Beranda / Romansa / Perjanjian Leluhur / 28. Nyanyian Malam

Share

28. Nyanyian Malam

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-20 18:51:02
Hari menjelang senja. Cakra melambatkan lari kuda dan berhenti di bawah pohon rindang. Kuda sangat lincah dan tangguh, larinya jauh lebih cepat dari kuda Thoroughbred pemegang Guinness World Records.

"Kau belum punya nama, aku kasih nama apa ya?" ujar Cakra sambil menambatkan tali kuda pada akar yang menonjol di permukaan tanah. "Aku kasih nama Kylian Mbappe...fansnya pasti marah. Aku kasih nama koruptor...kamu pasti marah. Ya sudah...Gemblung saja."

Kuda ini membutuhkan cukup banyak air. Cakra membawa bumbung panjang untuk persediaan. Satu tabung bambu cukup untuk persediaan air satu hari. Untuknya, wedang lemon separuh kantong cukup untuk beberapa hari perjalanan.

Cakra diberi tahu Gayatri kalau di Hutan Gerimis tidak ada persediaan air dan makanan. Hanya pendekar yang memiliki ilmu Cipta Saji berani mengembara di hutan itu. Banyak pohon buah-buahan tumbuh tapi tidak pernah berbuah. Umbi-umbian juga begitu.

"Aku tidak percaya di hutan ini tidak ada yang bisa dimakan atau dimin
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perjanjian Leluhur   29. Air Mata Bidadari

    "Sialan!" Cakra jengkel melihat buntalan kosong saat bangun di pagi hari. Kakek berselempang putih ternyata sungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia harus menunggunya buang hajat kalau semua ingin kembali. Siapa sudi! "Perutku lapar sekali! Masa aku harus makan tanaman pagi-pagi? Apa bedanya sama si Gemblung?" Kuda meringkik kehausan sehabis makan rumput yang tumbuh subur di sekitar. "Aku saja belum mengisi perut, kau sudah minta minum," omel Cakra. "Dasar gemblung.... Oh iya, kau dikasih nama Gemblung kan karena kau setengah edan!" Cakra beranjak bangkit untuk mengambil bumbung bambu di rumpun pisang. Bumbung itu tampak hampir penuh, cukup untuk persediaan satu hari. Ia lepas tali bumbung dari batang pisang. Kemudian Cakra menuangkan air bumbung ke dalam panci kecil sampai penuh. Dalam sekejap ludes diminum kuda. "Haus sekali kau," kata Cakra sambil mengisi lagi panci itu, dan ludes lagi. "Sudah cukup." Kuda meringkik keras seakan protes. Cakra jadi jengkel. Ia tuangkan air

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-21
  • Perjanjian Leluhur   30. Pendekar Bispak

    "Aku mencium bau manusia," kata si Sanggul Miring. "Kid slebew pasti ada di sekitar sini." Si Sanggul Miring bersama Bidadari Penabur Cinta dan Kupu-kupu Madu berlari dengan cepat di udara. Mereka menjadikan pucuk daun sebagai titian. "Beruntung sekali kita," sahut Kupu-kupu Madu. "Baru sampai di Hutan Gerimis langsung bertemu dengan orang yang kita cari." Di kejauhan terlihat Cakra memacu kuda sekencang-kencangnya di antara pepohonan. "Nah, itu orangnya!" seru si Sanggul Miring. "Ayo kita kejar!" Mereka mempercepat larinya memburu kuda yang berlari kencang melewati pepohonan. Jarak mereka semakin dekat. Cakra merasa tidak ada kesempatan untuk kabur, ia berkata, "Berhenti, Gemblung! Percuma kau keluarkan seluruh tenaga, mereka mampu mengejar." Kuda berhenti berlari. "Lalu bagaimana nasib Yang Mulia?" "Jangan panggil aku kid slebew kalau tertangkap oleh perempuan." "Jangan takabur, Yang Mulia." Si Sanggul Miring dan komplotannya mendarat dengan ringan di tanah. Cakra duduk d

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-22
  • Perjanjian Leluhur   31. Bahasa Pemersatu

