Home / Romansa / Perjanjian Leluhur / 289. Terbaik Dari Yang Terburuk

Share

289. Terbaik Dari Yang Terburuk

Author: Enday Hidayat
last update Last Updated: 2024-06-08 21:27:28
"Kami undur diri, pangeran."

Sanjaya dan komandan legiun menggiring tawanan dengan berjalan kaki karena kereta hancur.

Cakra mondar-mandir di bawah pohon, menunggu kedatangan si Gemblung.

Cakra memaki, "Dasar kuda durhaka! Juraganmu saja belum pernah bermain threesome!"

Si Gemblung muncul sambil meringkik senang.

"Bagus! Kau enak-enakan bercinta, aku jadi penunggu pohon!"

"Yang Mulia kegantengan jadi kuntilanak."

"Oh, jadi begitu sifatmu. Air susu dibalas air beras!"

Cakra melompat naik ke punggung si Gemblung. Kemudian memacu kuda separuh terbang menuju ke jalur perdagangan internasional.

Perkiraannya sehari semalam ia tiba di tanah tak bertuan itu.

Cakra ingin mencegat rombongan Liang Bha Yi yang menyamar menjadi saudagar kain tenun untuk membantu pergerakan di Kadipaten Selatan.

Liang Bha Yi sangat berpotensi menghancurkan istana Kadipaten Selatan dengan beberapa perempuan eksotik.

"Wanita adalah kelemahan utama pejabat di Kadipaten Selatan," kata Cakra. "Cu
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Perjanjian Leluhur   290. Penunggang Rakyat

    "Bagus sekali kuda itu!" Pendekar brewok memperhatikan kuda coklat dengan sinar mata seperti melihat penari striptis. Mereka duduk di bangku panjang dengan kopi panas dan penganan baru diangkat dari panggangan. Pemilik kedai sudah tahu selera langganannya. "Kuda milik siapa?" "Milikku," jawab Cakra. "Boleh dipinjam untuk membantu perjuangan?" Cakra menoleh kepada pria yang duduk di sebelahnya dengan acuh tak acuh. "Perjuangan apa?" Pendekar brewok menilik penampilan pemuda di hadapannya, kemudian menjawab, "Kelihatannya kau pengembara, bukan warga Kadipaten Selatan." "Lalu kalau aku pengembara ada perbedaannya?" "Kau tahu di daerah kami sedang berhembus angin perubahan, anak muda berlalu lalang meneriakkan suara kebenaran." "Aku malah mencium angin busuk karena ditunggangi barisan sakit hati dengan topeng kebebasan berpendapat. Bicara seenaknya dan menyakiti pejabat itu bukan kebebasan berpendapat, tapi menumpahkan kotoran dari nafsu kalian. Jadi wajar kalau mereka tutu

    Last Updated : 2024-06-09
  • Perjanjian Leluhur   291. Bukan Untuk Dicintai

    Beberapa kereta barang menerobos kegelapan malam di jalan makadam. Kereta penumpang meluncur paling depan. Kereta itu berisi lima dara cantik jelita, dengan satu perempuan dewasa tak kalah cantiknya. "Aku berharap ketemu dengan Pendekar Lembah Cemara," kata Liang Thai. "Konon ia adalah pangeran tertampan di jazirah ini." "Kau sudah menjadi gundik Pangeran Indrajaya," sahut Liang Bha Yi. "Apakah boleh menjadi gundik Pangeran Nusa Kencana?" "Kasihlah kesempatan kepada jomblo," tukas Lu Shia Lan. "Aku supermodel tapi super sial, hari gini belum dapat jodoh." Mereka tertawa cekikikan. Seandainya suara tawa mereka tidak merdu, barangkali Pak Tua yang menjadi sais sudah kabur mendengar suara cekikikan di tengah malam buta. "Tugasmu membuat Sanjaya klepek-klepek," kata Liang Bha Yi. "Ingat, bukan untuk dicintai, tapi untuk jadi boneka." "Bukankah itu tugasmu selaku pimpinan kabilah?" balik Lu Shia Lan. "Tugasku membujuk para bangsawan untuk menarik investasi sehingga pembangunan di Ka

