"Aku mesti mencobanya." Cakra memejamkan mata dan memusatkan pikiran dengan bantuan energi roh, tubuhnya lenyap seketika. Cakra muncul di dalam labirin pesanggrahan leluhur. Ia melihat Nyi Ratu Suri sedang bertafakur dalam puncak keheningan. "Maafkan aku mengganggu tirakat mu," kata Cakra. "Ratu Nusa Kencana sampai merepotkan prajurit untuk memaksaku pulang." Nyi Ratu Suri menoleh dengan terkejut, ia bertanya, "Bagaimana kau bisa masuk ke bilik labirin?" "Sekedar mencoba, dan berhasil." Cakra melihat hanya ada Nyi Ageng Permata di bilik itu, ia bertanya, "Apakah Ratu Singkawang pulang ke alam roh?" "Aku tidak tahu keberadaannya," jawab Nyi Ratu Suri. "Apakah ia pulang ke alam roh atau CLBK dengan Pangeran Sundalarang? Tapi biarkanlah, kau tidak perlu mencarinya." "Aku kuatir ia menjadi korban ledakan gerbang transisi." "Barangkali lebih baik daripada merecoki urusan Nusa Kencana." "Ia sudah mengakui kekeliruannya." "Karena kau menjanjikan tahta kepada Reksajiwa." "Apakah be
Cakra muncul di dekat kuda coklat di Hutan Gerimis. "Urusan di istana sudah beres Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Mestinya beres kalau mereka berpikir bijak," jawab Cakra. "Tapi istana kekurangan pemikir bijak." "Beruntung aku makhluk tidak berakal, jadi tidak perlu berpikir." "Makhluk berakal juga banyak yang tidak berpikir." "Sekalinya berpikir untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain." "Bapak pemimpin di negeri ini berpikir untuk diri sendiri dan golongan, rakyat terlupakan, bahkan tersudut oleh kenyataan." "Kuda-kuda meringkik disangka barisan sakit hati, pasukan nasi bungkus, kuda-kuda baik jadi diam." Nusa Kencana banyak diduduki oleh bangsawan bodoh berduit, kaum cendekia terpinggirkan karena kekurangan dukungan. Nusa Kencana hanya besar secara wilayah, sehingga menjadi koloni kaum bangsawan dan direndahkan dalam perserikatan kerajaan. "Ratu Purbasari mestinya memandang dari dua sisi mata uang." Ratu Purbasari hanya memikirkan kepentingan Raden Mas Arya Bimantara,
"Kalian mesti hati-hati dalam penyamaran sebagai rombongan saudagar kain tenun." Ping Ping memberi wejangan kepada beberapa perempuan cantik yang akan menjalankan misi di Kadipaten Selatan. Ping Ping adalah kepala telik sandi kerajaan Selatan. Mereka mengadakan pertemuan di sebuah penginapan mewah. "Jangan sekali-kali berbuat sesuatu yang justru membongkar penyamaran kalian." Penyusupan kali ini dilakukan sekelompok wanita dengan modus operandi baru, setelah telik sandi mengalami kegagalan karena banyak yang tertangkap. Beruntung retorika Ratu Selatan bagus sehingga lolos dari embargo perserikatan kerajaan. Ia bahkan berani menjadikan kemolekan tubuhnya sebagai alat tawar. "Janganlah kalian banyak berkunjung ke toko perhiasan, itulah kasus terakhir yang sempat heboh padahal sedang menyamar sebagai juru tempa, gara-gara melibatkan perasaan terlalu jauh dan jatuh cinta kepada penjaga toko." Para perempuan itu adalah pendekar bayaran berilmu tinggi dan belum terkenal di wilayah
