Acara ritual penyatuan berlangsung khidmat, semua pendekar golongan putih terlibat dalam prosesi. Selesai mengikat janji, Cakra dan Puteri Rinjani meminta keberkahan kepada Nyi Ratu Suri yang hadir bersama beberapa pembesar kerajaan Pasir Galih. Sebuah kemuliaan bagi mereka disambangi pejabat istana di masa lalu. Awalnya banyak yang terkecoh, mengira puteri mahkota Nusa Kencana datang tanpa diundang, tapi melihat pengiringnya satu pun tidak dikenal. "Selamat menjadi pemimpin bagi garwamu," kata Nyi Ratu Suri seraya cipika cipiki. "Belajarlah dari lingkungan terkecil sebelum menjadi pemimpin besar. Semua butuh proses, tidak ada yang instan." "Kecuali mie instan," senyum Cakra. "Acara ini jadi sangat meriah dengan kehadiran ibunda suri dan pejabat Pasir Galih, sebuah kehormatan tak ternilai bagi kami." "Terima kasih atas restunya, ibunda suri," ucap Puteri Rinjani berurai air mata. "Sungguh kebahagiaan tiada terkira dengan berkenannya ibunda suri dan pembesar istana di masa lalu me
"Sialan! Kamarnya pakai pagar mantera!" Ranggaslawe menendang dinding dengan jengkel. Papan dari kayu langka itu jebol, tapi tidak merusak dinding bagian dalam. "Pelit sekali mereka!" Di Kadipaten Barat mengintip secara massal sudah jadi budaya, tapi sunatan massal tidak ada. Kawin massal banyak, pesta seks. Tukar pasangan dan menyaksikan istri bercinta dengan pria lain bukan lagi hal tabu. Kaum bangsawan sangat mendukung budaya ini meski secara diam-diam. Standar moral adalah tong kosong berbunyi nyaring. "Mahameru bukan pejabat yang suka berbagi," gerutu Ranggaslawe. "Meski sekedar buat cuci mata." Pintu pesanggrahan terbuka, Mahameru muncul dari dalam, dan berkata, "Kalau mau cuci mata, di dapur banyak wastafel." Pintu ditutup kembali, terdengar bunyi gerakan anak kunci. "Brengsek," maki Ranggaslawi. "Pakai dikunci segala. Memangnya kita kepingin banget apa mengintip bujang lapuk bercinta?" "Kalau nggak kepingin banget, terus buat apa Golok Santet naik ke plafon?" teriak M
Malam dingin membeku. Binatang satu pun tidak ada yang keluar dari sarangnya. Keadaan sangat sunyi. Enam pendekar golongan putih berkelebat laksana hantu di antara pepohonan. Mereka mengejar waktu untuk tiba di istana Curug Enam menjelang dini hari. Wajah Ranggaslawi terlihat masam di sepanjang perjalanan, menambah sepet pemandangan. "Aku benar-benar merasa jadi makhluk paling sial di muka bumi," gerutunya. "Mereka tidur nyenyak di malam dingin, aku gentayangan kayak roh penasaran." "Penderitaan makin komplit dengan mukamu yang mirip mayat hidup," ejek Golok Santet. "Aku kuatir pelayan di istana Curug Enam bukan mengajak bercinta, tapi pasang dupa mengadakan acara ritual mengusir setan." "Janganlah membicarakan perempuan di malam dingin begini," tegur Gagak Jantan. "Otak kalian akan semakin kacau." Ia kebagian tugas menyerbu istana Curug Enam bersama mereka. Jendral Perang dan Fredy patroli di sepanjang kaki bukit, Cakra dan Mahameru menghabiskan malam di istana Curug Tujuh. Pen
