Hati Devan begitu gelisah memikirkan keadaan Fania. Setelah ia melakukan perjalanan yang terbilang cukup ramai. Akhirnya, kini ia sampai juga di lokasi yang di tuju.Ia memarkirkan mobilnya di halaman apartemen sesuai dengan nama lokasi yang diberikan oleh Reihan maupun Lily. Saat mobil sudah terparkir, ia langsung melihat keberadaan Reihan yang sudah lebih dulu sampai darinya.“Gimana, Rei?” todong Devan saat ia sudah menghampiri asistennya itu yang sedang duduk di sofa tepatnya di lobi apartemen.“Kata petugas keamanan pihak apartemen. Mereka memang melihat wanita membawa buket mawar putih naik ke lantai atas. Aku sedang meminta izin mengecek CCTV apartemen khusus hari ini. Nanti pihak keamanan akan memberitahu informasinya ke kita, Tuan.” Reihan menerangkan kepada bosnya.Namun, Devan yang sudah tidak sabar, ia main menerobos masuk ke dalam ruang CCTV. Mau tidak mau, Reihan pun ikut mengekori bosnya yang terlihat gelisah.“Cepat, Pak. Apa sudah menemukan?” cecar Devan membuat petu
“Aku serius, Kak. Tadi aja, pas aku sampai apartemen. Di sana ada Reihan bersama dua petugas keamanan. Gimana dong ini, Kak. Masalahnya Riko sekarang di bawa ke kantor polisi?” Shanum begitu gelisah.Alya sendiri dibuat bingung, rencana yang seharusnya berjalan lancar. Kini malah berantakan. Harusnya dia sedang bersenang-senang dengan Devan di kamar hotel yang sudah ia pesan dan ia rias secantik mungkin. Dan Alya juga sudah menyuruh pihak pelayan hotel yang mengantar makanannya untuk memberikan obat perangsang ke minuman Devan.Alya bahkan sudah membayangkan betapa indahnya bisa bermalam dengan sang mantan kekasih. Entah takdir sedang mempermainkan atau tidak berpihak padanya. Semuanya gagal, dan tidak sesuai dengan harapan yang ia buat.“Ya, sudah. Aku akan ke kantor polisi sekarang. Kamu tunggu di sana, ya!” ucap Alya, sebelum panggilan itu terputus.Tidak lama, mobil Shanum sampai di halaman kantor polisi daerah Jakarta Barat. Ia langsung turun mengikuti ke empat pria di depannya y
Di rumah sakit tepatnya Fania di rawat. Kesadaran Fania masih belum pulih total. Apalagi ditambah rasa trauma yang Fania alami. Membuat ia sering teriak histeris jika terbangun.Devan sudah menghubungi bagian psikiater untuk menangani istrinya. Melihat keadaan istrinya seperti ini, hatinya terasa hancur dan merasa gagal menjadi seorang suami yang tak bisa menjaga istrinya dengan baik.Tanpa ia sadari ponselnya kini berdering berulang kali. Membuat ia langsung menjawab panggilan itu.“Halo, Dev,” sapa Sam di seberang sana.“Iya, Pah.” Devan menjawab dengan lemas.“Bagaimana kondisi Fania?” tanya Sam. Ia khawatir saat mendengar kabar buruk menimpa menantunya itu.“Sudah lebih baik, Pah. Sepertinya, aku dan Fania tidak bisa menghormati acara pernikahan, Papah. Masalahnya Fania harus mendapatkan penanganan yang lebih serius,” terang Devan membuat Sam tidak mempermasalahkan.“Tidak apa, Dev. Yang penting Fania harus pulih terlebih dahulu,” ungkap Sam mengerti. Ia juga tidak ingin membebank
Di kediaman Alnando. Angela kini dibuat geram karena mendapatkan surat panggilan dari kantor polisi. Surat itu ditunjukkan untuk anak semata wayangnya, Shanum.“Sha, mamah mau bicara!” seru Angela menahan emosi. “Katakan sama mamah, ini apa? Kenapa kamu sampai dipanggil oleh pihak kepolisian! Apa yang sudah kamu perbuat, Sha!” sambungnya dengan melemparkan selembar kertas itu ke hadapan Shanum yang masih tak paham.Shanum yang baru selesai keluar dari kamar mandi pun hanya bisa tercengang melihat kemarahan ibunya di pagi hari.“Maksud, Mamah apa sih? Aku nggak ngerti!” Shanum bertanya dengan mengambil selembar kertas itu yang terjatuh di lantai.Dan benar saja, saat ia sudah membaca surat putih itu. Badannya langsung lemas tak berdaya.“Mah, aku bisa jelaskan masalah ini,” terang Shanum kepada Angela yang menatap tajam ke arahnya.“Apa yang sudah kamu perbuat, Shanum. Kenapa sampai ada surat panggilan dari kantor polisi!” seru Angela lagi. Dan Shanum akhirnya angkat bicara.Shanum men