Perahu nelayan muncul di kejauhan dengan kecepatan tinggi dengan sepuluh penumpang berpakaian rakyat jelata. Cahaya bulan separuh tertutup mega, udara remang-remang. "Itu mereka." Sanjaya bersiap-siap menyambut kedatangan Thai Lu dan rombongan. Mereka berdiri di lokasi cukup terang sehingga kelihatan dari jauh. Perahu nelayan melaju ke arah mereka. "Bregada perbatasan tidak ada yang mengejar, berarti pelarian mereka tidak terendus oleh telik sandi." "Permintaan suaka mereka menambah ketegangan hubungan antara dua kerajaan," kata komandan legiun. "Mereka beruntung dapat menyeberangi perbatasan tanpa ancaman." "Barangkali juga mereka dibiarkan mencari suaka karena menjadi benalu bagi monarki kerajaan." "Apakah mereka tidak menjadi benalu di Nusa Kencana?" "Biarlah baginda ratu memutuskan." Perahu menepi, mereka berloncatan ke daratan. Dua pencari suaka mendorong perahu ke tengah sungai dan hanyut menuju ke muara di Laut Selatan. "Sebaiknya perahu itu tidak dihan
Sanjaya terkejut. "Maksud gusti pangeran apa?" "Mereka bukan kabur dari bui. Mereka sengaja dibebaskan untuk menyusup ke Kadipaten Selatan dan mempengaruhi keraton dengan memanfaatkan persahabatan kalian." Sanjaya pasti tak percaya seandainya bukan putera mahkota yang memberi penjelasan. Sanjaya memandang Thai Lu tanpa berkedip, sinar matanya memancarkan kekecewaan yang sulit dilukiskan. "Aku sungguh tak percaya dengan apa yang kau lakukan. Aku benar-benar tulus menolongmu, tapi kau khianati persahabatan kita." Thai Lu dan Sun Bho Kong berpandangan sekilas. Mereka sama sekali tak menyangka misi terbongkar sebelum beraksi, padahal kerahasiaannya sangat terjaga. Thai Lu curiga di antara mereka ada pengkhianat. Tapi ia sulit menunjuk batang hidungnya. Mereka kelihatan tenang sekali, seolah sudah memprediksi kegagalan misi ini, atau barangkali mereka mengganggap tidak ada yang perlu ditakuti. "Jangan sesali apa yang telah terjadi, Sanjaya," kata Cakra. "Terpenting ke depannya tidak
"Kalian aktivis gila! Gila sensasi!" Pertarungan Cakra dan enam tokoh sakti dari Selatan berjalan sengit, sementara dua lagi dihadapi Sanjaya dan komandan legiun. Byur! Daun-daun berguguran terkena pukulan nyasar. Brak! Kereta hancur dan kuda kabur menyelamatkan diri. Kuda coklat milik Cakra bersembunyi di balik pohon besar. "Tumben kau tidak bercinta selama aku bertarung," kata Cakra lewat getaran batin. "Kau biarkan dua kuda montok kabur." "Jadi mereka kuda betina? Saya kira kuda jantan!" Si Gemblung berlari separuh terbang mengejar dua kuda betina. "Kalian sungguh tidak tahu diuntung!" kata Sanjaya. "Aku menerima kalian baik-baik, tapi kebaikanku dimanfaatkan dengan keji!" Sanjaya mengirim kombinasi pukulan dan tendangan, pendekar bercambang lebat menangkis dan menghindar. Sesekali pendekar itu melancarkan serangan dan mengenai udara. Ia kesulitan mendaratkan pukulan karena Sanjaya bukan pendekar kaleng-kaleng. "Kau lumayan juga, Sanjaya," puji pendekar bercambang leb
"Kami undur diri, pangeran." Sanjaya dan komandan legiun menggiring tawanan dengan berjalan kaki karena kereta hancur. Cakra mondar-mandir di bawah pohon, menunggu kedatangan si Gemblung. Cakra memaki, "Dasar kuda durhaka! Juraganmu saja belum pernah bermain threesome!" Si Gemblung muncul sambil meringkik senang. "Bagus! Kau enak-enakan bercinta, aku jadi penunggu pohon!" "Yang Mulia kegantengan jadi kuntilanak." "Oh, jadi begitu sifatmu. Air susu dibalas air beras!" Cakra melompat naik ke punggung si Gemblung. Kemudian memacu kuda separuh terbang menuju ke jalur perdagangan internasional. Perkiraannya sehari semalam ia tiba di tanah tak bertuan itu. Cakra ingin mencegat rombongan Liang Bha Yi yang menyamar menjadi saudagar kain tenun untuk membantu pergerakan di Kadipaten Selatan. Liang Bha Yi sangat berpotensi menghancurkan istana Kadipaten Selatan dengan beberapa perempuan eksotik. "Wanita adalah kelemahan utama pejabat di Kadipaten Selatan," kata Cakra. "Cu
