Lu Qiu Khan bangun kesiangan. Ratu Selatan sudah tidak ada di sampingnya. Barangkali menunggu di graha makan. Lu Qiu Khan pergi ke bilik mandi untuk membersihkan badan. Pertarungan semalam sangat menguras stamina. "Pantas ketua lama sering mengeluh kecapean," kata Lu Qiu Khan seraya berendam di bak mandi. "Ratu Selatan sungguh tiada duanya." Lu Qiu Khan hampir kewalahan melayani nafsunya yang besar. Ratu Selatan baru minta untuk mengakhiri menjelang fajar. Selesai mandi, Lu Qiu Khan pergi ke graha makan. Ia heran tidak melihat Ratu Selatan. Ia bertanya, "Gusti ratu belum datang?" "Belum tuan," jawab kepala istana. "Apakah ada tamu?" "Tidak ada tuan." "Lalu pergi ke mana gusti ratu?" Kepala istana dan pelayan bingung. Mereka kira baginda ratu masih di pesanggrahan. Lu Qiu Khan memusatkan pikiran untuk melacak keberadaan Ratu Selatan. Ia terhenyak melihat Ratu Selatan tergeletak di rerumputan di sebuah hutan belantara. "Celaka! Baginda ratu ada yang menculik!" Lu Qiu Khan m
Ratu Selatan bangun dari tidurnya. Ia kaget menemukan dirinya berada di semak-semak. Matanya melirik benda di atas dada yang dipegangnya. Ia menjerit dan melemparkan benda itu. "Kantong kemenyan siapa itu?" pekik Ratu Selatan kaget. "Dahulu aku sering memotong alat kelamin kalau baru setengah jam saja sudah kelojotan! Siapa yang mempunyai kebiasaan seperti diriku?" Ratu Selatan merasa ada keanehan pada dirinya saat berusaha untuk berdiri. "Hey...? Mengapa tubuhku terasa berat sekali...?" Ratu Selatan mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Pertarungan yang sangat sengit di atas ranjang sungguh menguras energi. Kemudian ia tertidur pulas dan terbangun di atas rerumputan. Hanya itu yang ia ingat. "Apakah Lu Qiu Khan membawaku ke mari? Ia ingin bercinta di alam terbuka?" Ratu Selatan bersedia bercinta di mana saja, asal Lu Qiu Khan mampu menjelma sebagai pria fantasinya. Tapi Lu Qiu Khan tak pernah mampu, sehingga ia sulit untuk bercinta semau-maunya. Ia hanya dapat bercinta
"Ratu Selatan takkan mampu keluar dari pulau terpencil itu kecuali ada nelayan menolongnya, ia sudah menjadi insan biasa." Cakra menyampaikan kabar itu kepada pejabat yang berkumpul di graha tamu istana terasing. "Ratu Selatan berharap mendapat pertolongan dari ketua lama, sebuah harapan yang menjadi mimpi untuk mengisi sisa hidup bersama seekor orang hutan." Khong Jie Na bertanya, "Lalu bagaimana dengan prajurit?" "Kalian tunggu kedatangan dua ratus tokoh istana Nusa Kencana dan dua ratus tokoh istana Timur. Kalian menjadi pasukan pendukung dan tidak terlibat secara langsung untuk meminimalkan korban." Cakra memerintahkan tokoh sakti untuk menghadapi kekuatan istana Selatan, meski jumlahnya tidak berimbang. Target utama mereka adalah melumpuhkan tokoh istana sehingga prajurit secara otomatis akan menyerah. "Aku meminta pasukanmu berjaga di perbatasan Kotaraja di bawah komandomu untuk menghalau bala bantuan dari kadipaten terdekat." "Titah pangeran patik laksanakan." "Tokoh i
Tiga bangsawan itu bangkit dan meninggalkan restoran. Mereka heran melihat kepala prajurit diam saja dengan mulut ternganga. "Apa yang terjadi dengannya?" tanya bangsawan berdasi hitam. "Anak buahnya juga bengong saja seperti ayam kena tetelo." Kepala prajurit dan personilnya baru sadar setelah tiga bangsawan itu keluar restoran. "Kenapa mereka dibiarkan lolos?" bentak kepala prajurit. "Cepat kejar!" Kepala prajurit dan anggotanya seakan lupa dengan Cakra. Ia sudah membuat mereka seperti maniken dengan ilmu Selubung Khayali. Tapi kemudian mereka muncul lagi dan mendatangi Cakra. "Kau ikut kami, anak muda," kata kepala prajurit. "Gara-gara dirimu tiga provokator itu berhasil kabur." Cakra memandang bingung. "Kok jadi menyalahkan aku? Kalian sendiri membiarkan mereka pergi!" "Tapi kau menyuruh mereka pergi!" "Lalu kenapa kalian biarkan? Maka itu kalau lagi bertugas mata jangan jelalatan! Baru melihat hutan liar segomplok saja sudah lupa diri" Kebiasaan perempuan di kadipaten
