu Selatan merasa ada keanehan pada dirinya saat berusaha untuk berdiri. "Hey...? Mengapa tubuhku terasa berat sekali...?" Ratu Selatan mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Pertarungan yang sangat sengit di atas ranjang sungguh menguras energi. Kemudian ia tertidur pulas dan terbangun di atas rerumputan. Hanya itu yang ia ingat. "Apakah Lu Qiu Khan membawaku ke mari? Ia ingin bercinta di alam terbuka?" Ratu Selatan bersedia bercinta di mana saja, asal Lu Qiu Khan mampu menjelma sebagai pria fantasinya. Tapi Lu Qiu Khan tak pernah mampu, sehingga ia sulit untuk bercinta semau-maunya. Ia hanya dapat bercinta
"Ratu Selatan takkan mampu keluar dari pulau terpencil itu kecuali ada nelayan menolongnya, ia sudah menjadi insan biasa." Cakra menyampaikan kabar itu kepada pejabat yang berkumpul di graha tamu istana terasing. "Ratu Selatan berharap mendapat pertolongan dari ketua lama, sebuah harapan yang menjadi mimpi untuk mengisi sisa hidup bersama seekor orang hutan." Khong Jie Na bertanya, "Lalu bagaimana dengan prajurit?" "Kalian tunggu kedatangan dua ratus tokoh istana Nusa Kencana dan dua ratus tokoh istana Timur. Kalian menjadi pasukan pendukung dan tidak terlibat secara langsung untuk meminimalkan korban." Cakra memerintahkan tokoh sakti untuk menghadapi kekuatan istana Selatan, meski jumlahnya tidak berimbang. Target utama mereka adalah melumpuhkan tokoh istana sehingga prajurit secara otomatis akan menyerah. "Aku meminta pasukanmu berjaga di perbatasan Kotaraja di bawah komandomu untuk menghalau bala bantuan dari kadipaten terdekat." "Titah pangeran patik laksanakan." "Tokoh i
Tiga bangsawan itu bangkit dan meninggalkan restoran. Mereka heran melihat kepala prajurit diam saja dengan mulut ternganga. "Apa yang terjadi dengannya?" tanya bangsawan berdasi hitam. "Anak buahnya juga bengong saja seperti ayam kena tetelo." Kepala prajurit dan personilnya baru sadar setelah tiga bangsawan itu keluar restoran. "Kenapa mereka dibiarkan lolos?" bentak kepala prajurit. "Cepat kejar!" Kepala prajurit dan anggotanya seakan lupa dengan Cakra. Ia sudah membuat mereka seperti maniken dengan ilmu Selubung Khayali. Tapi kemudian mereka muncul lagi dan mendatangi Cakra. "Kau ikut kami, anak muda," kata kepala prajurit. "Gara-gara dirimu tiga provokator itu berhasil kabur." Cakra memandang bingung. "Kok jadi menyalahkan aku? Kalian sendiri membiarkan mereka pergi!" "Tapi kau menyuruh mereka pergi!" "Lalu kenapa kalian biarkan? Maka itu kalau lagi bertugas mata jangan jelalatan! Baru melihat hutan liar segomplok saja sudah lupa diri" Kebiasaan perempuan di kadipaten
"Kau ingin di mana, ksatria?" Bao Yu mulai kesal ketika Cakra meninggalkan kota dan memasuki sebuah hutan. Cakra menjawab, "Aku sudah bilang suka-suka aku mau di mana." "Kau tahu risikonya kalau menjebak aku!" gertak Bao Yu. "Untuk apa aku menjebak perempuan separuh baya, sementara ada tiga perempuan muda turut bersamamu?" "Jangan cari perkara denganku!" bentak Jiang Mi. "Seratus keping emas kemurahan untuk kami berempat!" Cakra tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha! Jadi kalian juga ingin lost virgin dengan cover boy tertampan di daratan ini! Berapa tarif kalian?" "Jaga mulutmu!" sergah Xian Lun. "Aku bisa membunuhmu sekarang juga!" "Ha ha ha! Aku bukan play boy mata keranjang yang bisa kau kalahkan dengan selangkangan! Aku adalah pencinta keindahan, dan selangkangan adalah kavling terindah!" "Kurang ajar!" geram Yihua. "Mulutmu kotor sekali!" Kemudian ia minta pendapat mereka, "Bagaimana kalau kita benamkan kepalanya ke lumpur hidup?" "Akur!" "Setuju!" Bao Yu berusaha menena