Alnando dan Iyas kini tiba di rumah sakit di mana Fania dirawat. Alnando mengizinkan Iyas ikut, karena ia tahu. Fania dekat dengan pembantunya itu.Alnando juga sudah menghubungi Devan saat ia berada di perjalanan. Devan yang sengaja menyembunyikan kasus ini dari Alnando. Harus pasrah saat tahu jika ayah kandung istrinya itu kini telah mengetahui apa yang sudah dialami oleh putrinya.“Pah!” sapa Devan saat Alnando masuk ke dalam ruangan.Alnando mengangguk pelan. Matanya terasa panas saat melihat putri kesayangannya kini terbaring dengan luka di keningnya. Ia mendekat ke arah brankar. Lalu mengusap tangan putrinya secara pelan. Fania yang memang sudah sadar, ia pun membuka matanya secara perlahan saat merasakan sentuhan di jemarinya.“Papah!” panggil Fania kaget. Padahal ia sudah memberitahu suaminya agar merahasiakan hal ini.“Iya, Nak. Ini Papah. Kamu sudah lebih baik?” tanya Alnando penuh perhatian.Fania mengangguk. “Iya, Pah. Aku sudah baikkan. Ini semua berkat mas Devan. Dia me
Setelah menjalani perawatan selama kurang lebih lima hari. Kini Fania sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya. Devan bahkan sampai menyewa perawat untuk menjaga istrinya. Ia takut jika trauma yang dialami istrinya akan datang kembali, meski kata dokter Psikiater sudah dinyatakan sembuh.Fania kali ini dalam perjalanan pulang dan yang menjadi sangat terkesan adalah Alnando ikut mengantar pulang ke apartemennya. Ini pertama kalinya bagi Alnando datang ke kediaman Fania semenjak menikah.“Terima kasih, Pah. Sudah mau mengantar Fania sampai rumah.” Fania berkata sembari memeluk pinggang ayahnya.“Ya, Nak. Sama-sama. Maafkan, Papah, karena ini menjadi kunjungan Pertama Papah ke rumahmu. Padahal usia pernikahanmu hampir satu tahun.” Alnando berkata dengan nada bersalah.“Sudah, Pah. Tidak perlu Papah risaukan. Yang penting, Papah mau mampir aja, aku sudah senang banget.” Fania berkata sembari mengusap air mata Alnando yang tiba-tiba menetes.“Dari pada bersedih, mending kita makan siang ba
Seisi ruangan tamu langsung terbungkam saat mendengar suara pria paruh bayar muncul dari dalam. Hal itu membuat Angela dan Beni tersentak kaget seketika.“Papah!” seru Angela. “Kamu—,” jedanya tak bisa melanjutkan ucapannya karena Alnando langsung menyela.“Proses akan tetap dilanjutkan! Itu sudah menjadi keputusanku!” tegas Alnando. Beni kali ini terdiam tak bisa ikut membantah. Angela sendiri langsung membuang muka tak suka.Fania pun kini berdiri dan melangkah menghampiri ayahnya. “Pah, sudahlah kita bicarakan secara baik-baik saja, ya, Pah.” Ia mencoba membujuk ayahnya yang terlihat sangat kesal.Alnando pun mengangguk setuju. Ia duduk di dekat Fania kali ini karena memang ruang tamu apartemen Devan cukup luas.“Shanum!” panggil Alnando dengan nada tinggi. “Cepat kamu minta maaf kepada Fania. Papah ingin melihat permohonan maafmu dengan tulus,” sambungnya lagi dengan mengedikan dagunya agar Shanum berdiri.‘Aku makin benci sama Papah! Beraninya dia bicara dengan nada tinggi di ha
Angela dan Beni tampak pucat pasi saat mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh Alnando. Namun, keberuntungan masih berpihak padanya, mereka berhasil pergi karena Alnando dipanggil oleh sang menantu. Sebelum ia masuk ke dalam, Alnando memerintahkan kepada Beni untuk kembali ke kantor. Beni pun hanya mengiyakan tanpa membantah.Di perjalanan pulang. Angela masih saja menggerutu sepanjang jalan.“Aku kok curiga jika Alnando memang sudah mengetahui hubungan ini, Ben!” ucap Angela. “Jika sampai dia tahu, kita harus bertindak lebih cepat! Lakukan sesuatu, Ben. Jangan diam saja!” kesalnya karena Beni sedari tadi tak merespon.“Ben!” bentak Angela kali ini.“Kamu tenang, Sayang. Aku juga lagi berpikir sedari tadi! Jika kamu ngomong terus yang ada, masalah ini nggak akan menemukan solusi!” geram Beni. Angela pun kini terdiam.Tidak lama, mobil yang di tumpangi Angela kini sudah sampai di kediaman Alnando.“Kamu istirahatlah, biar rencana selanjutnya aku saja yang memikirkan,” titah Beni dengan