Home / Romansa / Perjanjian Leluhur / 34. Tragedi Pohon Cemara

Share

34. Tragedi Pohon Cemara

Author: Enday Hidayat
last update Last Updated: 2022-08-26 18:16:47
"Kita sudah sampai, anak muda," kata Ki Gendeng sejagat ketika mereka tiba di dekat pohon cemara kecil.

Cakra heran melihat pohon cemara tumbuh terpencil di padang rumput, berada di pinggir jurang yang sangat dalam dan berkabut.

Mereka turun dari kuda.

"Kau tahu berapa usia pohon cemara ini?" tanya Ki Gendeng sejagat dengan air muka berawan, seakan ada kisah pilu yang terpendam.

"Lima sampai sepuluh tahun," jawab Cakra.

Pohon cemara itu hanya setinggi mereka.

"Empat ratus tahun."

Cakra memandang kakek berselempang putih dengan tak percaya.

"Kok tidak tumbuh besar?"

"Pohon cemara ini saat pertama kali tumbuh sudah sebesar ini, bersama dengan munculnya roh Laraswati di Hutan Gerimis."

Nama itu tidak asing di telinga Cakra. Abah sering bercerita tentang perjanjian leluhur dari masa ke masa dan nama itu pernah disebutnya.

"Aku pernah dengar nama itu dalam babad perjanjian leluhur. Laraswati adalah calon istri Wiraswara, generasi ketiga klan Bimantara yang menolak perjanjian le
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Perjanjian Leluhur   35. Tidak Ada Pilihan

    Selesai nyekar, mereka naik kuda dan menelusuri padang rumput yang diselimuti kabut tebal. "Aku sudah berikrar untuk mewariskan semua ilmu kepada pangeran dari generasi kedelapan, yang menemukan air mata bidadari," kata Ki Gendeng Sejagat. "Aku senang calon muridku sesuai dengan keinginan." "Aku tidak mata keranjang, Kek," protes Cakra. "Alah, kau sering lihat bokong kerbau betina!" ejek si kakek. "Bagaimana tidak sering lihat, ia tidak pernah pakai baju!" balik Cakra. "Jadi aku murid yang tidak sesuai dengan keinginan kakek!" "Konyolnya sama! Gantengnya juga!" "Konyol iya! Tapi aku mana tahu kakek dulunya ganteng?" Kuda berjalan lambat menelusuri pesisir jurang. Malam jadi semakin gelap karena sinar rembulan sulit menembus kepekatan kabut. "Aku tidak mau jadi muridmu, Kek," tolak Cakra. "Takut ketularan mata keranjang." "Aku juga tidak mau jadi gurumu," sahut si kakek. "Takut ketularan slebew. Tapi kau harus mempelajari semua ilmu yang aku miliki untuk dapat melewati gerbang

    Last Updated : 2022-08-27
  • Perjanjian Leluhur   36. Menolak Mati

    "Cepat sedikit!" seru Ki Gendeng Sejagat yang sudah berada jauh di depan. "Kau manusia apa siput?" "Siput!" Cakra balas berteriak. "Ketimbang aku mati ditelan jurang!" "Kau rupanya takut mati juga!" "Aku menolak mati sebelum bertemu orang tuaku!" Cakra rela menantang bahaya demi Abah dan Ambu. Menuruni tangga batu dalam balutan kabut tebal begini adalah perbuatan nekat, kalau tidak boleh disebut bosan hidup. Untung matanya sudah didoping air mata bidadari sehingga dapat melihat tangga batu cukup jelas. Ki Gendeng Sejagat menggendong Cakra karena tidak sabar. Entah kapan sampainya kalau berjalan lambat begitu. "Nah, begini kan enak," kicau Cakra sambil merangkul lehernya. "Ini leher apa kayu lapuk? Kisut betul!" "Sudah ditolong masih berani menghina!" geram si kakek. "Aku lempar ke jurang kau jadi perkedel!" "Aku tahu kau tidak akan membiarkan diriku mati!" Ki Gendeng Sejagat hanya butuh beberapa kali lompatan untuk sampai di dasar lembah. Padahal jurang itu sangat dalam tanpa