Sepasang Burung Dara menyerang pendekar botuna disertai teriakan merobek udara. Gerakannya sangat cepat nyaris tak terlihat oleh mata. Tapi musuh yang dihadapi adalah tokoh sakti yang menguasai dunia perkelahian. Pertarungan berjalan seru dan sengit, jadi tontonan panas di malam dingin. Sementara itu Iblis Cinta dan Gagak Jantan membagikan makanan yang ada di warung kepada wisatawan ilegal yang berbaring kelaparan di bangunan darurat. "Kalian besok akan dipulangkan ke negeri kalian," kata Iblis Cinta. "Maka itu masuklah secara legal kalau ingin memperoleh pelayanan yang layak." "Kau tidak akan menangkap kami?" tanya wisatawan berperut buncit. "Rugi negara membiayai makanmu. Berapa bakul sehari?" Makanan di warung dalam sekejap ludes dibagikan. Pemilik warung sungguh tidak berperasaan, berjualan makanan di depan perut keroncongan, padahal apa salahnya dikasih gratis. "Brengsek!" geram pemuda berkumis tipis. "Kalian pikir aku membeli dagangan pakai daun?" "Berbagi itu indah," kat
"Mustahil melumpuhkan prajurit begitu banyak tanpa ada yang terluka." Iblis Cinta berhenti di tempat gelap. Ia melihat ada puluhan rumah pohon, tapi tak berpenghuni, mungkin mereka beroperasi ke perkampungan. "Tapi mustahil juga menunggu Ranggaslawi dan gengnya." Iblis Cinta jadi serba salah. Rabi Samate dan sembilan pengawal pasti sudah menunggu di dalam istana. Mereka pasti kesulitan jika masuk berdua, meski istana tidak dipasangi jebakan. Ia kira hanya istana Curug Satu yang menyimpan banyak harta dan menggunakan pertahanan berlapis. Ratu Nusa Kencana sebenarnya tidak rugi memberikan bonus besar kepada mereka. Harta rampasan perang berlipat-lipat jumlahnya. "Kita pancing mereka ke tempat gelap," kata Iblis Cinta. "Kita lumpuhkan satu per satu." "Kalau mereka tidak terpancing bagaimana?" tanya Gagak Jantan. "Kita culik satu-satu." "Aku lebih suka menculik. Dengan begitu mereka akan terpancing." Iblis Cinta dan Gagak Jantan mulai beraksi. Mereka menculik prajurit terdekat. G
Penjaga tidak ada di pintu gerbang istana. Pemandangan ini terlihat aneh mengingat keadaan sangat rawan. Iblis Cinta dan kawan-kawan memasuki halaman. Pendekar bayaran tidak ada yang keluar menghadang. Mereka tidak mungkin ketiduran. Mereka mestinya berjaga-jaga sebagai benteng pertama. Malam yang sangat dingin bukan alasan untuk bermalas-malasan. "Aku curiga ini jebakan," kata Gagak Jantan. "Situasi sangat sunyi." Iblis Cinta mengedarkan pandang ke sekitar istana sambil mengingatkan, "Semua waspada, jangan sampai lengah." Rabi Samate seperti membiarkan mereka masuk untuk disergap di dalam. "Dugaanku istana Curug Enam seperti istana Curug Satu," ujar Ranggaslawi. "Banyak senjata rahasia di setiap ruangan." "Maka itu pasang mata dan telinga baik-baik." Iblis Cinta membuka pintu utama dengan waspada, lalu memimpin sahabatnya melintasi koridor. Mata elangnya menghunjam ke sekeliling. Kamuflase lubang senjata rahasia tidak ditemukan di lantai dan dinding, semua terlihat permanen.