"Kau ingin di mana, ksatria?" Bao Yu mulai kesal ketika Cakra meninggalkan kota dan memasuki sebuah hutan. Cakra menjawab, "Aku sudah bilang suka-suka aku mau di mana." "Kau tahu risikonya kalau menjebak aku!" gertak Bao Yu. "Untuk apa aku menjebak perempuan separuh baya, sementara ada tiga perempuan muda turut bersamamu?" "Jangan cari perkara denganku!" bentak Jiang Mi. "Seratus keping emas kemurahan untuk kami berempat!" Cakra tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha! Jadi kalian juga ingin lost virgin dengan cover boy tertampan di daratan ini! Berapa tarif kalian?" "Jaga mulutmu!" sergah Xian Lun. "Aku bisa membunuhmu sekarang juga!" "Ha ha ha! Aku bukan play boy mata keranjang yang bisa kau kalahkan dengan selangkangan! Aku adalah pencinta keindahan, dan selangkangan adalah kavling terindah!" "Kurang ajar!" geram Yihua. "Mulutmu kotor sekali!" Kemudian ia minta pendapat mereka, "Bagaimana kalau kita benamkan kepalanya ke lumpur hidup?" "Akur!" "Setuju!" Bao Yu berusaha menena
Empat Perawan Pemetik Teh tersipu malu. "Kenapa pangeran menyamar jadi bangsawan udik?" tanya Bao Yu. "Adipati menunggu-nunggu kedatangan pangeran." Perempuan bercadar memotong, "Oh, seperti itulah seharusnya, ia cocok jadi ksatria pekon." Bao Yu merasa kemunculan wanita bercadar terlalu cepat. Jika sedikit lambat, ia akan menjadi perempuan paling beruntung di kadipaten ini. "Aku dan ketiga sahabatku mohon pamit gusti ratu," kata Bao Yu. "Aku kira perkembangan terakhir di kerajaan Selatan sudah disampaikan lewat sambung kalbu." "Jangan pergi ke arah Timur, Pangeran Indrajaya sedang menuju ke pusat kota. Aku tidak mau kalian dicurigai." "Petuah gusti ratu aku ingat baik-baik." "Jangan lupa kembalikan uangku," kata Cakra. "Transaksi batal." "Oh, iya." "Sudah bawa saja," tukas perempuan bercadar. "Kalian pantas dapat bonus atas pengkondisian di kadipaten ini." Kemudian perempuan bercadar berkata kepada Cakra, "Aku ganti nanti." Keempat bangsawan itu pergi. Mereka berjalan meng
"Oh, honey...!" Perempuan bercadar mencengkram rumput menerima hunjaman yang sangat ganas sampai bokongnya memantul-mantul di atas rerumputan. "Fuck me, honey...!" Perempuan bercadar mengatupkan mata, ia belum pernah bercinta selezat ini. Ada kebahagiaan tersendiri mendengar erangan ksatria itu merasakan nikmatnya sentuhan. Perempuan bercadar menyindir, "Kau bilang serabi ku tanpa taste dan becek...! Apakah demikian yang kau rasakan...?" Perempuan itu rupanya sakit hati dengan ucapan Cakra beberapa waktu lalu, padahal ia hanya bercanda supaya perempuan itu muak dan tidak mengikutinya. "Oh, honey...!" Perempuan bercadar merintih nikmat mendapat hunjaman bertubi-tubi. Bokongnya sampai melesak ke rerumputan. Cakra melihat di kejauhan putera mahkota kerajaan Selatan dan beberapa tokoh istana memacu kuda dengan kencang menuju ke arahnya. "Brengsek!" maki Cakra. "Ada saja gangguan!" "Cepatlah...!" "Belum apa-apa...!" Perempuan bercadar memandang kagum. Alangkah perkasa ksatria
Tokoh sakti istana Selatan yang membantu Indrajaya bertumbangan dihantam perempuan bercadar. Perempuan itu seakan tak memberi ampun kepada para durjana. Maka itu ia jengkel melihat bagaimana Cakra bertarung. "Jangan main-main pangeran...!" "Tokoh istana ini sudah berbuat kerusakan kepada kaum perempuan, sudah seyogyanya kau yang menjatuhkan hukuman!" Cakra mencecar tokoh sakti yang menyerangnya. Sebuah tendangan melemparkan tokoh itu ke hadapan perempuan bercadar. "Ia sudah menyiksa lonte dengan cambuk untuk kepuasan seksualnya!" kata Cakra. "Terserah padamu hukuman apa yang pantas baginya!" Kemudian Cakra mengirim dua tokoh lagi ke hadapan perempuan bercadar. Padahal ia dapat membunuh mereka, tapi menurutnya terlalu enak kalau mati secara cepat. "Mereka bermain threesome sampai lonte tewas kecapean! Mereka menjadi buronan semua bangsa!" "Brengsek!" geram perempuan bercadar. "Mengapa bukan kau sendiri yang membunuhnya?" "Bukankah kau sangat menentang hukuman mati?" balik Cakra