Pada detik berikutnya, jeritan histeris bergema di seluruh lobi. Yuna menutupi wajahnya dan meringkuk di lantai dengan tersiksa, sambil menjerit histeris tanpa henti. Seluruh tubuhnya yang terkena bensin di lantai terbakar. Kulitnya yang terbakar langsung merah dan melepuh.Yuna berusaha berdiri, mencoba menjauhkan dirinya dari bensin yang tumpah di lantai. Namun, baru berlari beberapa langkah, dia jatuh lagi ke lantai. Dia berguling dan meronta ....Keributan sebesar itu telah menarik banyak perhatian. Orang-orang berdatangan tapi berdiri di tempat sejauh mungkin. Tidak ada yang berani mendekat.Pada saat ini, dua satpam datang dengan berlari sambil membawa alat pemadam kebakaran. Mereka mengangkat alat pemadam api dan menyemprotkannya ke arah Yuna. Sepuluh detik kemudian, api di tubuh Yuna akhirnya padam.Yuna jatuh ke lantai dan menutupi wajahnya dengan tangan. Pakaian di tubuhnya terbakar habis, hampir tidak bisa menutupi tubuhnya lagi. Semua bagian kulit yang terbuka terdapat beka
Roma memberontak lalu mencengkeram lengan Yuna yang sudah terbakar api. Yuna berteriak kesakitan, tapi dia masih tidak mau melepaskan tangannya dari leher Roma. Roma terlihat panik sampai berpikir kalau dirinya pasti akan mati di tangan perempuan ini. Namun, tubuh Yuna tiba-tiba ditarik oleh seseorang. “Lepaskan aku! Aku harus bunuh dia!” seru Yuna penuh amarah sambil menatap Roma. Orang-orang yang hadir dalam acara lelang hari ini langsung bergegas membantu Roma bangkit. “Pak Roma, apa Bapak baik-baik saja? Bapak mau pergi ke rumah sakit?”Roma memegang lehernya lalu menatap ganas ke arah Yuna setelah terbatuk beberapa kali lalu berkata, “Kamu saja yang mati sendiri.”Yuna terlihat semakin marah ketika mendengar perkataan Roma. Dia berusaha untuk melepaskan diri lebih keras lagi. Namun, tiba-tiba saja tangannya diborgol yang membuatnya tidak lagi bisa memberontak. Di sisi lain, Evan buru-buru menghampiri Hengky ketika melihat keributan ini dan melihat kalau tubuh Hengky sudah bas
Perubahan emosi yang sangat cepat membuat Shania ketakutan sampai ingin segera menjauh dari Roma.Namun, Roma berusaha untuk menahan emosinya seraya berkata, “Aku antar kamu ....”“Nggak usah, aku sudah panggil sopir untuk jemput aku di sini,” ujar Shania gugup.Roma menggertakkan giginya dengan kesal. Namun, akhirnya dia mengangguk setuju seakan ada sesuatu yang dia khawatirkan sampai tidak berani mengelak. “Oke, kasih tahu aku yang kalau kamu sudah sampai rumah,” ujar Roma.Shania langsung mengangguk dengan senyuman yang membeku di wajahnya. Kemudian dia bergegas pergi meninggalkan Roma tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi. Roma menatap sosok perempuan yang semakin jauh meninggalkannya. Seketika, senyumannya berubah menjadi tatapan dingin dan ganas yang sangat menakutkan. Di sisi lain, Yolanda bergegas keluar toilet menuju aula setelah selesai menelepon. Dia berjalan dengan sangat cepat dan sembrono sampai akhirnya menabrak seseorang tanpa sengaja. Yolanda langsung berhenti un
“Maafkan aku .... Aku terlalu percaya diri sampai nggak mempertimbangkan konsekuensinya. Maafkan aku,” ujar Winda terus-menerus meminta maaf sambil membenamkan wajahnya di dada Hengky dan menangis. Winda terus memeluk Hengky erat-erat seakan dia takut tidak akan bisa bertemu lagi dengan Hengky kalau dia melepaskan pelukannya. Hengky bisa merasakan tubuh Winda gemetaran. Kemudian dia membelai punggung Winda dengan maksud untuk menghiburnya. Namun, entah mengapa tatapan mata Hengky justru terlihat sangat dalam dan berbahaya ketika menatap perempuan mungil yang menangis di dadanya saat ini. Dia tidak berani membayangkan bencana apa yang akan terjadi kepada perempuan ini, apabila dia tadi terlambat satu detik saja. Namun, Winda sama sekali tidak menyadari perubahan raut wajah yang di tunjukkan oleh Hengky. Perempuan itu terus saja berkata sambil terisak, “Hengky, aku ini benar-benar nggak berguna, ya. Aku selalu saja butuh bantuanmu. Padahal kamu sudah memperingatkanku, tapi aku masih