    Cakra jadi mengetahui bahaya sejak dini dengan adanya perubahan secara drastis pada kemampuan panca inderanya, sehingga perjalanan hari itu aman dari gangguan. Jika ada suara mendekat, ia segera menjauh. Cakra beristirahat di bawah pohon besar saat matahari tenggelam di ufuk barat. Ia duduk di antara dua akar pipih sehingga cukup tersembunyi dari penglihatan para pendekar yang memburunya. "Kau sembunyi di rumpun tanaman perdu, Gemblung," kata Cakra sambil meneguk air mata bidadari. "Jadi tidak gampang ketahuan oleh mereka." "Aku takut, Yang Mulia. Biasanya di tengah malam muncul suara-suara seram." "Masa kamu takut sama suara seram? Suaramu jauh mengerikan!" "Jangan menghinaku, Yang Mulia." "I'm sorry if those words offended you." "Bahasa apa itu, Yang Mulia?" "Bahasa pemersatu dunia." "Pasti tidak termasuk duniaku." Cakra tidak banyak bercakap lagi. Rasa kantuk menyergap matanya. Ia tertidur sampai kemudian terbangun tengah malam karena mendengar suara perempuan menyanyikan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • Perjanjian Leluhur   32. Ksatria Bayangan

    Kakek berselempang putih memeluk Cakra ketika sepasang suami istri melompat turun dari pucuk daun dan mendarat dengan sempurna di tanah berumput di sekitar mereka. "Kek...," bisik Cakra kaget. "Jangan begini.... Aku suka perempuan...!" "Aku juga," sahut si kakek pelan. "Perempuan di depan kita sangat cantik dan seksi, bagaimana menurutmu?" "Aku setuju. Jadi tolong lepaskan pelukanmu." "Aku suka geregetan ingin memeluk kalau lihat perempuan cantik." "Iya...tapi jangan lampiaskan ke aku." "Terus sama siapa?" "Di sampingmu ada yang lebih menggairahkan." "Memeluk kuda maksudmu?" belalak kakek berselempang putih. "Sialan kau, anak muda!" Cakra kenal dengan sepasang suami istri itu. Mereka pernah bertemu di Puri Mentari saat menonton pertunjukan tari erotis. "Sepasang Gagak Putih....!" seru Cakra tercekat. "Mereka juga turun tangan untuk mencariku...!" "Rupanya kau sudah tahu siapa pendekar yang mencarimu. Mereka adalah tokoh terpandang dalam dunia perkelahian di seantero keraja

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • Perjanjian Leluhur   33. Bangsa Multidimensi

    "Kau harapanku satu-satunya, Kek," kata Cakra sambil meneguk air bumbung. "Cuma kau yang bisa membantu." "Aku sudah bilang tidak ada pintu keluar selain empat gerbang labirin," tegas Ki Gendeng Sejagat seolah ingin membuat kuncup hatinya. "Semua penduduk yang ingin bepergian ke duniamu pasti menghindari gerbang labirin kalau ada pintu yang lebih gampang." "Kau bohong," sergah Cakra tidak senang. "Menurut Iblis Cinta, satu-satunya penduduk yang bisa keluar masuk seenaknya adalah kau." "Iblis Cinta terlalu berlebihan. Gerbang labirin adalah pintu keimigrasian di bangsamu. Hanya warga yang memenuhi syarat yang bisa keluar masuk." "Jadi kakek tidak mau menolongku?" tatap Cakra kecewa. "Tentu saja aku mau menolong," sahut si kakek garuk-garuk kepala, serba salah. "Tapi...." "Tapi apa, Kek?" desak Cakra penuh harap. "Bayarannya mahal? Aku punya uang emas dan perak masing-masing delapan puluh keping." "Kaya sekali kau, anak muda." "Uang itu pemberian Iblis Cinta." "Ia bangsawan Asi

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-25
  • Perjanjian Leluhur   34. Tragedi Pohon Cemara

