"Oh, honey...!" Perempuan bercadar mencengkram rumput menerima hunjaman yang sangat ganas sampai bokongnya memantul-mantul di atas rerumputan. "Fuck me, honey...!" Perempuan bercadar mengatupkan mata, ia belum pernah bercinta selezat ini. Ada kebahagiaan tersendiri mendengar erangan ksatria itu merasakan nikmatnya sentuhan. Perempuan bercadar menyindir, "Kau bilang serabi ku tanpa taste dan becek...! Apakah demikian yang kau rasakan...?" Perempuan itu rupanya sakit hati dengan ucapan Cakra beberapa waktu lalu, padahal ia hanya bercanda supaya perempuan itu muak dan tidak mengikutinya. "Oh, honey...!" Perempuan bercadar merintih nikmat mendapat hunjaman bertubi-tubi. Bokongnya sampai melesak ke rerumputan. Cakra melihat di kejauhan putera mahkota kerajaan Selatan dan beberapa tokoh istana memacu kuda dengan kencang menuju ke arahnya. "Brengsek!" maki Cakra. "Ada saja gangguan!" "Cepatlah...!" "Belum apa-apa...!" Perempuan bercadar memandang kagum. Alangkah perkasa ksatria
Tokoh sakti istana Selatan yang membantu Indrajaya bertumbangan dihantam perempuan bercadar. Perempuan itu seakan tak memberi ampun kepada para durjana. Maka itu ia jengkel melihat bagaimana Cakra bertarung. "Jangan main-main pangeran...!" "Tokoh istana ini sudah berbuat kerusakan kepada kaum perempuan, sudah seyogyanya kau yang menjatuhkan hukuman!" Cakra mencecar tokoh sakti yang menyerangnya. Sebuah tendangan melemparkan tokoh itu ke hadapan perempuan bercadar. "Ia sudah menyiksa lonte dengan cambuk untuk kepuasan seksualnya!" kata Cakra. "Terserah padamu hukuman apa yang pantas baginya!" Kemudian Cakra mengirim dua tokoh lagi ke hadapan perempuan bercadar. Padahal ia dapat membunuh mereka, tapi menurutnya terlalu enak kalau mati secara cepat. "Mereka bermain threesome sampai lonte tewas kecapean! Mereka menjadi buronan semua bangsa!" "Brengsek!" geram perempuan bercadar. "Mengapa bukan kau sendiri yang membunuhnya?" "Bukankah kau sangat menentang hukuman mati?" balik Cakra
"Kau mau ke mana?" Perempuan bercadar heran melihat Cakra menempuh jalan setapak menuju ke hutan hijau. "Bukankah jalan ke kota Telagasari belok kiri?" "Kau sudah dengar dari Bao Yu bahwa adipati menunggu kedatangan Pendekar Lembah Cemara." Adipati bahkan sudah menyiapkan penyambutan meriah untuk Cakra sebagai pahlawan pergerakan. Cakra enggan menyambangi, perjuangan masih panjang, belum saatnya berpesta. "Maka itu aku bertanya, kenapa kau pergi ke Utara?" "Aku kira di Kadipaten Telagasari tidak ada masalah, aku mau pergi ke kadipaten Selawangi, di keraton banyak pejabat busuk." "Kau mesti menyelesaikan kekacauan di istana Selatan. Mereka lagi heboh akibat perbuatanmu. Sungguh tidak pantas selaku putera mahkota meninggalkan tanggung jawab." Cakra kesal juga disebut tidak bertanggung jawab, padahal perempuan itu berotak cetek. Dinasti istana Selatan telah jatuh. Kekacauan timbul karena terjadi kekosongan kekuasaan. Mereka menunggu kedatangan Indrajaya yang takkan pernah muncu
"Pengorbanan mu sangat besar untuk ayahandamu." Cakra duduk bersandar ke tiang dangau sambil memperhatikan perempuan bercadar yang tidur tergeletak di bawah, karena balai bambu belum jadi. Cakra sulit mengabulkan permintaan perempuan bercadar, padahal ia sampai rela tidur di lantai. Cakra terenyuh juga melihatnya. "Aku tidak dapat memaksa Nyi Ratu Suri untuk pulang ke istana roh," kata Cakra. "Ibundamu siap mengambil pilihan terburuk jika dipaksa...bercerai." Nyi Ratu Suri sudah kehilangan makna cinta sejak dibiarkan berjuang sendiri untuk melawan ketua Dewan Agung. Kini setelah badai berlalu, garwanya datang dengan penyesalan. Terlambat. Sekarang puteri bungsunya mendesak Cakra untuk membantu. Ia bukan siapa-siapa meski pernah melewati hari-hari indah bersama. "Aku terpaksa mesti menjaga tidurmu," keluh Cakra. "Aku tidak mau kau viral karena tidur seperti gelandangan, pasti aku disalahkan." Semestinya perempuan secantik bidadari dan dimuliakan sepanjang masa merajut mimpi di