Empat Perawan Pemetik Teh tersipu malu. "Kenapa pangeran menyamar jadi bangsawan udik?" tanya Bao Yu. "Adipati menunggu-nunggu kedatangan pangeran." Perempuan bercadar memotong, "Oh, seperti itulah seharusnya, ia cocok jadi ksatria pekon." Bao Yu merasa kemunculan wanita bercadar terlalu cepat. Jika sedikit lambat, ia akan menjadi perempuan paling beruntung di kadipaten ini. "Aku dan ketiga sahabatku mohon pamit gusti ratu," kata Bao Yu. "Aku kira perkembangan terakhir di kerajaan Selatan sudah disampaikan lewat sambung kalbu." "Jangan pergi ke arah Timur, Pangeran Indrajaya sedang menuju ke pusat kota. Aku tidak mau kalian dicurigai." "Petuah gusti ratu aku ingat baik-baik." "Jangan lupa kembalikan uangku," kata Cakra. "Transaksi batal." "Oh, iya." "Sudah bawa saja," tukas perempuan bercadar. "Kalian pantas dapat bonus atas pengkondisian di kadipaten ini." Kemudian perempuan bercadar berkata kepada Cakra, "Aku ganti nanti." Keempat bangsawan itu pergi. Mereka berjalan meng
"Oh, honey...!" Perempuan bercadar mencengkram rumput menerima hunjaman yang sangat ganas sampai bokongnya memantul-mantul di atas rerumputan. "Fuck me, honey...!" Perempuan bercadar mengatupkan mata, ia belum pernah bercinta selezat ini. Ada kebahagiaan tersendiri mendengar erangan ksatria itu merasakan nikmatnya sentuhan. Perempuan bercadar menyindir, "Kau bilang serabi ku tanpa taste dan becek...! Apakah demikian yang kau rasakan...?" Perempuan itu rupanya sakit hati dengan ucapan Cakra beberapa waktu lalu, padahal ia hanya bercanda supaya perempuan itu muak dan tidak mengikutinya. "Oh, honey...!" Perempuan bercadar merintih nikmat mendapat hunjaman bertubi-tubi. Bokongnya sampai melesak ke rerumputan. Cakra melihat di kejauhan putera mahkota kerajaan Selatan dan beberapa tokoh istana memacu kuda dengan kencang menuju ke arahnya. "Brengsek!" maki Cakra. "Ada saja gangguan!" "Cepatlah...!" "Belum apa-apa...!" Perempuan bercadar memandang kagum. Alangkah perkasa ksatria
Tokoh sakti istana Selatan yang membantu Indrajaya bertumbangan dihantam perempuan bercadar. Perempuan itu seakan tak memberi ampun kepada para durjana. Maka itu ia jengkel melihat bagaimana Cakra bertarung. "Jangan main-main pangeran...!" "Tokoh istana ini sudah berbuat kerusakan kepada kaum perempuan, sudah seyogyanya kau yang menjatuhkan hukuman!" Cakra mencecar tokoh sakti yang menyerangnya. Sebuah tendangan melemparkan tokoh itu ke hadapan perempuan bercadar. "Ia sudah menyiksa lonte dengan cambuk untuk kepuasan seksualnya!" kata Cakra. "Terserah padamu hukuman apa yang pantas baginya!" Kemudian Cakra mengirim dua tokoh lagi ke hadapan perempuan bercadar. Padahal ia dapat membunuh mereka, tapi menurutnya terlalu enak kalau mati secara cepat. "Mereka bermain threesome sampai lonte tewas kecapean! Mereka menjadi buronan semua bangsa!" "Brengsek!" geram perempuan bercadar. "Mengapa bukan kau sendiri yang membunuhnya?" "Bukankah kau sangat menentang hukuman mati?" balik Cakra
"Kau mau ke mana?" Perempuan bercadar heran melihat Cakra menempuh jalan setapak menuju ke hutan hijau. "Bukankah jalan ke kota Telagasari belok kiri?" "Kau sudah dengar dari Bao Yu bahwa adipati menunggu kedatangan Pendekar Lembah Cemara." Adipati bahkan sudah menyiapkan penyambutan meriah untuk Cakra sebagai pahlawan pergerakan. Cakra enggan menyambangi, perjuangan masih panjang, belum saatnya berpesta. "Maka itu aku bertanya, kenapa kau pergi ke Utara?" "Aku kira di Kadipaten Telagasari tidak ada masalah, aku mau pergi ke kadipaten Selawangi, di keraton banyak pejabat busuk." "Kau mesti menyelesaikan kekacauan di istana Selatan. Mereka lagi heboh akibat perbuatanmu. Sungguh tidak pantas selaku putera mahkota meninggalkan tanggung jawab." Cakra kesal juga disebut tidak bertanggung jawab, padahal perempuan itu berotak cetek. Dinasti istana Selatan telah jatuh. Kekacauan timbul karena terjadi kekosongan kekuasaan. Mereka menunggu kedatangan Indrajaya yang takkan pernah muncu
Raden Manggala bersama beberapa pembantunya mengadakan perjamuan makan malam yang dihadiri puluhan istrinya. Perempuan-perempuan muda itu pergi ke Puri Abadi secara sukarela tanpa sepengetahuan suami atau orang tua sehingga dikabarkan diculik. Kebiasaan jelek warga kampung Luhan adalah menyebarkan berita tanpa menyaring dahulu kebenaran berita itu. "Perjuangan takkan pernah padam," kata Raden Manggala. "Kita tinggalkan para pecundang yang menginginkan imbalan semata. Aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kalian." Semua wanita yang menghadiri perjamuan tidak tahu kalau makanan dan minuman yang dihidangkan adalah hasil rampokan. Mereka mengira uang hasil usaha penginapan termewah di Butong, milik Manggala. Mereka juga baru mengetahui sosok Manggala secara jelas, dan mereka tidak menyesal menjadi istrinya. Manggala sangat gagah dan tampan. "Aku sebelumnya minta maaf, kalian ke depannya akan mengalami pengurangan fasilitas, sebab hartaku ludes diambil
Cakra merasa banyak waktu senggang. Kelompok pergerakan bukan ancaman serius secara global, skalanya sangat kecil. Maka itu ia tidak keberatan ketika istana mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk janji suci mereka. "Pesta itu untuk rakyat," kata Nawangwulan. "Kita tidak perlu hadir sepanjang waktu." "Protokoler istana melarang rakyat untuk menyampaikan ucapan selamat secara langsung," keluh Cakra. "Jadi kita hadir sekedar seremonial saja." "Kau maunya seperti apa?" "Kita keliling Kotaraja untuk menyapa rakyat." "Perlu berapa hari kita mengelilingi Kotaraja?" "Tidak sampai tujuh hari tujuh malam kan? Apa salahnya kita mengadakan resepsi di setiap penginapan yang disinggahi supaya rakyat merasa lebih dekat?" "Sayang ... aku berarti harus merubah protokoler istana." "Ibunda ratu keberatan?" "Ia keberatan kalau kita merasa kecewa dengan perjamuan." "Kalau begitu kita rubah pesta sesuai keinginan kita!" Seluruh pegawai istana kelimpungan ada perubahan agenda
Dengan bantuan intisari roh, Cakra berhasil memindahkan harta di kediaman adipati ke rumah Adinda yang kini kosong. "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut ke istana," gumam Cakra. "Warga kampung Luhan pasti curiga kalau aku sewa kereta barang. Apakah aku minta bantuan Nawangwulan saja?" Ratu Kencana muncul di kamar tirakat. Cakra tersenyum senang. "Kebetulan...!" seru Cakra. "Kebetulan apa?" sergah Ratu Kencana. "Kebetulan kau sedang mau digampar?" "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut harta karun ke istana. Dapatkah kau menciptakan binatang penarik bertenaga super?" "Tidak ada ilmu yang bisa menciptakan makhluk hidup, tapi kau bisa menciptakan tiruannya." "Betul juga...! Lalu kau datang mau apa?" Plak! Plak! "Aku ingin menamparmu...!" geram Ratu Kencana. "Aku menjadi gunjingan di semua jazirah gara-gara kau!" Pasti soal bercinta lagi, batin Cakra kecut. Ratu itu sangat jengkel dibilang mentransfer ilmu lewat kemesraan. "Kau mestinya memberi klarifikasi! Ja
Kampung Luhan gempar. Penggerebekan rumah Adinda oleh pasukan elit Kotaraja sangat mengejutkan. Gelombang protes muncul secara sporadis. Mereka menganggap penangkapan lima puluh wanita dan beberapa petugas keamanan sangat beraroma politis. Adipati Butong laksana kebakaran jenggot, padahal tidak berjenggot. Ia bukan meredam massa yang berdemo di depan kantor kadipaten, malah semakin membangkitkan amarah. "Tenang! Tenang! Beri saya kesempatan untuk berbicara!" Warga berusaha diam, kebanyakan orang tua perempuan yang ditangkap. "Saya tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu! Istana tidak berkoordinasi dengan saya! Saya akan melancarkan protes keras pada istana!" "Bukan protes! Bebaskan anak kami! Mereka tidak bersalah!" "Pasukan elit sudah berbuat sewenang-wenang! Mereka membawa anak kami ke Kotaraja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan!" "Bebaskan anak kami...!" "Bebaskan istri kami...!" "Tenang! Tenang! Beri saya waktu untuk menyelesaikan
"Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan
Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah
Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter
Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont
"Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per