    Last Updated : 2022-08-28
  • Perjanjian Leluhur   37. Janjiku Di Atas Segalanya

    Kebiasaan Cakra tidur saat menerima pelajaran tidak membuat Ki Gendeng Sejagat gusar. Ia mulai dapat memahami keanehan yang terjadi pada muridnya. Ia teringat pada petuah pangeran generasi kedua, "Suatu saat akan muncul masa di mana pangeran malas untuk belajar ilmu kanuragan, dan hal ini berbahaya untuk kelangsungan kerajaan." Pada generasi ketujuh sudah terbukti kalau Pangeran Wikudara tidak mempunyai kesaktian. Ia dilarang untuk belajar ilmu kanuragan oleh Ratu Purbasari. Pangeran ketujuh jadi pemalas karena baginda ratu terlalu cinta padanya. Padahal kekacauan di wilayah barat butuh penanganannya secara langsung. Generasi kedelapan menjalani siklus baru dan ia tak percaya dengan perjanjian leluhur. Ia bukan hanya tidak berminat mempelajari ilmu kanuragan, juga tidak tertarik untuk tinggal di istana. "Pangeran kedelapan paling parah," keluh Ki Gendeng Sejagat. "Cakra bersikeras ingin pulang untuk memenuhi janji kepada orang tuanya. Tapi takdir menuntunnya untuk menemukan air m

    Last Updated : 2022-08-29
  • Perjanjian Leluhur   38. Kebanyakan Makan Spaghetti

    Cakra mengalami perkembangan luar biasa dalam belajar ilmu kanuragan. Ki Gendeng Sejagat jadi percaya kalau tidur adalah tirakat muridnya. Jadi kakek sakti itu membiarkan saja Cakra tertidur pulas ketika ia mengajarkan ajian Badai Cemara. Dalam tidurnya, pemuda itu pasti menyimak dengan bantuan dua air mustika yang mengalir dalam darahnya. Cakra tidak terbangun ketika angin topan melanda lembah di sekitar goa. Pohon meliuk dihantam deru angin yang hebat. Beberapa dahan patah. "Aku ingin tahu seberapa pulas ia tertidur." Ki Gendeng Sejagat menambah kekuatan tenaga dalam, tangannya bergerak memutar dan mendorong ke depan dengan telapak tangan terbuka. Angin dahsyat menerjang pepohonan, tanaman perdu tercabut bersama akarnya dan beterbangan di udara, kemudian jatuh menimbun pemuda yang tergeletak di batu ceper. Cakra bangun, tangannya menggeliat, serta merta angin topan musnah. Ia heran melihat tanaman perdu berserakan di sekitar batu. "Siapa yang mencabut tebu hutan ini?" ge

    Last Updated : 2022-08-30
  • Perjanjian Leluhur   39. Pangeran Terburuk

    Cakra dan Ki Gendeng Sejagat membersihkan areal sekitar goa yang porak poranda. "Mulai saat ini kau tidak boleh tidur lagi saat latihan," kata kakek sakti itu. "Kau sangat pemalas, leluhurmu sampai turun tangan untuk mengajari dalam mimpi." "Ngomong saja kau merasa tersaingi." "Berhentilah bercanda, anak muda." "Bagaimana aku berhenti bercanda sementara kau minta makanan model seronok setiap hari?" "Aku hentikan fantasiku, maka kamu juga hentikan malasmu! Kita serius berlatih!" "Belajar ilmu kanuragan dalam mimpi itu enak, tidak perlu keluar keringat." "Leluhurmu butuh energi besar untuk masuk ke dalam mimpimu. Kau tidak kasihan pada pangeran pertama?" "Aku tidak minta diajari. Pangeran Restusanga datang sendiri dalam mimpiku." "Air kehidupan memanggilnya." "Kenapa air kehidupan tidak memanggilmu yang ada di depanku? Kenapa air itu memanggil pangeran pertama yang sudah hidup tenang di alamnya?" "Buat apa aku masuk ke dalam mimpimu?" "Buat mengajari aku." "Aku tidak sudi m

    Last Updated : 2022-08-31
  • Perjanjian Leluhur   40. Bukan Untuk Makelar Bercinta

    "Kenapa aku tidak dapat membuka tabir mimpiku, Kek?" tanya Cakra penasaran. "Mimpi adalah dimensi roh," jawab Ki Gendeng Sejagat. "Kau bisa membuka tabir mimpi kalau sudah jadi roh." Cakra ingat sesuatu. "Eh, bukankah kau berjuluk manusia separuh roh, selain ksatria bayangan? Kau berarti bisa membuka tabir mimpiku." "Itu kan julukan, anak muda. Nyatanya aku bukan roh." "Padahal jadi roh saja sekalian." "Sialan kau!" "Mereka seharusnya jangan menjuluki manusia separuh roh, tapi setengah edan!" "Brengsek!" "Kau minta makanan apa sebelum aku tirakat, Kek?" "Tirakat untuk apa?" "Aku ingin mengetahui nasib temanku dengan ilmu Tembus Pandang." "Tirakat adalah melatih kepekaan panca indera untuk menerima getaran negatif dan positif dari sekitar." "Lalu aku harus bagaimana?" "Kau duduk tafakur, pusatkan titik pandang dalam kegelapan, pikiran fokus pada apa yang kau inginkan." Cakra duduk bersila di atas batu ceper, dan mulai memusatkan perhatian dengan mata terpejam. Ia ingin mel

    Last Updated : 2022-09-01
  • Perjanjian Leluhur   41. Pendekar Tanpa Bertanding

    Cakra berdiri di tengah Lembah Cemara, tangannya bergerak melingkar secara unik, kemudian tangan kanan terentang ke depan dengan telapak tangan terbuka, tangan kiri menggantung di depan dada. Ia tengah mengerahkan ajian Grebek Nyawa. Sekilas tidak ada perubahan pada tebing karang di depannya. Tebing itu tetap berdiri kokoh membentengi lembah. Kemudian dinding karang retak-retak dan perlahan ambruk jadi butiran debu. "Sungguh mengerikan ajian Grebek Nyawa," kata Cakra. "Seandainya diarahkan kepada makhluk hidup, maka tubuhnya akan hancur menjadi butiran debu." Kemudian Cakra mengedarkan pandang mencari gurunya, tidak ditemukan, ia bergumam, "Apakah kakek edan itu tertimbun longsoran debu karang? Bodo amat!" Cakra pergi ke batu ceper di depan goa, lalu rebahan beristirahat. Semilir angin sejuk menerpa tubuhnya. Gundukan debu karang tiba-tiba berhamburan, dari dalam gundukan melesat keluar kakek berselempang putih dan mendarat dengan sempurna di dekat batu ceper. Tubuh kakek itu kot

    Last Updated : 2022-09-02
  • Perjanjian Leluhur   42. Bukan Piala Bergilir

    Cakra duduk bersila di atas batu ceper. Ia tengah bersiap untuk mengeluarkan pelajaran terakhir dari Lembah Cemara, ilmu pamungkas dari leluhur kerajaan Nusa Kencana, ajian Lampus Umur. Gerakan yang dilakukan Cakra adalah gerakan jurus masa lampau, sehingga kelihatan aneh karena jurus itu sudah punah dan tidak terlihat lagi. Pewaris terakhir jurus langka itu adalah Ki Gendeng Sejagat dan ia jarang sekali mengembara, beberapa puluh tahun belakangan bahkan ia tirakat di dalam goa di Lembah Cemara. "Kakek!" seru Cakra. "Kau di mana? Jangan sampai kau jadi es krim!" "Aku di sampingmu, anak muda." Ki Gendeng Sejagat tidak berani main-main dengan ajian yang satu ini. Kena hawanya saja bisa tewas! Maka itu ia tak berani berada di daerah di hadapan Cakra. Ia menunggu di sampingnya. Cakra menoleh dan berkata, "Oh iya, aku kira pohon hangus." "Sontoloyo!" Cakra mengepalkan tangan kiri, lalu tangan itu meliuk-liuk melakukan gerakan unik, sementara tangan kanan terlipat di dada. Kemudian

    Last Updated : 2022-09-03

Latest chapter

  • Perjanjian Leluhur   381. Sang Perkasa

    Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu

  • Perjanjian Leluhur   380. Pangeran Terkutuk

    Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih

  • Perjanjian Leluhur   379. Ada Cemburu Di Hatimu

    Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust

  • Perjanjian Leluhur   378. Karena Cintanya

    "Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem

  • Perjanjian Leluhur   377. Suara Para Leluhur

    Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener

  • Perjanjian Leluhur   376. Bukan Sekedar Hasrat

    Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad

  • Perjanjian Leluhur   375. Permaisuri Kesebelas

    "Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,

  • Perjanjian Leluhur   374. Ratu Hutan Utara

    Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p

  • Perjanjian Leluhur   373. Kuda Betina

    "Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status