    Last Updated : 2024-06-10
  • Perjanjian Leluhur   292. Bukan Bangsawan Pecicilan

    "Ada pesta rupanya!" Bramantana muncul bersama Fredy dengan berpakaian bangsawan pelancong. "Aku terlambat datang!" Cakra sedang sibuk menghadapi lima sais berkepandaian tinggi. Ia berada di atas angin meski dikeroyok, beberapa kali berhasil mendaratkan pukulan. "Kalian urus para perempuan itu! Mereka penduduk kerajaan Timur dan Bunian, kecuali Liang Bha Yi!" Fredy berkata kepada Bramantana, "Aku suka gagal fokus menghadapi perempuan cantik! Kau saja urus mereka!" "Aku rajamu." "Bodo amat!" Fredy terjun ke arena pertarungan membantu Cakra. Bramantana memperhatikan Lu Shia Lan, ia berkata, "Aku sepertinya pernah melihatmu di kota mode Bunian, di panggung catwalk." "Kau betul sekali, aku super model internasional. Apakah temanmu itu putera mahkota Nusa Kencana?" "Oh, ia buaya darat dari Timur! Makanya ia takut menghadapi bidadari!" "Kok takut?" "Takut candu!" "Jadi kau Raja Timur?" tanya Bhi Hun. "Aku bersedia menjadi selirmu. Kau disuruh menangkap ku oleh bangsawan pecic

    Last Updated : 2024-06-11
  • Perjanjian Leluhur   293. Cukup Keluar Keringat Cinta

    Cakra berkuda bersama pembesar kerajaan Timur menelusuri jalan makadam yang rata dan mulus. "Kalian ikut mengembara, lalu siapa yang mengurus rakyat?" tanya Cakra. Malam hampir larut, jalur perdagangan mulai sepi. Kabilah singgah di penginapan untuk beristirahat. Di daerah Selatan, penginapan tidak seramai di perbatasan Nusa Kencana, destinasi wisatanya kalah menarik. "Ratu Singkawang meminta kami untuk membantu perjuanganmu," sahut Bramantana. "Aku mendelegasikan kepada panglima perang dan beberapa pejabat istana untuk mengurus rakyat." Cakra senang mendengar kabar tentang keberadaan Ratu Singkawang. Ia kira ratu ketiga lenyap dalam ledakan labirin roh di Bukit Penamburan. Barangkali ia enggan menetap di istana bidadari, padahal bisa CLBK dengan Pangeran Sundalarang. Ratu Singkawang ingin memenuhi janjinya lebih dahulu untuk menjadikan Reksajiwa sebagai penguasa. "Di istana Timur tidak ada pesanggrahan leluhur, di mana Ratu Singkawang tinggal?" "Ia tinggal di altar t

    Last Updated : 2024-06-12
  • Perjanjian Leluhur   294. Pecundang

    "Penjagaan sangat ketat." Cakra dan kedua sahabatnya tiba di perbatasan kadipaten Pesisir Selatan. "Semut saja sulit lolos." Di sepanjang perbatasan dijaga prajurit istana. Barangkali Indrajaya kuatir Citrasari melarikan diri ke kerajaan tetangga. Mereka mendatangi sekelompok prajurit yang berjaga di jalur perdagangan internasional. Rombongan kabilah antri panjang menjalani pemeriksaan ketat. "Apa yang terjadi di Pesisir Selatan sampai kalian mengadakan pagar betis?" tanya Cakra. "Kami sedang mensterilkan wilayah," jawab kepala prajurit. "Pekan depan gusti pangeran akan berkunjung ke keraton adipati." "Pemaksaan untuk menjadi selir," sindir Cakra. "Citrasari mesti berkorban demi keselamatan rakyatnya." "Jaga ucapan anda," tegur kepala prajurit. "Lebih baik anda teruskan perjalanan." "Perjalananku sudah sampai. Aku ingin berkunjung ke kota Pesisir Selatan." "Kota tertutup untuk pelancong dalam sepekan ke depan." Beberapa prajurit mulai siaga untuk mengantisipasi kemungkinan

    Last Updated : 2024-06-13
  • Perjanjian Leluhur   295. Pejuang Muda

    "Kita lewat perkampungan saja." Cakra memilih jalan setapak melewati hutan hijau. Berkuda di jalan utama akan menarik perhatian warga. Banyak prajurit juga lalu lalang. Mereka belum mengetahui apa yang terjadi di perbatasan. "Prajurit istana pasti menangkap kita kalau kabar itu sudah sampai." "Lalu pergi ke mana kepala prajurit di perbatasan?" "Kau pikir aku akan membiarkannya woro-woro? Ia lagi menghantam kuda di bawah pohon srikaya!" Prajurit istana Selatan kebanyakan mengendarai kuda betina, sebagai cadangan untuk selimut malam jika tidak menemukan perempuan. Cakra ingin menghindari konflik selama dalam perjalanan menuju keraton adipati. Mereka pasti dicurigai dan ditangkap jika berita kedatangan Raja Timur sudah menyebar. "Aku ingin meminimalkan pertumpahan darah sedapat mungkin." "Kedatangan kita ke keraton adipati pasti terlambat," keluh Bramantana. "Padahal kita bisa datang lebih dahulu dari Indrajaya." "Kau rupanya mulai takut kehilangan Citrasari." Bramantana mer

    Last Updated : 2024-06-14
  • Perjanjian Leluhur   296. Dia Lelaki Aku Lelaki

    Pendekar itu terkejut, ia berbisik, "Anak muda, jaga bicaramu. Mereka adalah lima tokoh sakti istana Selatan." "What?" Cakra terbelalak. "Kau pasti salah lihat! Mereka adalah langganan lonte di Kacapiring!" Lima tokoh sakti itu turun dari kuda menghampiri Cakra. Pemilik kedai dan pendekar yang duduk di kursi panjang memandang iba. Bangsawan muda itu usianya hanya sampai pagi ini. Kasihan sekali. "Aku Kwa Chi," kata kakek berjanggut putih. "Ketua tokoh istana Selatan. Aku lihat kau bangsawan terpelajar. Apakah mulutmu tidak belajar sopan santun?" "Mulutku tidak berpagar, jadi sering keceplosan. Aku melihat kalian semalam berada di Kacapiring. Bahkan aku dengar lonte body goal berteriak; Go Pek Tong! Aku kira bayaran kalian kurang gopek, tidak tahunya ia memanggil nama kawan di sebelahmu yang mirip kentongan." Bramantana dan Fredy heran bagaimana Cakra dapat melihat kejadian di Kacapiring, padahal semalam ia tertidur sambil menunggang kuda. Cakra tidak mungkin asal, lima tokoh s

    Last Updated : 2024-06-15
  • Perjanjian Leluhur   297. Jangan Pandai Berakting

    "Apa aku tidak salah lihat?" Kwa Chi melotot melihat pemandangan menggemaskan di depannya. Empat kimcil lenggang-lenggok dengan senyum menggoda mendatangi empat tokoh istana yang berdiri terpesona. Mereka melongo saat ABG nan segar itu menyingkap baju sehingga terlihat perbukitan yang indah. "Aku belum pernah melihat cabe-cabean demikian menggemaskan," kata Lo Yo Loe penuh hasrat. "Ranum sekali." "Kepalamu juga ranum sekali," sahut Cakra sambil mencengkram kepalanya. "Sudah waktunya untuk dipetik." Cakra menghisap partikel energi dengan ilmu Seruput Jiwa sehingga Lo Yo Loe terduduk lemas kehilangan kesaktiannya. Kemudian Cakra mencengkram kepala Kho Phi dan melakukan hal serupa. "Kau semestinya malu mempunyai selera seumuran cucumu." Mereka tidak menyadari apa yang terjadi karena terkesima dengan pertunjukan empat ciblek yang sangat berani. "Aku tahu mereka adalah sihir," kata Kwa Chi. "Tapi aku sulit melepaskan mataku dari mereka." "Aku yakin bukan pengaruh sihir saja," sa