"Mereka keracunan!" Iblis Cinta segera memeriksa korban terdekat. Denyut nadi masih ada meski sangat lemah. Ia menotok di beberapa titik. Pendekar atletis itu langsung muntah-muntah, kemudian terkulai pingsan. Sementara ketiga sahabatnya sibuk menolong yang lain. Puluhan pendekar berhasil diselamatkan, sisanya menemui ajal, termasuk rabi Samate. Iblis Cinta memeriksa jus jeruk yang ada di depan salah satu korban, tidak berbau, entah racun apa yang digunakan, barangkali racun arsenik. "Siapa gerangan yang telah berbuat sekeji ini?" sesal Ranggaslawi. "Mereka mungkin bersalah, tapi bukan begini hukumannya." "Kita datang terlambat," keluh Iblis Cinta. "Hanya sedikit yang dapat diselamatkan." "Pelakunya pasti makhluk biadab yang menyamar jadi pelayan," kata Gagak Jantan. "Ia membubuhkan racun pada jus jeruk. Tapi apa maksudnya meracuni mereka semua?" "Entahlah." Telik sandi tidak mungkin berbuat sekeji ini, pikir Iblis Cinta. Kesalahan fatal kalau berani melanggar kode etik. Kepal
"Seharusnya minta persetujuan dulu!" Dewi Anjani memandang ibunda ratu dengan berapi-api. Kemarahannya hampir meledak mendengar keputusan kontroversial itu. Memberi perintah langsung kepada Jendral Perang berarti mengambil alih komando peperangan. Padahal ia sudah menyerahkan wewenang penuh kepada Cakra untuk mengambil keputusan taktis di medan laga. "Aku tahu ananda pasti tidak setuju," kata Ratu Purbasari. "Aku sudah menarik putera mahkota dari Bukit Penamburan kalau ananda tidak menghalangi." Dewi Anjani sama sekali tidak mengerti jalan pikiran ibundanya. Cakra telah berhasil menumpas pemberontak dalam waktu singkat, tapi hendak diganti dengan tokoh istana yang sudah terbukti gagal. Mereka datang ke Bukit Penamburan hanya mengantarkan nyawa, dan petaka itu akan terulang lagi. "Kadipaten Selatan sangat membutuhkan garwa ananda," dalih Ratu Purbasari. "Adipati sangat kewalahan mengatasi penyusup dari kerajaan Selatan." "Aku bingung dengan cara berpikir ibunda. Mengusir
"Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men
"Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me
Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang
"Mereka sedang mengawasi kalian."Ranggaslawi dan kawan-kawan pucat pasi mendengar keterangan Jaka, meski mereka tak dapat melihatnya. "Baguslah kalian ada rasa hormat," sindir Cakra. "Padahal Ratu Kencana tahu bagaimana bejatnya kalian." "Aku sudah menduga kau punya beking handal," kata Ranggaslawi. "Hanya indung leluhur garwamu yang dapat melumpuhkan ketua lama." "Maka itu aku akan pergi ke dasar segara untuk membantu Nawangwulan. Kalian bantulah Nyi Ratu Kencana." "Enak saja melimpahkan tanggung jawab kepadaku!" sergah suara tanpa wujud. "Kau bereskan dulu urusan di kota Dublek!" "Aku muak berjuang di bawah kecurigaan." "Aku hanya ingin memastikan kau tidak main-main dengan ajian Serat Cinta!" "Kau tahu aku suka main-main." "Baiklah! Aku pergi! Aku akan mengutuk dirimu jadi buruk rupa kalau berani macam-macam!" "Kebetulan aku sudah bosan berwajah ganteng." Ratu Kencana pasti pikir-pikir untuk bertindak senekat itu, kecuali ia siap menerima gelombang protes dari seluruh p
Cakra kemalaman di hutan alas, di mana pada setiap pohon dihuni ular piton. Binatang itu tidur melingkar di batang pohon. Hutan alas merupakan jalan pintas menuju kerajaan Dublek. "Aku tidak tahu mereka tidak mengganggu diriku karena Ratu Siluman Ular atau ilmu Serat Cinta ku." "Aku kira mereka sungkan sama Yang Mulia. Jadi mereka pura-pura tidur." Ular piton yang biasa menjilati wajah Cakra kini seakan tidak terusik dengan kedatangannya. "Tapi aku menikmati situasi ini. Ajian Serat Cinta membuat hatiku terasa damai." Cakra singgah di kuil kuno yang pernah menjadi tempat pembantaian anggota sekte. "Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan, Yang Mulia," kata si Gemblung. "Kita beristirahat di kota Dublek." "Aku mendengar suara percakapan di dalam kuil. Aku seperti kenal suara mereka." Cakra membuka pintu kuil. Ia terpukau melihat pendekar botuna duduk santai di sofa sambil minum tuak. "Kalian sedang apa di sini?" tanya Cakra heran. "Bukankah kekacauan di kota Dublek semakin meraj
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem