"Apa yang telah kau lakukan Lu Qiu Khan?" Indrajaya memandang tokoh sakti itu dengan sinar mata menyala-nyala. Wajahnya merah padam menahan malu. Indrajaya merasa kehilangan muka di depan adipati dan pembantu dekatnya. "Bagaimana keping emas dapat berganti ubi manis?" Lu Qiu Khan bungkam seribu basa. Kotak mahar itu tidak pernah lepas dari pengawasan dirinya. Jika bukan tokoh utama istana, kepala Lu Qiu Khan pasti sudah menggelinding ke lantai ditebas keris pusaka oleh Indrajaya. Lu Qiu Khan mengambil sebiji ubi dari dalam kotak untuk memastikan, lalu menyantapnya. "Nyata ubi Cilembu," kata Lu Qiu Khan. "Bukan ilusi." Kemudian Lu Qiu Khan membuka dua kotak perhiasan yang belum diserahkan. Lu Qiu Khan mendelik melihat perhiasan berlian berubah menjadi kantong berisi wedang lemon. "Kekuatan sihir sudah merubah barang berharga yang kita bawa," ucap Lu Qiu Khan bergetar, dilanda amarah memuncak. "Aku tahu siapa pelakunya." Lu Qiu Khan menggeser pandangannya ke Raja Timur yang
Cakra turun dari wuwungan dan mendarat di samping Bramantana dengan pedang emas di tangan, pedang itu perwujudan dari Tongkat Petir. "Kau adalah putera mahkota Nusa Kencana!" hardik Indrajaya. "Kenapa kau turut campur urusan negeriku?" Cakra menjawab dengan konyol, "Aku suka es campur di negerimu...!" Semangkok es campur muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra. Es itu langsung ludes disikat. "Panas-panas begini minum es campur segar sekali." Lu Qiu Khan tahu pemuda itu menciptakan es campur bukan menggunakan sihir, melainkan ilmu Cipta Saji Paripurna. Tidak salah lagi pemuda itulah yang telah merubah keping emas dan perhiasan menjadi ubi manis dan wedang lemon! "Perbuatanmu memancing perang!" kata Indrajaya. Cakra membentak, "Jadi pangeran jangan plin-plan! Tadi kau memintaku makan es campur! Sekarang disuruh makan kerang!" Indrajaya sangat gemas dengan kekonyolan Cakra. "Aku baru tahu pangeran Nusa Kencana berotak miring." "Sekarang kau menyuruh aku ke Kacapiring!" Indraja
"Barangkali aktornya berbeda, baginda ratu merasa kena prank." Cakra enggan mencoba meski ia berhak meminta kepada Ratu Nusa Kencana selama puteri mahkota dalam masa kehamilan. Ratu Purbasari adalah ratu tercantik di jazirah ini yang tidak mengundang seleranya. Tabiat buruk menenggelamkan pesonanya di mata Cakra. "Ia jadi ilfil kepadaku." Fredy menduga sahabatnya tidak melaksanakan babad kerajaan sebagaimana mestinya. "Barangkali beliau ingin dirimu menyambanginya ketimbang menyambangi perempuan lain." Kemungkinan itu sangat kecil. Ratu Purbasari menolak untuk simpati karena ia murid Pangeran Wiraswara. Pangeran ketiga adalah musuh bersama istana. Ratu Singkawang berhasil menghasut keturunannya untuk menghapus dari silsilah kerajaan. Pangeran Wiraswara adalah pangeran terbuang akibat mata keranjangnya. "Aku tidak ada bedanya dengan guruku kalau menyambangi ibu mertua." "Jadi gurumu juga demikian?" "Aku kira kebencian ibu suri tidak demikian dalam kalau hanya diintip setiap
Cakra memutuskan untuk meninggalkan keraton adipati. Rencananya berantakan gara-gara kedatangan puteri bungsu Nyi Ratu Suri. Nyi Ageng Kencana dan Ratu Purbasari adalah ratu paling menyebalkan sepanjang masa. "Kalian pergi ke rumah kepala dukuh. Lokasi itu strategis untuk markas pergerakan karena berada di perbatasan, sehingga kerajaan Timur gampang mengirim bantuan jika terjadi serangan besar-besaran." "Kau mau pergi ke mana?" tanya Fredy. "Aku pulang ke Nusa Kencana, perempuan menyebalkan itu pasti mengikuti ke mana aku pergi sebelum niatnya terlaksana." Cakra memejamkan mata dan memusatkan pikiran, tubuhnya sekonyong-konyong lenyap. Cakra muncul di atas kuda coklat yang menunggu di luar pagar keraton. "Kita pergi ke pusat kota, Gemblung," kata Cakra. "Aku itu heran kenapa hidupku selalu dikejar-kejar perempuan." "Risiko cowok ganteng, Yang Mulia." Nyi Ageng Kencana pasti menyusulnya ke istana Nusa Kencana. Ratu pertama itu takkan meninggalkan keraton adipati sebelum pert