Yolanda tahu kalau Winda tidak terlihat terlalu bersemangat untuk membahas masalah ini dengannya. Jadi, dia bergegas pergi setelah mengambil kunci dan mengucapkan selamat tinggal kepada Winda. Winda mengawasi Yolanda sampai perempuan itu masuk ke dalam mobil. Kemudian Winda membuka pintu mobil Hengky dan kembali masuk ke dalamnya. Hengky tidak mengatakan apa pun lagi setelah Winda masuk ke dalam mobilnya. Dia langsung saja menyalakan mobil dan pergi meninggalkan tempat parkir.Winda tiba-tiba merasa mual setelah mencium aroma bensin yang memenuhi udara di dalam mobil. Dia hendak membuka jendela untuk mencari udara segar, tapi Hengky sudah lebih dulu membuka semua jendela mobilnya untuk memberikan udara segar kepada Winda. Angin yang berembus dari luar perlahan berhasil menghilangkan aroma bensin yang memenuhi mobil. Rasa mual dan pusing yang dirasakan Winda perlahan juga mulai menghilang. Namun, entah mengapa dia tetap saja merasa tidak nyaman dibuatnya. Winda sedang bersandar di k
Kemudian Winda berkata dengan ragu, “Kejadian tadi ....”“Bilang saja sekarang kalau ada yang mau kamu katakan,” balas Hengky dengan tatapan tidak sabar. Winda menarik napasnya lalu berkata, “Aku cuma mau tanya, apa kamu yang bantuin aku untuk dapatkan berlian itu?”“Bantuin kamu? Winda, kamu tuh percaya diri banget, ya?” ujar Hengky sinis. Walaupun Hengky memang biasa bicara dengan nada kasar, Winda bisa mengetahui kalau ada yang berbeda dari cara bicaranya kali ini. Winda merasa kalau Hengky sedang marah padanya. Apa mungkin Hengky marah karena masalah Roma dan Yuna tadi?Mata Winda tampak berbinar. Namun, dia buru-buru menundukkan kepalanya seraya berkata, “Kamu jangan marah begitu sama aku. Aku tahu kok kalau kejadian ini terjadi karena aku yang sudah salah pertimbangan. Aku pikir semua ini nggak akan terjadi.”Hengky menganggap kalau Winda hanya berpura-pura bodoh dengan semua ucapannya itu. Jadi, dia langsung saja berjalan ke lantai bawah tanpa menghiraukan perkataan Winda. Wi
Ziva mengenakan rok panjang, dilapisi dengan jaket lebar. Ziva memakai topi dari jaketnya, juga memakai masker. Hampir seluruh tubuhnya terbungkus rapat.Kalau bukan karena matanya yang terus menerus menatap Winda, Winda hampir berpikir kalau orang ini mungkin salah tempat."Kamu …."Saat Winda hendak menanyakan mengapa dia berpenampilan seperti itu, Ziva tiba-tiba mengangkat topi dan melepas maskernya ....Wajah penuh bekas luka Ziva terlihat jelas.Winda mengerutkan kening, dalam pikirannya tiba-tiba terlintas wajah Yuna yang juga penuh dengan bekas luka. Meski wajah Ziva tidak separah Yuna, tapi sepertinya lukanya juga tidak ringan. Mata dan sudut mulutnya bengkak, memar di mana-mana, ada beberapa bagian yang terkelupas kulitnya ….Winda teringat Roma. Berdasarkan pengertiannya terhadap Roma, tidak heran Roma melakukan hal ini. Hanya saja ....Winda melihat pandangan Ziva sambil menghela napas. Ziva bersitatap dengan Winda. Dia segera mengalihkan pandangannya. Sedetik kemudian, Ziv
Tingkah laku Ziva yang terlihat bersalah seperti itu membuat Winda sulit untuk percaya pada kata-kata Ziva tadi.Ziva berusaha menghindar dari tatapan Winda. Dia kemudian meraih tangan Winda yang ada di meja. Ziva kembali mengangkat kepalanya dengan tatapan mata tak berdaya."Aku tahu aku salah karena mengkhianatimu setelah menerima uang. Tapi Non, Non Winda tahu ‘kan aku nggak punya pengaruh apa pun di Jenela. Bagi Pak Roma, membunuhku lebih mudah daripada menginjak semut. Tapi Non Winda nggak sama denganku. Non Winda bukan hanya putri keluarga Atmaja, tapi juga istri Pak Hengky. Sekali pun Pak Roma tahu tentang ini, dia nggak akan berani berbuat apa-apa sama Non Winda."Sambil bicara, air mata Ziva menetes. Ziva menarik tangannya kembali dan menggulung lengan bajunya ke atas.Winda melihat luka-luka di lengan Ziva. Tak perlu bertanya, Winda sudah tahu perbuatan siapa itu. Sedangkan tujuan Ziva mengatakan semua ini kepadanya, tak lain hanya untuk memancing simpati dan mengikat Winda s
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a