Siang itu seorang wanita setelah melakukan pekerjaannya yaitu melaksanakan fashion show untuk karya terbarunya, ia melajukan mobilnya menuju sebuah kantor milik orang yang begitu berharga dalam hatinya.Ya. Orang itu adalah Alya Wardani, seorang desainer brand AL Louis yang terkenal di Ibukota. Bahkan brandnya sudah mulai berkembang di mancanegara.Mobil Alya sudah tiba di sebuah gedung kantor elite di kawasan Jakarta Pusat. Yakni di kantor Devandra Company. Setelah mobil terparkir, ia keluar lalu berjalan masuk ke lobby munuju meja resepsionis.“Permisi, saya mau bertemu dengan Tuan Elnathan. Apa dia ada di ruangan?” tanya Alya langsung.Seorang wanita yang duduk di kursi resepsionis pun memberikan senyuman dan berkata, “Ada di ruangannya. Kalo boleh tahu Anda siapa, ya? Ada keperluan apa dengan pak Elnathan?” wanita itu berbalik tanya.“Saya rekan bisnisnya.” Alya menjawab seadanya.“Oh, baik. Ruangannya ada di lantai 5,” ucap wanita itu dengan memberikan access pintu kepada Alya.“
Kini yang dirasakan oleh Fania adalah kekecewaan paling dalam kepada sang suami yang telah mengingkari janjinya sendiri.Fania melajukan mobilnya entah tujuannya akan ke mana. Ia bahkan berkendara bukan ke arah jalanan apartemen. Melainkan melajukan mobil ke arah pantai Mutiara yang terdapat di Jakarta Utara.Namun, belum juga sampai. Tiba-tiba hujan datang begitu deras. Fania menurunkan kaca spion sampingnya. Lalu ia menadahkan tangannya keluar jendela mengenai air hujan.Telapak tangan Fania kini basah oleh derasan air hujan yang turun dengan deras. Bukan hanya tangannya yang basah, tetapi wajahnya juga basah oleh derasan air mata yang turun tiada henti.‘Sesakit ini ternyata, padahal aku udah lama nggak merasakan hal seperti ini. Tapi kali ini sakitnya benar-benar terasa, kenapa kamu tega sih, Mas! Membohongiku?’ batin Fania sangat kecewa.Setelah sampai di tujuan. Fania tidak turun, ia lebih memilih melihat ombak dari dalam mobil. Kebetulan mobil terparkir di pembatasan bibir pan
Dua jam kemudian.Devan membawa Fania ke rumah sakit terdekat di Jakarta Utara. Karena jika ia membawa ke Jakarta Selatan, yang ada akan memakan waktu lama apalagi keadaan hujan deras yang pastinya akan terkena macet.Fania kini sedang di tangani oleh dokter IGD. Devan berulang kali mondar mandir di depan pintu dengan berharap jika Fania baik-baik saja.‘Semoga kamu baik-baik saja ya, Sayang. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika kamu sampai kenapa-napa,' gumam Devan seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Devan pun akhirnya mendudukkan b****g di kursinya bangku depan kamar IGD. Namun, tidak lama kemudian. Seorang perawat wanita keluar menghampirinya.“Dari pihak keluarga pasien?” tanya Perawat itu.“Saya, Sus. Bagaimana keadaan istri saya?” Devan berbalik tanya dengan cemas.“Silakan tanyakan langsung kepada dokter, Pak. Dokter meminta Bapak masuk ke dalam,” titah Perawat dengan membukakan pintu untuk Devan.Devan mengangguk. Lalu masuk ke dalam ruang IGD menem
Devan terbangun karena sentuhan di kepalanya. Ia mendongak, lalu tersenyum saat melihat istrinya sudah sadarkan diri.“Sayang, kamu sudah bangun? Gimana keadaanmu? Masih pusing atau apa ada yang sakit?” tanya Devan begitu panjang membuat Fania menggeleng dengan tersenyum.“Aku baik-baik saja, Mas.”“Syukurlah, aku sangat khawatir saat kamu tak sadarkan diri. Maafkan aku, Sayang. Karena aku ka—,”“Terima kasih, Mas. Atas kepedulianmu, maaf aku membuatmu repot,” sela Fania. Ia seakan-akan melupakan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu.Devan tersenyum. “Aku tidak merasa repot sama sekali. Semua ini salahku, tolong maafkan aku, Sayang,” mohon Devan sekali lagi.Fania pun mengangguk. Jujur saja, hatinya masih merasa kecewa kepada sang suami. Namun, melihat kepedulian yang dilakukan suaminya membuat sebagian hatinya luluh begitu saja.“Kamu mau makan? Aku suapkan buburnya, ya?” tanya Devan.“Boleh, Mas.”Sebelum menyuapi sang istri. Devan lebih dulu membantu Fania untuk duduk. Setelah s
