Home / Romansa / Perjanjian Leluhur / 292. Bukan Bangsawan Pecicilan

Share

292. Bukan Bangsawan Pecicilan

Author: Enday Hidayat
last update Last Updated: 2024-06-11 20:59:44
"Ada pesta rupanya!"

Bramantana muncul bersama Fredy dengan berpakaian bangsawan pelancong.

"Aku terlambat datang!"

Cakra sedang sibuk menghadapi lima sais berkepandaian tinggi.

Ia berada di atas angin meski dikeroyok, beberapa kali berhasil mendaratkan pukulan.

"Kalian urus para perempuan itu! Mereka penduduk kerajaan Timur dan Bunian, kecuali Liang Bha Yi!"

Fredy berkata kepada Bramantana, "Aku suka gagal fokus menghadapi perempuan cantik! Kau saja urus mereka!"

"Aku rajamu."

"Bodo amat!"

Fredy terjun ke arena pertarungan membantu Cakra.

Bramantana memperhatikan Lu Shia Lan, ia berkata, "Aku sepertinya pernah melihatmu di kota mode Bunian, di panggung catwalk."

"Kau betul sekali, aku super model internasional. Apakah temanmu itu putera mahkota Nusa Kencana?"

"Oh, ia buaya darat dari Timur! Makanya ia takut menghadapi bidadari!"

"Kok takut?"

"Takut candu!"

"Jadi kau Raja Timur?" tanya Bhi Hun. "Aku bersedia menjadi selirmu. Kau disuruh menangkap ku oleh bangsawan pecic
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Perjanjian Leluhur   293. Cukup Keluar Keringat Cinta

    Cakra berkuda bersama pembesar kerajaan Timur menelusuri jalan makadam yang rata dan mulus. "Kalian ikut mengembara, lalu siapa yang mengurus rakyat?" tanya Cakra. Malam hampir larut, jalur perdagangan mulai sepi. Kabilah singgah di penginapan untuk beristirahat. Di daerah Selatan, penginapan tidak seramai di perbatasan Nusa Kencana, destinasi wisatanya kalah menarik. "Ratu Singkawang meminta kami untuk membantu perjuanganmu," sahut Bramantana. "Aku mendelegasikan kepada panglima perang dan beberapa pejabat istana untuk mengurus rakyat." Cakra senang mendengar kabar tentang keberadaan Ratu Singkawang. Ia kira ratu ketiga lenyap dalam ledakan labirin roh di Bukit Penamburan. Barangkali ia enggan menetap di istana bidadari, padahal bisa CLBK dengan Pangeran Sundalarang. Ratu Singkawang ingin memenuhi janjinya lebih dahulu untuk menjadikan Reksajiwa sebagai penguasa. "Di istana Timur tidak ada pesanggrahan leluhur, di mana Ratu Singkawang tinggal?" "Ia tinggal di altar t

    Last Updated : 2024-06-12
  • Perjanjian Leluhur   294. Pecundang

    "Penjagaan sangat ketat." Cakra dan kedua sahabatnya tiba di perbatasan kadipaten Pesisir Selatan. "Semut saja sulit lolos." Di sepanjang perbatasan dijaga prajurit istana. Barangkali Indrajaya kuatir Citrasari melarikan diri ke kerajaan tetangga. Mereka mendatangi sekelompok prajurit yang berjaga di jalur perdagangan internasional. Rombongan kabilah antri panjang menjalani pemeriksaan ketat. "Apa yang terjadi di Pesisir Selatan sampai kalian mengadakan pagar betis?" tanya Cakra. "Kami sedang mensterilkan wilayah," jawab kepala prajurit. "Pekan depan gusti pangeran akan berkunjung ke keraton adipati." "Pemaksaan untuk menjadi selir," sindir Cakra. "Citrasari mesti berkorban demi keselamatan rakyatnya." "Jaga ucapan anda," tegur kepala prajurit. "Lebih baik anda teruskan perjalanan." "Perjalananku sudah sampai. Aku ingin berkunjung ke kota Pesisir Selatan." "Kota tertutup untuk pelancong dalam sepekan ke depan." Beberapa prajurit mulai siaga untuk mengantisipasi kemungkinan

    Last Updated : 2024-06-13
  • Perjanjian Leluhur   295. Pejuang Muda

    "Kita lewat perkampungan saja." Cakra memilih jalan setapak melewati hutan hijau. Berkuda di jalan utama akan menarik perhatian warga. Banyak prajurit juga lalu lalang. Mereka belum mengetahui apa yang terjadi di perbatasan. "Prajurit istana pasti menangkap kita kalau kabar itu sudah sampai." "Lalu pergi ke mana kepala prajurit di perbatasan?" "Kau pikir aku akan membiarkannya woro-woro? Ia lagi menghantam kuda di bawah pohon srikaya!" Prajurit istana Selatan kebanyakan mengendarai kuda betina, sebagai cadangan untuk selimut malam jika tidak menemukan perempuan. Cakra ingin menghindari konflik selama dalam perjalanan menuju keraton adipati. Mereka pasti dicurigai dan ditangkap jika berita kedatangan Raja Timur sudah menyebar. "Aku ingin meminimalkan pertumpahan darah sedapat mungkin." "Kedatangan kita ke keraton adipati pasti terlambat," keluh Bramantana. "Padahal kita bisa datang lebih dahulu dari Indrajaya." "Kau rupanya mulai takut kehilangan Citrasari." Bramantana mer

    Last Updated : 2024-06-14
  • Perjanjian Leluhur   296. Dia Lelaki Aku Lelaki

    Pendekar itu terkejut, ia berbisik, "Anak muda, jaga bicaramu. Mereka adalah lima tokoh sakti istana Selatan." "What?" Cakra terbelalak. "Kau pasti salah lihat! Mereka adalah langganan lonte di Kacapiring!" Lima tokoh sakti itu turun dari kuda menghampiri Cakra. Pemilik kedai dan pendekar yang duduk di kursi panjang memandang iba. Bangsawan muda itu usianya hanya sampai pagi ini. Kasihan sekali. "Aku Kwa Chi," kata kakek berjanggut putih. "Ketua tokoh istana Selatan. Aku lihat kau bangsawan terpelajar. Apakah mulutmu tidak belajar sopan santun?" "Mulutku tidak berpagar, jadi sering keceplosan. Aku melihat kalian semalam berada di Kacapiring. Bahkan aku dengar lonte body goal berteriak; Go Pek Tong! Aku kira bayaran kalian kurang gopek, tidak tahunya ia memanggil nama kawan di sebelahmu yang mirip kentongan." Bramantana dan Fredy heran bagaimana Cakra dapat melihat kejadian di Kacapiring, padahal semalam ia tertidur sambil menunggang kuda. Cakra tidak mungkin asal, lima tokoh s

    Last Updated : 2024-06-15
  • Perjanjian Leluhur   297. Jangan Pandai Berakting

    "Apa aku tidak salah lihat?" Kwa Chi melotot melihat pemandangan menggemaskan di depannya. Empat kimcil lenggang-lenggok dengan senyum menggoda mendatangi empat tokoh istana yang berdiri terpesona. Mereka melongo saat ABG nan segar itu menyingkap baju sehingga terlihat perbukitan yang indah. "Aku belum pernah melihat cabe-cabean demikian menggemaskan," kata Lo Yo Loe penuh hasrat. "Ranum sekali." "Kepalamu juga ranum sekali," sahut Cakra sambil mencengkram kepalanya. "Sudah waktunya untuk dipetik." Cakra menghisap partikel energi dengan ilmu Seruput Jiwa sehingga Lo Yo Loe terduduk lemas kehilangan kesaktiannya. Kemudian Cakra mencengkram kepala Kho Phi dan melakukan hal serupa. "Kau semestinya malu mempunyai selera seumuran cucumu." Mereka tidak menyadari apa yang terjadi karena terkesima dengan pertunjukan empat ciblek yang sangat berani. "Aku tahu mereka adalah sihir," kata Kwa Chi. "Tapi aku sulit melepaskan mataku dari mereka." "Aku yakin bukan pengaruh sihir saja," sa

    Last Updated : 2024-06-17
  • Perjanjian Leluhur   298. Berpikirlah Untuk Sekarang

    "Apakah bangsawan yang melarikan diri di belakangmu adalah temanmu juga?" Lesmana terkejut mendengar pertanyaan Cakra. Ia tidak melihat penguntit lain selain kedua temannya. Lesmana menoleh kepada temannya. Mereka menggeleng. Ketiga telik sandi itu mengakui kalau mereka ceroboh. Jika pengintai itu bermaksud jahat, mereka sudah mati. "Aku tidak tahu siapa bangsawan itu, Yang Mulia," kata Lesmana. "Adipati hanya menugaskan kami bertiga." "Aku curiga tokoh tua itu agen mata-mata dari puteri bangsawan terkemuka di kerajaan ini." Biasanya puteri bangsawan mengirim mata-mata untuk mengetahui posisinya sehingga mereka dapat bertemu di satu tempat. Bidasari paling sering mengirim telik sandi sehingga mereka sering berjumpa secara kebetulan, padahal sudah direncanakan. "Dyah Citraningrum maksud Yang Mulia?" tanya Lesmana. "Aku tidak tahu siapa," sahut Cakra. "Mereka menjuluki aku pendekar mata keranjang, tapi mereka mengejar-ngejar aku. Sebenarnya siapa yang mata keranjang?" Dyah Citr

    Last Updated : 2024-06-18
  • Perjanjian Leluhur   299. Tidak Tahu Adab

    "Bagaimana aku menolaknya?" Citrasari mondar-mandir dengan bingung. Sebentar lagi Pangeran Indrajaya tiba di keraton. "Apakah aku pergi saja?" "Patik kira pergi ke wilayah Timur adalah jalan terbaik," kata Senopati Chang Khi Lung, pengganti Senopati Prawira yang hilang secara misterius. "Raja Timur pasti melindungi gusti ayu." "Tapi Raja Timur dalam perjalanan ke mari, senopati," keluh Citrasari resah. "Aku belum mendapat kabar lagi mereka sudah sampai mana." Lagi pula, seluruh pejabat kadipaten pasti mendapat tekanan kalau ia mencoba kabur, terutama senopati. Citrasari tidak mau pembantu terdekatnya dihukum gantung gara-gara tidak mencegahnya pergi. "Aku tidak mau rakyatku menderita, senopati," kata Citrasari pasrah. "Barangkali sudah suratan Yang Widi aku mesti menjadi selir." "Patik dan prajurit rela mati demi gusti ayu," sahut senopati. "Rakyat tidak menginginkan gusti ayu menjerumuskan diri ke dalam neraka perkawinan." Beberapa selir menderita kelainan jiwa karena siksaan

    Last Updated : 2024-06-19
  • Perjanjian Leluhur   300. Serendah-rendahnya Mahar

    "Apa yang telah kau lakukan Lu Qiu Khan?" Indrajaya memandang tokoh sakti itu dengan sinar mata menyala-nyala. Wajahnya merah padam menahan malu. Indrajaya merasa kehilangan muka di depan adipati dan pembantu dekatnya. "Bagaimana keping emas dapat berganti ubi manis?" Lu Qiu Khan bungkam seribu basa. Kotak mahar itu tidak pernah lepas dari pengawasan dirinya. Jika bukan tokoh utama istana, kepala Lu Qiu Khan pasti sudah menggelinding ke lantai ditebas keris pusaka oleh Indrajaya. Lu Qiu Khan mengambil sebiji ubi dari dalam kotak untuk memastikan, lalu menyantapnya. "Nyata ubi Cilembu," kata Lu Qiu Khan. "Bukan ilusi." Kemudian Lu Qiu Khan membuka dua kotak perhiasan yang belum diserahkan. Lu Qiu Khan mendelik melihat perhiasan berlian berubah menjadi kantong berisi wedang lemon. "Kekuatan sihir sudah merubah barang berharga yang kita bawa," ucap Lu Qiu Khan bergetar, dilanda amarah memuncak. "Aku tahu siapa pelakunya." Lu Qiu Khan menggeser pandangannya ke Raja Timur yang

    Last Updated : 2024-06-20

Latest chapter

  • Perjanjian Leluhur   393. Tuan Khong

    "Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan

  • Perjanjian Leluhur   392. Bukan Hanya Milik Puteri Mahkota

    Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah

  • Perjanjian Leluhur   391. Badai Sudah Berlalu

    Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter

  • Perjanjian Leluhur   390. Ada Yang Lain

    Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont

  • Perjanjian Leluhur   389. Musuh Satu Kampung

    "Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per

  • Perjanjian Leluhur   388. Alam Tirta

    "Aku tahu kau menyusul ke bukit karang bukan untuk menyampaikan kabar itu," kata Cakra. "Kau ingin mengajakku bercinta." "Aku adalah maharatu! Sungguh tidak pantas bercinta di sembarang tempat!" Akan tetapi, perempuan itu menjadi sangat liar saat Cakra menghantam di atas batu karang, sampai sang ratu mandi keringat dan pingsan saking capeknya. Padahal Cakra belum apa-apa. Ratu Sihir dan Ratu Ipritala muncul di bukit karang. "Nah, dua lagi datang," kata Cakra. "Bermain threesome kayaknya seru." Mereka tiba di dekat Cakra. Ratu Ipritala tersenyum nakal. "Kau luar biasa...! Purbasari sampai ketiduran, pasti kelelahan." "Ia pingsan." "What?!" "Padahal teganganku belum turun." "OMG!" "Jangan basa-basi. Aku tahu kedatangan kalian untuk apa." Tiga jam kemudian, mereka tergeletak pingsan di samping Ratu Purbasari saking lelahnya. Cakra belum apa-apa. Kemudian muncul Ratu Pagedongan, Roro Kidul, dan Blorong di angkasa samudera. "Kami datang untuk menjemput dirimu,

  • Perjanjian Leluhur   387. Antara Ada Dan Tiada

    Ratu Dublek dan panglima perang tiba di pantai berkarang yang menjadi lokasi pertemuan dengan utusan Raden Manggala. Debur ombak memecah pantai berkarang menjilat kaki mereka, berbuih-buih. Mereka terkejut melihat kesatria gagah dan tampan berdiri di batu besar seolah menunggu kedatangan mereka, di dekatnya dua utusan Raden Manggala tergeletak mati. "Kalian tak bisa lari dariku," kata Cakra. "Aku akan mengejar kalian ke dasar segara sekalipun." "Aku sudah meninggalkan istana secara sukarela," ucap Ratu Dublek. "Kau butuh singgasana untuk Romadara dan sudah didapatkan. Apa lagi yang kau inginkan?" Ratu Dublek mencoba untuk negosiasi. Kelihatannya tidak ada peluang untuk kabur. "Aku menginginkan jazirah bentala terbebas dari gangguan makhluk seperti kalian." "Aku akan pergi dari jazirah bentala untuk selamanya." "Dan berbuat kerusakan di jazirah lain. Perbuatanmu sudah melampaui batas. Perempuan seperti dirimu sudah sepantasnya berbaring bersama dua kutu kupret ini."

  • Perjanjian Leluhur   386. Bukan Minta Suaka

    "Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men

  • Perjanjian Leluhur   385. Menanti Kedatangan Ratu Sejagat

    "Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status