    Last Updated : 2024-06-17

Latest chapter

  • Perjanjian Leluhur   392. Bukan Hanya Milik Puteri Mahkota

    Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah

  • Perjanjian Leluhur   391. Badai Sudah Berlalu

    Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter

  • Perjanjian Leluhur   390. Ada Yang Lain

    Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont

  • Perjanjian Leluhur   389. Musuh Satu Kampung

    "Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per

  • Perjanjian Leluhur   388. Alam Tirta

    "Aku tahu kau menyusul ke bukit karang bukan untuk menyampaikan kabar itu," kata Cakra. "Kau ingin mengajakku bercinta." "Aku adalah maharatu! Sungguh tidak pantas bercinta di sembarang tempat!" Akan tetapi, perempuan itu menjadi sangat liar saat Cakra menghantam di atas batu karang, sampai sang ratu mandi keringat dan pingsan saking capeknya. Padahal Cakra belum apa-apa. Ratu Sihir dan Ratu Ipritala muncul di bukit karang. "Nah, dua lagi datang," kata Cakra. "Bermain threesome kayaknya seru." Mereka tiba di dekat Cakra. Ratu Ipritala tersenyum nakal. "Kau luar biasa...! Purbasari sampai ketiduran, pasti kelelahan." "Ia pingsan." "What?!" "Padahal teganganku belum turun." "OMG!" "Jangan basa-basi. Aku tahu kedatangan kalian untuk apa." Tiga jam kemudian, mereka tergeletak pingsan di samping Ratu Purbasari saking lelahnya. Cakra belum apa-apa. Kemudian muncul Ratu Pagedongan, Roro Kidul, dan Blorong di angkasa samudera. "Kami datang untuk menjemput dirimu,

  • Perjanjian Leluhur   387. Antara Ada Dan Tiada

    Ratu Dublek dan panglima perang tiba di pantai berkarang yang menjadi lokasi pertemuan dengan utusan Raden Manggala. Debur ombak memecah pantai berkarang menjilat kaki mereka, berbuih-buih. Mereka terkejut melihat kesatria gagah dan tampan berdiri di batu besar seolah menunggu kedatangan mereka, di dekatnya dua utusan Raden Manggala tergeletak mati. "Kalian tak bisa lari dariku," kata Cakra. "Aku akan mengejar kalian ke dasar segara sekalipun." "Aku sudah meninggalkan istana secara sukarela," ucap Ratu Dublek. "Kau butuh singgasana untuk Romadara dan sudah didapatkan. Apa lagi yang kau inginkan?" Ratu Dublek mencoba untuk negosiasi. Kelihatannya tidak ada peluang untuk kabur. "Aku menginginkan jazirah bentala terbebas dari gangguan makhluk seperti kalian." "Aku akan pergi dari jazirah bentala untuk selamanya." "Dan berbuat kerusakan di jazirah lain. Perbuatanmu sudah melampaui batas. Perempuan seperti dirimu sudah sepantasnya berbaring bersama dua kutu kupret ini."

  • Perjanjian Leluhur   386. Bukan Minta Suaka

    "Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men

  • Perjanjian Leluhur   385. Menanti Kedatangan Ratu Sejagat

    "Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me

  • Perjanjian Leluhur   384. Pendekar Cinta

    Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status