"Kau diperintah ayahandamu untuk meminta bantuanku?" Cakra menunggangi kuda dengan santai. Beberapa penduduk yang berpapasan heran dibuatnya. Ratu pertama tidak tampak secara kasat mata, sehingga Cakra terlihat bicara sendiri. "Kau mestinya tanya kepada ibundamu apa alasan beliau tidak mau pulang ke alam roh." Cakra melihat hubungan di antara ibu dan anak kurang harmonis. Nyi Ageng Kencana seolah tidak mau berkomunikasi dengan ibundanya. Ia condong kepada ayahandanya. Barangkali karena keberpihakan ibundanya kepada Nyi Ageng Permata. Cakra bertanya, "Kau enggan menghubungi ibundamu apakah karena di pesanggrahan leluhur ada kakakmu?" Wajah Nyi Ageng Kencana tampak ditekuk seperti pelana kuda. Cakra heran bagaimana Pangeran Restusanga memilih perempuan membosankan itu ketimbang kakaknya yang berwajah ceria. "Aku kelihatan membosankan karena kakakku sangat memuakkan," kata Nyi Ageng Kencana. "Ia sering menggoda garwaku. Kemudian ia diasingkan dan mengambil sikap berseberangan de
Nyi Ageng Kencana meninggalkan pertarungan di keraton adipati untuk mengejar Cakra. Pertarungan itu berakhir dengan kebingungan Indrajaya dan beberapa tokoh istana. Mereka mengejar rombongan Raja Timur ke daerah perbatasan. Begitu penglihatan Cakra lewat ilmu Tembus Pandang Paripurna. "Aku kira istrimu menjadi selir Pangeran Indrajaya," kata Cakra. "Mereka sekarang pergi ke perbatasan." "Kau belum menjawab pertanyaan ku," ujar pendekar berambut gondrong. "Siapa kau sebenarnya? Tidak ada pendekar yang mampu meneropong keberadaan Lu Qiu Khan." "Nyatanya aku mengetahui posisi Lu Qiu Khan," sahut Cakra. "Kau tidak perlu tahu bagaimana aku mengetahuinya." Pendekar berambut gondrong tampak kesal, tapi ia sulit memaksa untuk tahu jati dirinya. "Bagaimana aku dapat mempercayai ksatria yang baru kukenal?" "Aku tidak memintamu untuk percaya, aku hanya memberi informasi kalau makhluk yang kau cari sedang dalam perjalanan ke jalur perdagangan internasional." Indrajaya dan rombongan pergi
Cakra menunggu di dalam kereta kencana yang parkir di depan restoran. Ia tidak perlu minta izin kepada pengawal yang berjaga di sekitar kereta. Mereka tidak tahu kalau di dalam ada ksatria pekon menunggu puteri mahkota keluar dari penginapan. "Janji suci macam apa yang terjalin di antara mereka," gumam Cakra. "Jayanti sibuk dengan kesenangan sendiri, Indrajaya bermain-main dengan kimcil." Mereka mengikat janji suci bukan berdasarkan cinta, tapi berdasarkan kepentingan. Indrajaya jatuh hati kepada Dyah Citraningrum, sementara Jayanti mempunyai kekasih pangeran dari kerajaan Tandem. Mereka dipertemukan untuk mempertahankan dinasti yang mulai kencang dihembus angin perubahan. Jayanti adalah puteri mahapatih. "Sementara Pratiwi dijodohkan dengan putera panglima perang," nyinyir Cakra. "Itulah alasan puteri mahkota minggat, ia menolak mempunyai garwa sesama obesitas." Padahal Pratiwi diam-diam jatuh cinta kepada Pangeran Woles, pamannya yang kurus kering. Hal terlarang di kerajaan
"Seharusnya elang raksasa sudah tiba." Jayanti mondar-mandir dengan gelisah di graha tamu. Ia sudah mencoba menghubungi keempat sahabatnya lewat sambung kalbu, tapi mereka menutup mata batin, seperti tidak mau diganggu. Padahal Cakra mengisolasi istana terasing dengan tabir misteri sehingga terputus komunikasi dengan dunia luar. "Apakah terjadi sesuatu dengan elang raksasa?" Jayanti tak habis pikir. "Tapi mereka pasti menghubungi kalau elang itu belum muncul." Jayanti makin gelisah. Biasanya mereka pergi bersama-sama naik kereta, sebab mangsa sudah disiapkan pengawal kepercayaan. Mereka berburu ke pelosok untuk menangkap ksatria pekon, kadang pesta baru berakhir setelah korban mati lemas. Sekarang Jayanti berangkat duluan karena kuatir ksatria pekon sadar apa yang terjadi. Ia berharap pemuda itu tidak mati melayani mereka sampai pagi. "Makan sore sudah siap gusti puteri." Pelayan perempuan datang memberi tahu. "Aku menunggu circle bestie ku," sahut Jayanti. "Apakah ksatria itu