Setelah membalas pesan dari sang mantan. Fania meletakkan kembali ponsel suaminya di atas meja. Lalu ia meraba wajah sang suami membuat suaminya terbangun akan sentuhan darinya.“Sayang, kamu sudah bangun? Kenapa kamu turun ke sini, harusnya kamu panggil aku saja?” tanya Devan dengan panik saat melihat wajah istrinya berada di hadapannya.Bahkan Fania sampai menyeret tiang infusnya dan itu membuat Devan sangat cemas.“Aku sudah baikkan, Mas. Kamu nggak perlu segitunya khawatir ke aku,” ucap lirih Fania.“Bukan begitu, Sayang. Aku hanya tidak ingin kamu kenapa-napa. Tapi, syukurlah kalo kamu sudah baikkan. Kamu mau sarapan? Sepertinya sarapan pagi kamu sebentar lagi akan di antar,” sahut Devan.Fania mengangguk. Lalu berkata, “Aku mau ke kamar mandi dulu, Mas. Kamu bantu aku, ya?”“Hayo,” jawab Devan langsung.Devan dengan sigap membantu membukakan pintu kamar mandi lalu dengan cekatan ia mendorong tiang infusnya masuk ke dalam setelah sang istri masuk terlebih dahulu.Tidak lama saat
Kemesraan sepasang suami-istri telah berakhir karena ada pemeriksaan dari sang dokter. Untung saja, mereka sudah melepaskan kerinduan yang mendalam meski hanya dengan berciuman.Fania belum diperbolehkan pulang karena lambungnya belum pulih sempurna.“Obatnya jangan lupa diminum, kalo bisa makan jangan terlalu banyak, sedikit demi sedikit asal sering itu lebih baik daripada langsung makan banyak,” titah Dokter Yas mengarah pada Fania.Devan yang berada di samping Dokter hanya mengangguk.Setelah itu dokter Yas meninggalkan kamar saat pemeriksaan telah selesai.“Mas, kamu tidak pergi ke kantor?” tanya Fania kepada Devan yang sedang membereskan beberapa berkas.“Aku sepertinya akan ke kantor sebentar. Kamu tidak masalah jika aku tinggal? Atau mau panggilkan bi Darmi untuk menemanimu?” tanya Devan.Fania menggeleng. “Aku sendiri saja tidak apa, Mas. Toh, sebenarnya aku sudah sehat,” sahut Fania.“Tapi, lambung kamu belum terlalu sehat, Sayang.”“Iya, aku tahu, Mas.”“Iya sudah aku tingga
Devan akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam ruangan. Alnando dan Fania menengok ke arah pintu yang terbuka. Bahkan Alnando langsung menyambut kedatangan menantunya dengan gembira.“Devan!” sapa Alnando ketika Devan berjalan masuk.“Pah, sudah lama di sini?” tanya Devan basa basi.“Belum lama. Maaf, Papah ke sini tidak mengasih kabar terlebih dahulu.” Alnando merasa sungkan terhadap menantunya.Devan yang sedang meletakan tas kantor di meja langsung menggeleng. Ia pun mendekat ke arah brankar di mana sang istri dan mertuanya berada.“Tidak masalah, Pah. Aku malah senang jika Papah mau menengok Fania,” ujar Devan.Alnando hanya tersenyum canggung. “Ya, Papah hanya mau berterima kasih sama kamu. Kamu sudah menjaga Fania dengan baik, dan membuat dirinya bahagia.”“Tidak perlu berterima kasih, Pah. Yang aku lalukan untuk Fania. Itu karena sudah kewajibanku sebagai suaminya.” Devan menjawab dengan menatap ke arah Fania yang tersenyum.Alnando sendiri mengangguk paham. Dan tidak lama ia
Devan mendekat ke arah brankar lalu berkata, “Tenang saja, Sayang. Aku sudah mengusir Alya. Meski niat dia baik mau menjenguk kamu, tapi aku tidak ingin kita salah paham lagi.” Devan mencoba menjelaskan.Fania tersenyum sekarang. “Lagian jika mbak Alya mau ke sini juga tidak masalah, Mas. Aku beneran tidak apa-apa, kok.”“Iya, Sayang. Sudah tidak perlu dibahas. Aku potongin alpukatnya, ya?” tanya Devan dengan mengalihkan pembicaraan. Fania pun hanya mengangguk.Fania menatap gerak gerik sang suami yang sedang memotong buah alpukat untuknya. Jujur saja, Fania sebenarnya sedikit terkejut mendengar penuturan sang suami jika mantannya ingin menjenguk dirinya. Padahal, hatinya sebenarnya tidak mempermasalahkan. Ia sangat percaya dan yakin kepada sang suami jika cintanya begitu tulus untuknya.Setelah buah kesukaan istrinya sudah terpotong semua, Devan menyerahkan buah alpukat mentega yang sudah dicampuri dengan susu kental manis rasa cokelat, kepada sang istri yang sudah menunggu sedari ta