"Barangkali karma kau menghantam aku di tanah!" Kejengkelan perempuan bercadar lenyap saat mengetahui siapa pendekar yang dikejar-kejar itu. "Sepasang Belalang Sakti. Mereka adalah telik sandi Nusa Kencana." "Berarti tidak sakti lagi kalau dikejar-kejar!" gerutu Cakra kesal. "Jadi belalang kupu-kupu!" Perempuan bercadar tersenyum melihat wajah kusut putera mahkota. "Aku juga jengkel berhenti sebelum finish. Jadi mukanya jangan dilipat begitu." "Kau sudah lima kali orgasme!" "Kau menghitungnya? Aku saja tidak tahu berapa kali. Perhatian banget kamu ya?" Cakra heran perempuan bercadar mendadak lembut, padahal Nyi Ageng Kencana dan Ratu Purbasari terkenal sebagai ratu jutek sepanjang masa. Cakra jadi berpikir Ratu Purbasari juga pasti berubah romantis kalau sudah merasakan peluru kendalinya! Tapi tidak mungkin! Ia tak dapat disogok dengan kemesraan! Cakra segera menghalau pikiran ngawur itu. "Aku akan menolong mereka...!" Perempuan bercadar melompat ke udara lalu berguling dua
Mak Mampir berusia lima ratus tahun, ia termasuk srikandi di dunia perkelahian pada jamannya. Ia sempat merajut kasih bersama Wiraswara, dan terjebak cinta satu malam tanpa mengadakan acara ritual. Ia terkena kutukan dan menjadi insan tercampakkan dalam lingkungan puteri bangsawan. "Bukan alasan bagimu untuk membenci kakek buyutku," kata perempuan bercadar. "Bukankah ia juga menjadi buruk rupa?" "Wiraswara sengaja menolak acara ritual supaya aku tidak menjadi rebutan para ksatria," sahut Mak Mampir dengan dendam membara. "Sedangkan ia dapat melihatku dengan wujud asli, padahal aku hanyalah kekasih gelapnya." "Begitulah kalau terlalu memuja cinta," kicau Cakra sambil terkantuk-kantuk di teras dangau. "Kesalahanmu adalah mengikuti keinginannya, padahal tahu ia buaya darat, laut, dan udara." "Seharusnya kau ada rasa santun kepada gurumu," tegur perempuan bercadar. "Bukan menjelekkan dirinya." "Ia justru marah kalau aku memujinya, sebab ia tidak mempunyai kebagusan di istana, ia ter
Cakra merasa tidak perlu menjawab secara benar. Bagi Mak Mampir yang menganggap dirinya negatif, apapun yang dikatakan adalah negatif. "Kau sungguh hebat, anak muda," puji Mak Mampir. "Apakah kau pernah berguru kepada ratu bidadari sehingga kau memiliki energi roh?" "Kau sedikit sopan mengatakan aku berguru, biasanya mereka mengatakan bercinta. Tapi aku kira berguru atau bercinta tidak penting bagimu." "Tidak ada ksatria yang mampu mematahkan tongkatku, kecuali kau." "Aku ingin mengingatkanmu, sudah bau tanah masih saja memikirkan tongkat. Rupanya tongkat guruku begitu bertuah bagimu sehingga sulit dilupakan." "Mulutmu lemes sekali, anak muda," geram Mak Mampir. "Aku akan mengajarimu sopan santun." "Bodo amat!" Mak Mampir mulai membuka jurus tangan kosong dengan menggunakan chi sempurna, sehingga setiap gerakannya berbunyi menderu. "Jurus petani menabur benih," kata Cakra. "Guruku pernah bilang sangat menyukai jurus itu, tapi ia tidak mengatakan siapa pemiliknya, jurus itu me
Serangkum angin panas bertemu dengan selarik angin dingin sehingga terjadi ledakan hebat. Cakra mengerahkan energi roh sepenuhnya untuk mendorong angin panas. Secara perlahan angin panas terdesak mundur. Mak Mampir berusaha bertahan mati-matian. "Kesaktianmu bukan untuk kebaikan," kata Cakra. "Jadi percuma kau mempunyai ajian tertinggi di mayapada kalau untuk kejelekan." Angin panas terus merambat mundur terdorong oleh seberkas angin berkilau putih. Kemudian angin panas lenyap dan sekujur tubuh Mak Mampir tertutup salju. Perempuan bercadar memandang takjub. Pertarungan dengan tiga murid Mak Mampir berhenti karena mereka harus menghindari ledakan dan menahan hawa dingin serta hawa panas yang begitu dahsyat. "Kenapa tubuh Mak Mampir tidak mencair?" tanya perempuan bercadar kepada Cakra yang datang mendekat. "Aku kira ilmu Tabur Jiwa membentengi raganya dan ..." Cakra membaca firasat jelek. Ia meraih pinggang perempuan bercadar dan mereka lenyap secara tiba-tiba. Bersamaan de
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu