Ziva mengenakan rok panjang, dilapisi dengan jaket lebar. Ziva memakai topi dari jaketnya, juga memakai masker. Hampir seluruh tubuhnya terbungkus rapat.Kalau bukan karena matanya yang terus menerus menatap Winda, Winda hampir berpikir kalau orang ini mungkin salah tempat."Kamu …."Saat Winda hendak menanyakan mengapa dia berpenampilan seperti itu, Ziva tiba-tiba mengangkat topi dan melepas maskernya ....Wajah penuh bekas luka Ziva terlihat jelas.Winda mengerutkan kening, dalam pikirannya tiba-tiba terlintas wajah Yuna yang juga penuh dengan bekas luka. Meski wajah Ziva tidak separah Yuna, tapi sepertinya lukanya juga tidak ringan. Mata dan sudut mulutnya bengkak, memar di mana-mana, ada beberapa bagian yang terkelupas kulitnya ….Winda teringat Roma. Berdasarkan pengertiannya terhadap Roma, tidak heran Roma melakukan hal ini. Hanya saja ....Winda melihat pandangan Ziva sambil menghela napas. Ziva bersitatap dengan Winda. Dia segera mengalihkan pandangannya. Sedetik kemudian, Ziv
Tingkah laku Ziva yang terlihat bersalah seperti itu membuat Winda sulit untuk percaya pada kata-kata Ziva tadi.Ziva berusaha menghindar dari tatapan Winda. Dia kemudian meraih tangan Winda yang ada di meja. Ziva kembali mengangkat kepalanya dengan tatapan mata tak berdaya."Aku tahu aku salah karena mengkhianatimu setelah menerima uang. Tapi Non, Non Winda tahu ‘kan aku nggak punya pengaruh apa pun di Jenela. Bagi Pak Roma, membunuhku lebih mudah daripada menginjak semut. Tapi Non Winda nggak sama denganku. Non Winda bukan hanya putri keluarga Atmaja, tapi juga istri Pak Hengky. Sekali pun Pak Roma tahu tentang ini, dia nggak akan berani berbuat apa-apa sama Non Winda."Sambil bicara, air mata Ziva menetes. Ziva menarik tangannya kembali dan menggulung lengan bajunya ke atas.Winda melihat luka-luka di lengan Ziva. Tak perlu bertanya, Winda sudah tahu perbuatan siapa itu. Sedangkan tujuan Ziva mengatakan semua ini kepadanya, tak lain hanya untuk memancing simpati dan mengikat Winda s
Winda terlihat sangat dingin. Jika saya Ziva memang berkhianat demi keselamatan hidupnya, tentu saja Winda tidak akan mengatakan apa-apa. Akan tetapi, Ziva jelas sedang berbohong ... Sikap dingin Winda sangat menyakitkan bagi Ziva.Ziva menatap Winda, emosinya mulai memuncak, "Non Winda, nggak perlu melihatku seperti itu. Aku nggak lagi melakukan kesalahan apa-apa sama kamu."Ziva menunjuk wajahnya yang terluka. Dengan perasaan iri dan dendam, Ziva berkata, "Orang yang sudah lahir dalam kemewahan dan kekayaan seperti kamu mungkin nggak akan pernah mengerti betapa sulit dan pahitnya hidupku. Empat miliyar bagi kamu mungkin cuma uang untuk membeli perhiasan, tapi buat aku uang itu bisa menjadi penyelamat hidupku. Aku melakukan semua ini demi uang. Sekarang pekerjaanku sudah selesai, aku juga sudah membayar apa yang harus aku dapatkan. Apa kamu masih mau aku kehilangannya hanya karena hal ini?”Ziva tidak bisa mengesampingkan kenyataan bahwa dia merasa iri terhadap wanita di depannya itu.
Mendengar pertanyaan Winda yang satu ini, Pak Evan seketika tegang. Dia buru-buru menjelaskan, “Bu Winda, masalah hari ini memang kesalahan kami. Pihak kami pasti akan memberikan penjelasan yang memuaskan sama Bu Winda dan Pak Hengky.”“Pak Evan salah paham, Pak. Saya datang ke sini nggak untuk meminta pertanggungjawaban Pak Evan. Saya cuman pengin tahu saja situasinya. Nggak usah panik.”Pak Evan menghela nafas lega. Dia mengingat-ingat kejadian itu kemudian berkata, “Wanita itu terluka parah, Bu. Tapi nyawanya sih aman, nggak dalam bahaya. Hanya saja bisa dipastikan wajahnya pasti sudah rusak.”Winda teringat luka bakar di wajah Yuna. Memang benar lukanya tidak ringan.Pak Evan ragu sejenak tapi kemudian dia tidak tahan untuk bertanya, “Bu, perempuan itu Yuna, ya?”Winda diam sejenak, kemudian menganggukkan kepala. Pak Evan menghela nafas, “Dulu saya lihat orangnya cakep banget, ya. Siapa sangka sekarang malah ….”Tidak ada yang menyangka wanita yang berbuat onar tadi ternyata ada
Apa sebenarnya manfaat yang Ziva dapatkan dengan melakukan semua ini?Winda merasa dirinya seperti terperangkap dalam kabut. Dia sedang tidak bisa melihat kebenaran apa pun yang ada di depannya. Dan apalagi, masalah ini berkaitan dengan Golden Artemis. Mungkinkah ini ada kaitannya dengan dia?“Kamu tahu nggak kenapa Golden Artemis mau kontrak sama Ziva?”Samuel menjawab, "Sepengetahuanku, waktu di pesta, Pak Jason ketemu sama Ziva dan merasa Ziva sangat punya bakat. Makanya dia ingin teken kontrak sama Ziva,”Winda mencibir, "Emangnya kamu percaya?”Samuel tersenyum, "Bukannya kamu sudah tahu jawabannya?”Golden Artemis bisa dianggap sebagai pentolan di bidang film dan televisi. Banyak artis yang berbondong-bondong ingin masuk ke Golden Artemis. Artis seperti apa yang Golden Artemis tidak bisa dapatkan? Mengapa mereka harus mengejar-ngejar orang yang sama sekali tidak punya reputasi?Selain itu juga, sebenarnya Ziva tidak memiliki kelebihan yang terlalu mencolok di dunia hiburan saat
Emosi Shanty tertangkap oleh Martin. Dia mengangkat kepalanya kemudian bertanya, “Kamu mau ngomong apa?”Shanty mengerutkan bibirnya, “Pak Martin benar-benar pengin teken kontrak sama dia? Aku rasa kualifikasinya nggak seberapa. Pak Martin sebenarnya nggak perlu ngundang dia untuk join."Martin mencibir, nadanya penuh dengan penghinaan, "Dia memang biasa saja, tapi dia masih ada gunanya.""Jadi …."Shanty ingin mengatakan sesuatu yang lain, tapi Martin meletakkan telunjuknya di bibir Shanty. Shanty segera menutup mulutnya, tidak melanjutkan berbicara.Martin menghabiskan anggur di gelasnya dan berdiri dari sofa.Melihat hal ini, Ethan buru-buru bangkit dan mengikuti Martin keluar dari ruangan.Begitu Ethan membuka pintu ruang tamu, Ethan hampir saja bertabrakan dengan seseorang di dalamnya.Dia membeku saat melihat dandanan Ziva.Ziva sebenarnya memang ingin mencari mereka. Saat sekarang sudah bertemu dengan mereka berdua, Ziva pun seketika merasa sangat lega. Mereka berjalan ke sofa
“Saya hanya kasih kamu saran. Perihal kamu mau melakukan apa, itu bergantung pada dirimu sendiri. Kamu memilih mengkhianati Winda sehingga dia mengalami suatu situasi ini. Nggak sepantasnya kamu mencoba mengelak dari tanggung jawabmu dan lari dari kenyataan sekarang. Bukan begitu?”Wajah Ziva seketika memucat. Dia sama sekali tidak menyangka masalahnya akan menjadi seperti ini. Padahal Ziva hanya ingin kabur dari Roma dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Kenapa Tuhan tidak mengizinkan dia untuk mendapatkan kehidupan yang dia inginkan?Sekarang Winda tahu bahwa Ziva berkhianat. Winda pasti tidak akan melepaskan Ziva. Dia harus bagaimana?Garis pertahanan terakhir di hati Ziva runtuh, dia menatap Martin dan buru-buru meminta maaf, "Maafkan saya, Pak Martin. Saya nggak bermaksud seperti itu. Saya cuman … saya cuma nggak tahu harus ngapain lagi. Apa Pak Martin bisa bantu saya?”Sekelebat harapan muncul di pelupuk mata Ziva. Dia berharap Martin bisa turun tangan dan membantunya memoho
Baru saja melontarkan sebuah kata, tiba-tiba tangan putih ramping Winda menarik ujung piyama Hengky. Hengky terdiam. Kalimat yang baru saja ingin dia ucapkan seketika terhenti. Hengky mengerutkan dahi. Winda mengangkat wajah kecilnya, kemudian memandang Hengky dengan tatapan penuh harap. Winda kemudian berkata, "Aku boleh nggak tidur di sini?”"Nggak …,” Baru saja Hengky mengucapkan satu kata penolakannya, Winda segera duduk dan bertatapan mata dengannya, "Aku nggak akan ganggu kamu tidur, kok. Aku boleh di sini, ya.”Sambil mengatakan kalimat tersebut, Winda menghela nafas dan memasang ekspresi gelisah. Dia melanjutkan, "Hari ini menemui kejadian kayak tadi, aku takut Aku hanya akan bisa tenang kalau ada di samping kamu.”Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Winda, Hengky melebarkan matanya menatap Winda. Dalam pikiran Hengky, "Sudah sampai level ini, kenapa wanita Ini masih saja berakting? Aku sungguh ingin tahu, mau ngapain lagi dia.”Hengky melemparkan handuknya ke meja, ke
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a