    "Kita sudah sampai, anak muda," kata Ki Gendeng sejagat ketika mereka tiba di dekat pohon cemara kecil. Cakra heran melihat pohon cemara tumbuh terpencil di padang rumput, berada di pinggir jurang yang sangat dalam dan berkabut. Mereka turun dari kuda. "Kau tahu berapa usia pohon cemara ini?" tanya Ki Gendeng sejagat dengan air muka berawan, seakan ada kisah pilu yang terpendam. "Lima sampai sepuluh tahun," jawab Cakra. Pohon cemara itu hanya setinggi mereka. "Empat ratus tahun." Cakra memandang kakek berselempang putih dengan tak percaya. "Kok tidak tumbuh besar?" "Pohon cemara ini saat pertama kali tumbuh sudah sebesar ini, bersama dengan munculnya roh Laraswati di Hutan Gerimis." Nama itu tidak asing di telinga Cakra. Abah sering bercerita tentang perjanjian leluhur dari masa ke masa dan nama itu pernah disebutnya. "Aku pernah dengar nama itu dalam babad perjanjian leluhur. Laraswati adalah calon istri Wiraswara, generasi ketiga klan Bimantara yang menolak perjanjian le

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • Perjanjian Leluhur   35. Tidak Ada Pilihan

    Selesai nyekar, mereka naik kuda dan menelusuri padang rumput yang diselimuti kabut tebal. "Aku sudah berikrar untuk mewariskan semua ilmu kepada pangeran dari generasi kedelapan, yang menemukan air mata bidadari," kata Ki Gendeng Sejagat. "Aku senang calon muridku sesuai dengan keinginan." "Aku tidak mata keranjang, Kek," protes Cakra. "Alah, kau sering lihat bokong kerbau betina!" ejek si kakek. "Bagaimana tidak sering lihat, ia tidak pernah pakai baju!" balik Cakra. "Jadi aku murid yang tidak sesuai dengan keinginan kakek!" "Konyolnya sama! Gantengnya juga!" "Konyol iya! Tapi aku mana tahu kakek dulunya ganteng?" Kuda berjalan lambat menelusuri pesisir jurang. Malam jadi semakin gelap karena sinar rembulan sulit menembus kepekatan kabut. "Aku tidak mau jadi muridmu, Kek," tolak Cakra. "Takut ketularan mata keranjang." "Aku juga tidak mau jadi gurumu," sahut si kakek. "Takut ketularan slebew. Tapi kau harus mempelajari semua ilmu yang aku miliki untuk dapat melewati gerbang

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-27
  • Perjanjian Leluhur   36. Menolak Mati

    "Cepat sedikit!" seru Ki Gendeng Sejagat yang sudah berada jauh di depan. "Kau manusia apa siput?" "Siput!" Cakra balas berteriak. "Ketimbang aku mati ditelan jurang!" "Kau rupanya takut mati juga!" "Aku menolak mati sebelum bertemu orang tuaku!" Cakra rela menantang bahaya demi Abah dan Ambu. Menuruni tangga batu dalam balutan kabut tebal begini adalah perbuatan nekat, kalau tidak boleh disebut bosan hidup. Untung matanya sudah didoping air mata bidadari sehingga dapat melihat tangga batu cukup jelas. Ki Gendeng Sejagat menggendong Cakra karena tidak sabar. Entah kapan sampainya kalau berjalan lambat begitu. "Nah, begini kan enak," kicau Cakra sambil merangkul lehernya. "Ini leher apa kayu lapuk? Kisut betul!" "Sudah ditolong masih berani menghina!" geram si kakek. "Aku lempar ke jurang kau jadi perkedel!" "Aku tahu kau tidak akan membiarkan diriku mati!" Ki Gendeng Sejagat hanya butuh beberapa kali lompatan untuk sampai di dasar lembah. Padahal jurang itu sangat dalam tanpa

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-28

Bab terbaru

  • Perjanjian Leluhur   375. Permaisuri Kesebelas

    "Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,

  • Perjanjian Leluhur   374. Ratu Hutan Utara

    Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p

  • Perjanjian Leluhur   373. Kuda Betina

    "Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat

  • Perjanjian Leluhur   372. Kebohongan Terbongkar

    Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan

  • Perjanjian Leluhur   371. Topeng Srikandi

    "Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal

  • Perjanjian Leluhur   370. Perempuan Bertopeng

    Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu

  • Perjanjian Leluhur   369. Sepasang Pengemis Gila

    "Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka

  • Perjanjian Leluhur   368. Bukan Aku Yang Bilang

    "Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal

  • Perjanjian Leluhur   367. Sayangnya Bukan Ksatria

    Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status