Cakra mengerahkan ilmu Tembus Pandang Paripurna dengan keringat mengucur di kening. Energinya sangat terkuras dan segera menghentikan penerawangan sebelum kehabisan tenaga. Gelombang udara di negeri manusia menjadi hambatan sehingga butuh energi besar untuk mengetahui kejadian di tempat lain. "Ambu sedang menerima lima pria berpakaian dandy, kelihatannya pengusaha. Buat apa Ambu memintaku balik lagi?" Cakra tidak sempat bertanya karena Ambu sudah lebih dahulu menutup komunikasi. Ia sudah mencoba menghubungi kembali tapi tidak diangkat. Barangkali sibuk kongkow dengan tamu besar itu. "Aku kira pengusaha itu ada hubungannya dengan firma yang tuan dirikan." "Firma tidak ada sangkut pautnya dengan mereka, target operasinya penduduk kampung yang butuh wadah untuk penampungan hasil panen." "Pasti ada masalah penting sehingga tuan diminta pulang kembali. Barangkali lima pengusaha itu ingin menjadi sponsor Ambu." "Kalau kedatangan mereka untuk menjadi sponsor, Ambu sudah tahu solusin
Puteri mahkota menghambur ke dalam pelukan Cakra dan menangis tersedu-sedu. "Aku bahagia sekali kanda selamat." Cakra diam termangu. Pertemuan ini serasa mimpi baginya. Bagaimana Dewi Anjani sampai tahu ia lolos dari maut? Melati tidak mungkin berkhianat. Tuan Richard juga. Lalu siapa yang dapat menghubungi puteri mahkota selain mereka berdua? Cakra jadi serba salah menghadapi situasi ini. Ia sulit untuk membangun mimpi di negeri manusia jika puteri mahkota sudah mengetahui ia masih hidup. "Kenapa kanda tidak menyampaikan kabar kalau kanda pulang ke kampung halaman?" Dewi Anjani menciumi wajahnya dengan terharu. "Aku hampir moksa saat itu juga kalau tidak mengingat bayi dalam kandunganku." Cakra menjawab dengan gugup, "Aku ... aku pulang karena takdir." "Maksud kanda?" "Saat gerbang transisi meledak, aku terlempar ke angkasa dan terjatuh di hutan bunian di luar gerbang labirin." "Kanda kan bisa memberi kabar kepadaku." "Aku belum sempat." "Aku tahu kanda sibuk mengurus kampa
"Kau sebaiknya kembali ke istana Nusa Kencana, sri ratu sangat membutuhkan dirimu." Ambu menasehati putranya saat tamu lagi sepi. Mereka berkumpul di dalam rumah. Kehamilan Dewi Anjani menuntut Ambu untuk berpikir logis, bahwa Cakra bukan lagi miliknya. "Aku keliru kalau melarangmu pergi, tapi aku minta sewaktu-waktu kau pulang untuk mengobati rasa rinduku." "Terima kasih atas pengertian Ambu," kata Dewi Anjani. "Bahkan aku senang sekali kalau Ambu dan Abah berkenan untuk berkunjung ke istana." "Bukankah selama tujuh generasi kunjungan itu tidak ada?" "Bukan tidak ada, tapi manusia dengan garis tangan tertentu saja yang bisa melewati gerbang labirin." "Berarti garis tangan aku dan Abah cocok?" "Putra Ambu adalah calon Raja Agung. Ia berwenang memerintahkan gerbang labirin untuk meloloskan pemindaian siapa saja yang dikehendakinya." "Apakah setiap calon terpilih memiliki garis tangan tertentu?" "Ya." "Tapi kenapa mereka tidak ada yang pernah kembali walau sekedar berkunjung
Dimas Agusti Bimantara sangat senang dengan kedatangan Dwipa Agusti Bimantara beserta putranya di mansion yang sangat mewah itu. "Maafkan aku tidak sempat menyambangi kang mas sewaktu di Rutan," kata Dimas. "Kang mas menghilang lama sekali, tahu-tahu muncul berita yang menghebohkan." Dwipa memutuskan komunikasi dengan klan Bimantara untuk menghindari perjanjian leluhur, sehingga mengundang tanda tanya besar bagi mereka. Mereka sangat terkejut saat Dwipa terlibat kasus pembunuhan, hal yang belum pernah terjadi pada klan Bimantara. Mereka senang sekali saat terjadi kesalahan putusan pengadilan karena tergiring opini publik. "Perkenalkan ini putraku," kata Abah. "Cakra Agusti Bimantara." "Putra kang mas sungguh gagah sekali. Pantas saja kang mas berusaha menyelamatkan dari perjanjian leluhur." "Masalah itu sudah selesai." Dimas menerima mereka di ruang tamu dengan interior sangat indah. Cakra jadi berpikir kehidupan ayahnya dulu pasti semewah ini. Alangkah besar pengorbanan unt
Cakra mengurangi kecepatan trailer, enam motor di belakang pun menurunkan kecepatan. "Sekarang kau percaya mereka bukan rombongan touring?" Mahameru heran melihat mereka tidak agresif. Bagaimana kendaraan ekspedisi mengalami kecelakaan kalau hanya dibuntuti? Mahameru curiga kalau mereka sudah mengatur strategi untuk pengalihan rute. Barang di dalam trailer bernilai miliaran, mereka ingin merampok sekalian sabotase. Tapi kecelakaan sebelumnya tidak menunjukkan indikasi perampokan. "Aku kira ini jawabannya." Cakra melihat ada batang pisang tergeletak melintang di depan. Ia sengaja melindasnya dan terdengar letusan kecil, seperti bom paku dengan daya ledak rendah. "Pasti orang mereka yang memasang jebakan," kata Cakra. "Aku melihat ada motor gede tersembunyi di balik semak." Trailer sedikit oleng karena ban depan kempes mendadak. Cakra berusaha mengendalikan setir dan melambatkan laju trailer, lalu berhenti di pinggir jalan. "Kalau pangeran tahu batang pisang itu jebakan, kenapa
Sebuah sedan mewah memasuki basement parkir dikawal dua mobil di depan dan belakang. Ketiga mobil itu berhenti di pelataran parkir khusus pimpinan Hanoman Grup. Dari mobil depan dan belakang beberapa pria berbadan kekar keluar menyebar berjaga-jaga. Seorang lelaki gagah berpakaian perlente turun dari sedan mewah, berusia separuh baya dan berwajah tampan, entah bagaimana ceritanya memiliki nama Hanoman. "Bagaimana mereka sampai gagal?" tanya Hanoman. "Bukankah mereka sudah biasa?" Pria itu adalah pimpinan tertinggi Hanoman Grup, ia didampingi Sombu orang kepercayaan. Hanoman sangat marah pagi-pagi mendapat kabar buruk. Ia tidak biasa menerima kabar buruk. "Semua baru dugaan," jawab Sombu. "Aku kehilangan kontak sejak mereka memasuki hutan alas." "Berarti operasi mereka gagal, dan kau tahu harga sebuah kegagalan." Kegagalan adalah kematian. Mereka jadi santapan buaya peliharaan Hanoman. "Aku kemungkinan orang kita keduluan perampok yang beroperasi di hutan alas. Secara tidak
"Aku adalah Cakra Agusti Bimantara! Putra dari Dwipa dan Citraresmi! Bagaimana kau berpikir aku bukan manusia?" Hanoman kenal Dwipa karena sempat heboh di media massa gara-gara kopi beracun, sedangkan Citraresmi lawan politik kandidat yang didukungnya. "Pantas kelakuanmu barbar," sindir Hanoman sinis. "Di tubuhmu mengalir darah kriminal." "Ayahku bukan manusia biadab sepertimu, Hanoman! Kau memperlakukan manusia seperti belatung!" Sombu berbisik kepada tuannya, "Mulut curut itu semakin lancip kalau dibiarkan." "Jadikan ia santapan makan siang peliharaanku." "Siap." Sombu maju menyerbu disertai teriakan keras, "Ciiaaatt!" Buk! Sombu terpental menerima tendangan di dadanya dan jatuh menghantam kabin sedan. Brak! "Keluarkan seluruh kemampuanmu," tantang Cakra. "Jangan teriakan saja kencang." Sombu segera bangkit, kemudian menerjang lagi dengan amarah memuncak. "Ciiaaatt!" Sombu mengirim kombinasi pukulan dan tendangan secara bertubi-tubi. "Yang kayak begini jadi tangan kana
Cakra menganggap persoalan dengan Hanoman Grup sudah selesai ketika apa yang terjadi di kantor itu tidak muncul di media massa. Cakra tidak berkeinginan untuk menabur angin, ia kuatir orang tuanya menuai badai setelah ditinggal pergi ke Nusa Kencana. Satu pekan setelah kejadian itu klan Bimantara berkumpul di rumahnya sekalian pertemuan rutin keluarga besar. "Hanoman kemarin datang ke kantorku," kata Dimas. "Ia memintaku untuk melupakan apa yang telah terjadi, ia bersedia mengganti kerugian dan bersaing secara sehat." "Bersaing itu pasti tidak sehat," sahut Cakra. "Perlu ada batasan hitam di atas putih mengenai persaingan yang dibolehkan." "Aku ingin menghindari persaingan dengannya, Hanoman setuju untuk mengakuisisi semua outlet ku yang berada di wilayahnya." "Hitam di atas putih?" "Ya." Dimas kuatir terjadi lagi pergesekan di kemudian hari. Ia ingin membuka outlet di wilayah yang belum tersentuh oleh Hanoman Grup. Prinsip klan Bimantara adalah membuka usaha dengan meminimalk