"Bagus sekali kuda itu!" Pendekar brewok memperhatikan kuda coklat dengan sinar mata seperti melihat penari striptis. Mereka duduk di bangku panjang dengan kopi panas dan penganan baru diangkat dari panggangan. Pemilik kedai sudah tahu selera langganannya. "Kuda milik siapa?" "Milikku," jawab Cakra. "Boleh dipinjam untuk membantu perjuangan?" Cakra menoleh kepada pria yang duduk di sebelahnya dengan acuh tak acuh. "Perjuangan apa?" Pendekar brewok menilik penampilan pemuda di hadapannya, kemudian menjawab, "Kelihatannya kau pengembara, bukan warga Kadipaten Selatan." "Lalu kalau aku pengembara ada perbedaannya?" "Kau tahu di daerah kami sedang berhembus angin perubahan, anak muda berlalu lalang meneriakkan suara kebenaran." "Aku malah mencium angin busuk karena ditunggangi barisan sakit hati dengan topeng kebebasan berpendapat. Bicara seenaknya dan menyakiti pejabat itu bukan kebebasan berpendapat, tapi menumpahkan kotoran dari nafsu kalian. Jadi wajar kalau mereka tutu
Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah
Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter
Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont
"Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per
"Aku tahu kau menyusul ke bukit karang bukan untuk menyampaikan kabar itu," kata Cakra. "Kau ingin mengajakku bercinta." "Aku adalah maharatu! Sungguh tidak pantas bercinta di sembarang tempat!" Akan tetapi, perempuan itu menjadi sangat liar saat Cakra menghantam di atas batu karang, sampai sang ratu mandi keringat dan pingsan saking capeknya. Padahal Cakra belum apa-apa. Ratu Sihir dan Ratu Ipritala muncul di bukit karang. "Nah, dua lagi datang," kata Cakra. "Bermain threesome kayaknya seru." Mereka tiba di dekat Cakra. Ratu Ipritala tersenyum nakal. "Kau luar biasa...! Purbasari sampai ketiduran, pasti kelelahan." "Ia pingsan." "What?!" "Padahal teganganku belum turun." "OMG!" "Jangan basa-basi. Aku tahu kedatangan kalian untuk apa." Tiga jam kemudian, mereka tergeletak pingsan di samping Ratu Purbasari saking lelahnya. Cakra belum apa-apa. Kemudian muncul Ratu Pagedongan, Roro Kidul, dan Blorong di angkasa samudera. "Kami datang untuk menjemput dirimu,
Ratu Dublek dan panglima perang tiba di pantai berkarang yang menjadi lokasi pertemuan dengan utusan Raden Manggala. Debur ombak memecah pantai berkarang menjilat kaki mereka, berbuih-buih. Mereka terkejut melihat kesatria gagah dan tampan berdiri di batu besar seolah menunggu kedatangan mereka, di dekatnya dua utusan Raden Manggala tergeletak mati. "Kalian tak bisa lari dariku," kata Cakra. "Aku akan mengejar kalian ke dasar segara sekalipun." "Aku sudah meninggalkan istana secara sukarela," ucap Ratu Dublek. "Kau butuh singgasana untuk Romadara dan sudah didapatkan. Apa lagi yang kau inginkan?" Ratu Dublek mencoba untuk negosiasi. Kelihatannya tidak ada peluang untuk kabur. "Aku menginginkan jazirah bentala terbebas dari gangguan makhluk seperti kalian." "Aku akan pergi dari jazirah bentala untuk selamanya." "Dan berbuat kerusakan di jazirah lain. Perbuatanmu sudah melampaui batas. Perempuan seperti dirimu sudah sepantasnya berbaring bersama dua kutu kupret ini."
"Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men
"Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me
Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang